eQuator.co.id – Pontianak-RK. Masih ingat dua indikasi pelanggaran hukum, dugaan pencabulan yang dituduhkan kepada Dosen Untan, Dian Patria, dan tengara korupsi yang melibatkan Rektor IAIN Pontianak, Hamka Siregar? Ternyata, jangankan naik ke meja hijau, berkas dua perkara yang sempat menghebohkan Kalbar itu cuma bolak-balik polisi-kejaksaan setakat ini.
Terang saja, publik bertanya-tanya apakah dua lembaga penegak hukum itu serius menangani kasus-kasus tersebut? Kalau serius, kenapa lamban? Hampir setahun berlalu berkas-berkasnya diurus mereka, tak heran kini beredar rumor bahwa penanganan dua perkara ini bakal dihentikan.
Sebagai kilas balik, Dian Patria dituduh telah mencabuli anak bawah umur, seorang siswi SMKN di Pontianak berinisial VS, pada 20 Mei 2016 saat korban sedang magang di lembaga pendidikannya, Patria Education. Dian dilaporkan oleh korban pada 30 Mei 2016. Laporan itu ditindaklanjuti Unit PPA Polresta Pontianak. Setelah dilakukan penyelidikan, akhirnya Dian pun berstatus tersangka pencabulan pada 23 Juni 2016.
Senin (27/2/2017), Direktur Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN), Devi Tiomana menyatakan kasus itu tidak ada kabarnya. “Pihak kita juga sempat menanyakan, tapi belum ada kejelasan,” jelas aktivis perlindungan anak dan perempuan yang memang dari awal mengawal kasus ini.
Selain itu, ia menyebut, dalam perjalanan polisi mengurus perkara ini, tidak pernah Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) diberikan Polresta Pontianak terhadap korban. “Sehingga penuh dengan pertanyaan, sejauh mana kasus ini, dilanjutkan atau dikemanakan?” tanya dia.
Seharusnya, lanjut dia, penegak hukum menjelaskan kepada publik. Termasuk jika polisi tak mau lagi menangani kasus tersebut alias menghentikan proses hukumnya.
“Harus ada kejelasan. Jika memang (ada) SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), tentu dengan dasar apa dihentikan. Karena, selama ini, dua alat bukti sudah terpenuhi. Kita berharap titik terangnya, tinggal nanti masyarakat menilai,”terang Devi.
Imbuh dia, “Pihak sekolah (korban) pernah mendatangi penyidik untuk bertanya hal serupa, tapi juga belum ada kejelasan”.
Terkait berkas perkara yang bolak-balik polisi-jaksa, kata Devi, tentunya kalau alat bukti dianggap kurang oleh korps Adhyaksa, korps Bhayangkara harus melengkapinya. “Kan sudah jelas, jika sudah penetapan tersangka, kepolisian tentu mempunyai alat bukti cukup,” urainya.
Seperti diberitakan sebelumnya, penetapan Dian Patria sebagai tersangka setelah kepolisian mencari alat bukti dengan cara mengumpulkan keterangan dari sejumlah saksi dan melakukan visum terhadap korban. Dian pun tidak pernah ditahan oleh Polresta Pontianak.
Pascakejadian, korban sempat ingin bunuh diri dengan cara melompat dari lantai tiga Patria Education di Jalan Sepakat Pontianak Selatan. Korban juga pernah memberanikan diri menulis surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo.
Ia mengadukan apa yang dialaminya dan meminta keadilan agar pelaku bisa dijerat hukum. Surat terbuka tersebut menyentak tanah air, sebab kala itu kejahatan seksual sedang heboh-hebohnya, dan Jokowi membuat Perppu terkait kejahatan seksual.
Direktur YNDN, Devi Tiomana mengingatkan, kasus dugaan pencabulan ini mendapat atensi dari kantor staf kepresidenan tahun lalu. “Tentunya, jika dihentikan kita juga akan menyampaikan itu ke staf presiden. Kita harap sih tidak (dihentikan). Jelas kecewa (kalau dihentikan),” tandasnya.
