Operasi Pasar Bawang Putih Sebulan Sekali? Mati lah…..

Habis ‘Diserbu’ Pemerintah, Masih Rp60 ribu Perkilogram

SERBU PASAR MAWAR. Truk yang mengangkut bawang putih untuk operasi pasar di Pasar Mawar Pontianak, Selasa (30/5), ditunggu “fans berat”-nya yakni warga setempat dan pedagang setempat. Fikri Akbar-RK

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Operasi pasar besar-besaran pada Selasa (30/5) tak lantas membuat harga bawang putih di pasar turun. Tanpa bermaksud mendiskreditkan efektivitas kegiatan tersebut, fakta yang ditemui di lapangan, harga bawang putih saat ini masih Rp60 ribu perkilogram. Hampir dua kali lipat dari level harga yang diinginkan pemerintah.

Bahkan, beberapa pedagang enggan ditawar lebih rendah dari harga itu. Sebab margin keuntungan yang mereka dapat terlalu tipis.

“Sembako endak (tidak) bise sembarang,” kata Ami, salah seorang pedagang di Pasar Dahlia, Pontianak, Kamis (1/6).

Tingginya harga bawang putih yang dijual di tokonya lantaran Ami tidak membeli bawang putih ‘subsidi’ saat operasi pasar dua hari lalu. Meski begitu, dia punya alasan khusus untuk itu: bawang asal China yang digelontorkan pemerintah tersebut berkualitas buruk.

“Saya ngambil lain, (soalnya) yang sana (bawang ‘subsidi’) hitam, kemek (gepeng). Yang ini (beli dari agen lokal) masih terek (padat), sana lembut, dah lama punye, kurang bagus,” bebernya.

Ada mutu ada harga. Artinya, dengan perbedaan kualitas tersebut wajar jika bawang yang diambil Ami dari agen lokal jauh lebih tinggi. Mencapai Rp830 ribu perkarung. Berbeda dengan bawang putih pemerintah yang cuma Rp600 ribu perkarung

“Ini kering bawangnya, endak basah,” tukasnya.

Pedagang lain di Pasar Dahlia, Eko, menyatakan tokonya paling kurang menjual harga ecer bawang putih seharga Rp40 ribu-Rp45 ribu sekilo. Alasannya sama: dari agen juga tinggi. Dia ambil dari agen seharga Rp660 ribu-Rp700 ribu perkarung.

“Kite ikut pasarannya lah 40-45 sekilo,” tegasnya.

Kendati Eko mengaku dirinya sempat mengantre untuk mendapatkan bawang putih dengan harga murah saat operasi pasar, dia tetap saja menjual di Rp40 ribu-Rp45 ribu perkilogram.

“Ngambek (ambil) dari operasi pasar, sehari jak. Abis tu ambek dari asal agik lah. Agen banyak, di Flamboyan, Mawar, ade (ada). Atau agen di Jeruju atau di Sungai Raya, hargenye Rp660 ribu, ade yang Rp670 ribu-Rp700,” bebernya.

Terang saja, pengakuan para pedagang ini bakal jauh dari keinginan Walikota Pontianak Sutarmidji. Seperti diketahui, dia mengharuskan pedagang menjual bawang putih di kisaran harga Rp32 ribu-Rp38 ribu perkilogram.

Untuk menjual di range harga maksimal Rp38 ribu perkilo saja, Ami mengaku tidak bisa. Karena itu sudah di bawah harga modal. Ia mengaku rugi sebab mengambil bawang putih dari agen lokal Rp830 ribu sekarung dengan kualitas baik.

Ami mengatakan jika dibagi rata-rata perkilo dari harga Rp830 ribu perkarungnya, maka didapati sekitar Rp41 ribu sekian. Artinya, untuk menjual di harga Rp38 ribu, sesuai amanat Walikota Pontianak, sama saja dengan ‘bunuh diri’.

“Dari agennye segitu, mau diapekan? Kalau pemerintah mau, bawa sini bawangnye kite jualkan, ini kan bukan dari pemerintah. Itu endak bise. Yang rugi siape, konsumen gak,” tukasnya.

