Stop Percaya Kabar Bohong

Mau Antar Beras, Maman Dikira Penculik Anak

TERANIAYA. Korban penganiayaan dibawa ke RS Rubini untuk divisum, Minggu (26/3) malam. Netizen for Rakyat Kalbar

Hoax atau kabar bohong telah memakan korban jiwa di Kalbar. Tanpa proses kroscek yang mumpuni terhadap broadcast di media sosial soal penculikan anak, hukum dilangkahi. Terjadilah vigilantisme alias main hakim sendiri yang dilakukan ratusan orang di Desa Amawang, Kecamatan Sadaniang, Mempawah, Minggu (27/3).

eQuator.co.id – Mempawah-RK. Korban massa itu bernama Maman Sudiman. Pria 50 tahun tersebut merupakan warga Jalan Ahmad Marzuki, Pontianak Selatan. Ia dituding sebagai penculik anak yang santer dipergunjingkan di media sosial.

Kapolres Mempawah, AKBP Dedi Agustono SIK, melalui Kapolsek Toho, Iptu Gatot Poerwarno, mendapatkan informasi dari Sekretaris Desa Amawang, Supaman, bahwa sejumlah masyarakat mengamankan seseorang di balai desa yang diduga akan melakukan penculikan anak.

“Pukul 16.20, Ka SPK beserta 7 anggota dan lengkap dengan fungsi piket berangkat ke TKP. Saat tiba, anggota langsung mengamankan korban dan melarang masyarakat untuk tidak main hakim sendiri,” ujar Gatot, Minggu (27/3) malam.

Ia menjelaskan, pihaknya berupaya sekuat tenaga melakukan negosiasi dan imbauan. Namun, amarah ratusan masyarakat tak terbendung. Kepolisian pun tak mampu menahan penganiayaan terhadap Maman.

“Jumlah massa yang diperkirakan 600 orang tak seimbang dengan anggota, dan di TKP tersebut jaringan signal telpon tidak ada. Sehingga kami sulit untuk meminta bantuan untuk memback up,” paparnya.

Kapolsek menuturkan, Maman akhirnya meninggal dunia pada pukul 17.30. Mirisnya, ia melanjutkan, korban yang meninggal sebenarnya hendak mengantarkan beras ke rumah Rusdi di Desa Amawang.

“Dan berniat membeli petai untuk dijual ke Pontianak,” ungkap Gatot. Ia menambahkan, pihaknya tengah menyelidiki dan mencari para pelaku penganiayaan. Sedangkan jenazah Maman divisum di Rumah Sakit Rubini, Mempawah.

Merespons hal tersebut, Wakil Bupati Mempawah, Gusti Ramlana meminta masyarakat untuk tidak menelan mentah-mentah isu yang berkembang. Publik seharusnya dapat menelaah secara mendalam semua informasi yang diterima.

“Arif dan bijak lah dalam segala kondisi, situasi yang berkembang saat ini. Terlebih informasi yang diterima melalui media sosial,” pesannya, Selasa (28/3).

Berhati-hati dalam menerima informasi yang berkembang bukan tanpa alasan. Banyaknya isu hoax yang berkembang, menurut dia, untuk meresahkan masyarakat yang saat ini damai dan tenteram.

Karena itu, Ramlana berharap kepada masyarakat, khususnya di Kabupaten Mempawah, bisa melakukan komunikasi kepada pihak-pihak yang berkompeten, seperti kepolisian ataupun pemerintah, untuk memastikan kebenaran kabar yang didapat di media sosial.

“Jika mendapatkan informasi, tentunya kita harus tetap mewaspadai. Namun jangan sampai terprovokasi jika mendapat informasi yang belum tau arah kebenarannya,” imbaunya.

Selain itu, ia menambahkan, agar masyarakat tidak melakukan tindakan anarkis seperti main hakim sendiri. “Masih ada cari lain yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan,” ucap Ramlana.

Terkait nyawa yang melayang dengan mudahnya dalam pengeroyokan terhadap Maman, ia berjanji segera mengambil tindakan melalui rapat Forkopimda. “Dan kita melihat perkembangan fakta yang ada yang saat ini sedang diproses Polres Mempawah,” pungkasnya.

Penganiayaan oleh massa ini tak hanya terjadi di Amawang. Seorang pengamen asal Mojokerto, Jawa Timur, bernama Muhammad Arif Rahman Hakim bernasib serupa. Pria 32 tahun itu babak belur dihakimi warga di depan warung simpang PT SAM, Dusun Mulung, Desa Lengkenat, Kecamatan Sepauk, Jumat (24/3) sekitar pukul 22.30.

Gubernur Kalbar, Cornelis menyatakan, bahwa saat ini teknologi penyebaran informasi semakin canggih dan bisa memberi dampak negatif. “Teknologi informasi menyebar kemana-mana, untuk cegahnya melalui keluarga, dan organisasi harus ngomong. Harus menjelaskan kepada anak muda, mana yang baik dan mana yang benar beritanya,” ujarnya menjawab eQuator.co.id, Senin (27/3).

Banyaknya berita bohong yang disebarluaskan orang tak bertanggung jawab, menurut dia, salah satu penyebab kehancuran negara. Selain itu, akibat fatal dari penyebaran berita hoax bagi generasi muda adalah dapat mengubah pola pikir mereka yang masih mudah terdoktrin oleh suatu isu.

“Sehingga bisa jadi teroris dengan iming-iming agama seperti mati syahid. Padahal, agama adalah kepercayaan, keyakinan masing-masing. Kita semua belum ketemu Tuhan, hanya yakin dan percaya bahwa Tuhan itu ada,” tutur Cornelis.

Imbuh dia, “Ini ancaman di depan mata. Inilah tantangan kita, mampukah kita menetralisir hal yg seperti ini. Apakah kita sudah punya jiwa korsa? Saya rasa belum”.

Senada, tokoh perempuan Kalbar, Karolin Margret Natasa. Ia menyoroti teror rumor penculikan anak yang santer menyebar di media-media sosial milik warga Kalbar. “Isu ini tidak benar, harap semuanya tenang. Waspada boleh saja, tapi jangan main hakim sendiri. Diharapkan semua dapat menahan diri untuk tidak termakan isu. Percayakan semua kepada pihak kepolisian,” tulisnya dalam rilis kepada media massa.

“Jangan sampai karena isu yang tidak jelas asal-usulnya ini mengganggu aktifitas sehari-hari. Jangan sampai anak-anak tidak sekolah, orangtua tidak bekerja, dan akhirnya perekonomian jadi ikut terhambat,” tambah pemenang Pilkada Landak ini.

Intinya, ia menegaskan, kembali kepada seluruh masyarakat untuk tidak menyebarkan berita yang tidak jelas sumbernya ke media sosial masing-masing. “Jangan menyebarluaskan berita yang belum tentu benar ke media sosial. Jika memang ada yang mencurigakan, segera hubungi pihak kepolisian terdekat,” demikian Karolin.

 

Laporan: Ari Sandy, Rizka Nanda

Editor: Mohamad iQbaL