Malpraktik di Ruang Paru RSUD Soedarso?

Paru-paru Edi Yamin Tak Kunjung Sembuh, Malah Semakin Sakit

TAK MEMBAIK. Kondisi Edi Yamin yang penyakit dalam paru-parunya tak kunjung sembuh, bahkan diduga telah diberikan obat kadaluarsa sehingga nafasnya semakin sesak, di Ruang Penyakit Paru 8 RSUD dr. Soedarso Pontianak, Jumat (14/7). Netizen for Rakyat Kalbar

“(Dugaan memberikan obat kadaluarsa,red) tersebut harus ditindak tegas menurut Undang-Undang. Bukan menurut saya, karena kita bekerja menurut peraturan Undang-Undang dan selurus-lurusnya. Paham?” — Gubernur Kalbar, Cornelis

eQuator.co.idPontianak-RK. Ricuh terjadi di Ruang Penyakit Paru 8, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soedarso Pontianak, Jumat (14/4) malam. Diduga, keributan disebabkan malpraktik. Konon, seorang oknum perawat di sana berulah. Ia ditengarai memberikan obat kadaluarsa kepada seorang pasien.

Si sakit bernama Edi Yamin. Didampingi sang istri, Santi, ia dirawat rumah sakit plat merah itu sejak 11 April 2017.

“Kite masok hari Selasa,” tutur Santi, ditemui Rakyat Kalbar dan reporter dua stasiun TV lokal, Senin (17/4).

Menurut dia, obat yang diberikan kepada suaminya sudah tak boleh dipergunakan pada awal bulan ini. “Itu obat udah kadaluarsa dari tanggal 1 april. Aku lapor tapi masih tidak ada tanggapan. Dari pagi dikasih Paracetamol, itu obat pening kepala. Dikasihnya infus sebotol sampai tiga botol tetap habis,” ungkap Santi.

Bingung penyakit dalam paru-paru yang diderita Edi tak kunjung membaik, justru nafas sang suami tambah sesak, Santi mendatangi Ruang Perawat Himas 14. Tak dinyana, bukannya mendapat pelayanan publik yang baik, ia mengaku mendapat perkataan kasar dari seorang oknum perawat. Sempat terjadi adu mulut di antara mereka.

“Barulah dia marah, kan situ yang salah. Masalahnya, infus itu dibesarkannya,” kesalnya.

Menanggapi permasalahan itu, Gubernur Cornelis meminta sesegera mungkin dicek kebenarannya. Bagi orang nomor satu di Pemprov Kalbar ini, hal tersebut merupakan masalah teknis.

“Tanya saja sama direktur rumah sakit. Itulah, kerja harus hati-hati, karena yang menentukan kegiatan pemerintah itu para birokrat, makanya perlu dicuci otak,” tuturnya ketika ditemui di Hotel Mercure, pagi kemarin (17/4).

Kekesalan gubernur dua periode ini bukan tanpa alasan. Ia memang telah berulang kali mengingatkan agar jajaran aparatur sipil negara di Pemprov Kalbar untuk bekerja, kerja, dan kerja dengan dibarengi integritas tinggi.

“Dan hal (dugaan memberikan obat kadaluarsa,red) tersebut harus ditindak tegas menurut Undang-Undang. Bukan menurut saya, karena kita bekerja menurut peraturan Undang-Undang dan selurus-lurusnya. Paham?” tegas Cornelis.

Namun, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalbar, Andy Jap, belum mendapat laporan terkait kondisi Edi. Meski begitu, ia menerangkan, pada prinsipnya Dinkes Provinsi akan menindaklanjuti kekeliruan apa saja yang terdapat di RSUD dr. Soedarso. Apakah yang dimaksud itu tidak sesuai dengan resep yang diberikan oleh dokter, atau sudah sesuai tetapi kesalahan tersebut berasal dari dokternya.

“Obat kadaluarsa memang tidak boleh diberikan kepada pasien. Harus disingkirkan lah. Cuma saya belum tau persis kronologisnya,” tutur Andy.

Lanjut dia, obat yang sudah terbukti kadaluarsa memiliki prosedur-prosedur sebelum dimusnahkan. Untuk mencari benang merah dalam permasalahan ini, menurut Andy, diperlukan ketelitian dari berbagai pihak.

Artinya, jalan masuk obat harus dicermati. Dimulai dari melewati gudang farmasi yang di rumah sakit, kemudian dari gudang dikeluarkan ke unit-unit pengelola obat atau ke apotiknya.