Pedagang Eko pun berkata begitu. Seandainya pemerintah memaksa pedagang menjual bawang putih di kisaran Rp30 ribuan, ia mengaku lebih senang mengangkat kakinya ke atas dan kepala di bawah (posisi jungkir balik). “Mau ditekan lagi Rp35 ribu? Saket lah, pedagang macam gini ni yang saket. Ape agek masyarakat tau Rp30 ribu, kite beli Rp660. Nak jual Rp30 ribu, balekkan kaki (jungkir balik) kite, Hahaha..,” selorohnya.

Selesai dia tertawa lebar, dia memberikan matematika sedernaha. Berhitung antara modal dan keuntungan sangat sulit, kendati dia menghitung dari harga paling rendah yang dia dapat dari agen, yakni Rp660 ribu perkarung.

“Sekarang dibagi jak, Rp660 ribu modalnya dibagi 19 kilo, itu gitu jak lah. Berape? Rp34 ribu kan? Itu modal, jadi kalau harus jual maksimal 38 tidak bisa lah. (Pasar) Flamboyan jak masih rata-rata Rp40 ribu. Itu Flamboyan, induk pasar, masih jual Rp40 ribu. Kita dah mentok dah,” papar Eko.

Di tokonya, Eko menjual bawang putih seharga Rp40 ribu-Rp45 ribu perkilogram. Kalau pun pemerintah masih ngotot mau merazia bawang putih ‘mahal’, pedagang hanya bisa pasrah.

“Kalau dia (pemerintah) ngasi tau dari sana modal Rp30 ribu, jadi pedagang harus mengecer sekian, paling-paling minim Rp40 ribu, itu betol. Agik pula operasi pasar cume sekali jak, itongan (hitungan) jam jak. Abis tu kite ngambek ke agen agik,” tukasnya.

Tapi, dia tak cuma bisa ngotot. Punya solusi. Jika pemerintah tetap mengharuskan pedagang menjual di range harga maksimal Rp38 ribu perkilogram, hendaknya operasi pasar lebih sering dilakukan. Di sini, range harga yang diinginkan pemerintah-pedagang-konsumen bisa disepakati.

“Kalau mau menekan sampai Rp38 ribu, paleng tadak seminggu dua kali, bisa. Kite pon masih bise dapat (untung) Rp3 ribu-Rp4 ribu. Kalau operasi pasar bawang putih sebulan sekali, mati lah. Kite ngantri paling banyak dapat 2 karung jak,” tandas Eko.

Di sisi lain, dari pantauan koran ini, bawang putih berkualitas buruk mulai menyebar ke beberapa kabupaten di Kalbar. Salah satunya di pasar rakyat Ngabang, Landak.

“Modal perkilogramnya sudah Rp70 ribu lebih. Sebelumnya, bawang putih cuma sekitar Rp35 ribu perkilogramnya. Sekarang naik dua kali lipat dan bawangnya juga kurang bagus. Ada kehitaman- hitaman,” ujar Iswandi, salah seorang pedagang di pasar Ngabang, Rabu ( 31/5).

Ia menjual bawang putih di level Rp80 ribu perkilogram. “Karena membeli perkarung dengan berat 17 kilogram harganya 1,2 juta,” tuturnya.

Yunita juga begitu. Pedagang lainnya ini menjual bawang putih Rp95 ribu perkilogram kalau peronsnya Rp10 ribu.

“Sebab selama ini harganya sangat melonjak naik,” jelasnya.

Pedagang lainnya, W. Indra mengaku tidak mau menjual bawang putih selama harganya masih mahal. “Kita menjualnya lakunya lama dan perputaran modalnya lama. Saya tetap menjual yang mudah laku saja seperti bawang merah dan bahan lainnya,” terang dia.

Memang, untuk sementara ini, bahan pangan lainnya ada mengalami kenaikan. Harga bawang merah masih normal demikian juga daging ayam dan telur.

“Karena kita berjualan untuk mencari rejeki, memenuhi kebutuhan setiap hari, bukan untuk lebih, ” tutur Indra.

Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, dan Perdagangan (Diskumindag) Landak, Marius Baneng mengakui kualitas bawang putih yang memburuk ini. “Bawang putihnya juga kondisinya agak hitam,” ujar Marius.

Ia hanya bisa berpesan kepada pedagang untuk menjual bawang putih dengan harga standar. Tidak terlalu tinggi.

“Apabila tidak laku, yang rugi juga penjual itu sendiri,” tukasnya.

 

Laporan: Fikri Akbar, Antonius

Editor: Mohamad iQbaL