“Nah itu yang nanti dicari siapa yang salah. Tapi yang jelas, kalau obat expired tidak boleh sampai ke pasien. Jadi harusnya kalau ada obat yang sudah kadaluarsa, pihak rumah sakit menyimpan tersendiri untuk dimusnahkan. Itukan ada prosedur pemusnahan obat expired. Tidak asal-asalan,” paparnya.

Pihaknya bertugas dan punya tanggung jawab membina serta mengawasi seluruh rumah sakit di wilayah Kalbar. Ia berjanji akan menurunkan tim ke RSUD dr. Soedarso.

“Kita cek lah gimana kesalahan prosedurnya. Yang jelas kan kita sudah sampaikan kepada pihak rumah sakit untuk segera memilah obat-obat yang udah kadaluarsa,” tandas Andy.

Terpisah, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalbar, Agus Priyadi meminta keluarga pasien melaporkan hal tersebut kepada pihak-pihak yang bersinggungan dengan pelayanan publik tersebut. “Catat nama (perawat)-nya, di mana kejadiannya. Karena gini, sering terjadi juga perbedaan persepsi. Bisa jadi juga itu tidak benar,” jelas dia.

Imbuh Agus, “Tapi, secepatnya dilaporkan kepada pihak pengawas, ke media, ke Ombudsman. Agar cepat ditindak. (Keluarga pasien,red) jangan bertindak sendiri”.

Pun, ia menambahkan, permasalahan tersebut bisa juga dilaporkan ke kepolisian. “Berkenaan dengan perbuatan tidak menyenangkan tadi (perkataan kasar dari oknum perawat,red). Supaya jadi pelajaran, supaya ada efek jera. Itu kan sering terjadi,” cetus Agus.

Ia juga menyarankan pengelola rumah sakit kebanggaan provinsi Kalbar itu untuk terbuka dalam memberikan informasi. Hal ini berkaitan dengan sulitnya awak media meminta jawaban dari pihak RSUD dr. Soedarso.

“Namanya juga orang minta konfirmasi, harusnya dia bisa ngomong. Kalau media minta konfirmasi namun tidak dilayani, coba lapor ke Ombudsman dan minta tembusan ke Komisi Informasi Ombudsman Kalbar, biar cepat. Dari Ombudsman bisa mengimbau pihak rumah sakit Soedarso memberikan klarifikasi. Kan tidak minta data, cuma konfirmasi, kenapa dia takut?” singgungnya.

Sementara itu, Ketua Komisi V DPRD Kalbar, Markus Amid menyatakan, hal ini menjadi pelajaran penting untuk RSUD dr. Soedarso. “Yang diurus bukan benda atau makluk lain, tapi ini manusia dan bicara nyawa. jadi harus ekstra hati-hati dan teliti bekerja. Walaupun mengurus orang yang tidak sedikit, tidak boleh asal-asal,” tegasnya.

Menurut dia, langkah pertama untuk menyelesaikan hal ini adalah secara kekeluargaan. Kemudian petugas yang terlibat harus dapat tindakan disiplin dari pengelola rumah sakit.

“Persoalan yang disampaikan masyarakat agar menjadi perhatian mereka untuk diperbaiki. Mohon rumah sakit kerjakan lah tugas dengan baik. Apa yang menjadi keluhan tolong diperhatikan. Jangan masuk kuping kanan keluar kuping kiri,” kritik Markus.

Senada, Anggota Komisi V DPRD Kalbar, Mat Nawir. Ia akan menindaklanjuti permasalahan dugaan obat kadaluarsa yang diberikan kepada pasien ini.

“Kalau memang karena kelalaian pihaknya (RSUD dr. Soedarso), harus diberi tindakan. Ini bahaya. Jika tindakan ini mengakibatkan kematian, bisa jadi tindak pidana,” terangnya. Dengan mencuatnya perkara ini ke publik, ia menegaskan bahwa pembelian obat harus memakai e-catalog.

Mat Nawir juga menyoroti segi pelayanan di rumah sakit tersebut. Ia kurang puas dengan pelayanan di sana. Khususnya penanganan pasien BPJS yang kelas dua ke bawah.

“Terkadang dua sampai tiga hari belum diperiksa oleh dokter. Saya berharap dokter yang praktik di sana, khususnya PNS, jangan praktik (pribadi) di jam kerja. Harus fokus,” pintanya.

 

Laporan: Rizka Nanda dan Zainudin

Editor: Mohamad iQbaL