TIGA KALI DIKEMBALIKAN
Sementara itu, penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan mebeulair Rusunawa IAIN Pontianak juga berjalan lamban. Rektor perguruan tinggi Islam ini, Hamka Siregar, telah ditetapkan sebagai tersangka.
Ia menyusul empat tersangka lainnya: pihak ketiga Richard dan Hamdani, Fahrizandi sebagai panitia plus Dulhadi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari IAIN Pontianak. Perlakuan hukum berbeda dianugerahkan ke Hamka. Empat orang lainnya berproses hukum cepat, telah menjadi terdakwa dan menjalani persidangan.
Saat persidangan empat terdakwa berlangsung, Hamka menjadi saksi. Dalam persidangan, Hamka mengalami kelupaan sehingga memberikan keterangan yang berbeda. Majelis hakim sampai meminta Jaksa Penuntut Umum melakukan pemeriksaan terhadap kesehatan Hamka di rumah sakit.
Dikonfirmasi, Kepala Seksi Pidana Umum (Pidum) Kejari Pontianak, I Putu Eka Suyantha menyatakan, ada yang kurang dalam berkas penyidikan kepolisian dalam kasus Dian Patria. Sehingga, belum dapat dinyatakan P21.
“Tanggal 13 Februari P19 untuk ketiga kalinya. Tinggal dua poin, dan poin ini saangat penting. Kita sudah berikan petunjuk kepada kepolisian,” tuturnya.
Nah, kalau proses hukum kasus dihentikan, ia menegaskan, bukan keputusan pihaknya. “Kami tidak memberikan petunjuk seperti itu. Tapi jika SP3, itu tentu dinyatakan oleh kepolisian. Dalam proses pelengkapan berkas oleh kepolisian tidak ada batas waktunya,” tandas Eka.
BERBULAN BERKAS TAK BALIK-BALIK
Untuk kasus Hamkas Siregar, Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pontianak, Yanuar Rezha yang menjawab pertanyaan Rakyat Kalbar. Sama, berkas dari kepolisian juga dikembalikan pihaknya.
“Baru satu kali. Karena masih ada yang belum lengkap,” ungkapnya.
Yang menarik, pernyataan Yanuar berikut ini memperkuat indikasi polisi lamban dalam bekerja. Ia menyebut, pengembalian berkas Hamka Siregar sudah dilakukan beberapa bulan yang lalu. Hingga kini, penyidik kepolisian belum menyerahkan lagi perbaikan berkas kepada pihaknya.
“Kita sudah tagih lagi ke penyidik,” bebernya.
Khusus kasus Hamka ini, petunjuk perbaikan berkas yang diberikan jaksa kepada kepolisian untuk melengkapinya lebih dari tiga poin. “Berdasarkan Kuhap, tidak diatur mengenai batas waktu pelengkapan berkas perkara oleh penyidik. Tetapi secara etik, seharusnya penyelesaian penyidikan berdasarkan petunjuk JPU tidak boleh terlalu lama,” tegas Yanuar.
Imbuh dia, “JPU gak pernah ngasih petunjuk SP3!”.
By the way, benarkah Hamka Siregar mendadak lupa ingatan soal kasusnya dalam persidangan, sampai diperiksakan ke rumah sakit? “Kalau pengecekan Hamka ke RS emang benar. Langsung dilakukan oleh tim JPU karena perintah hakim. Di mana hal ini merupakan pembanding hasil pemeriksaan dokter sebelumnya,” urai Yanuar. Pemeriksaan Hamka ini agar kesaksiannya bisa dipastikan memiliki nilai kebenaran.
Di sisi lain, Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Iwan Imam Susilo membantah keras isu dua perkara hukum tersebut bakal di-SP3. “Kasusnya lanjut,” tegasnya.
Meski begitu, ia mengakui, memang masih ada yang dianggap kurang oleh pihak kejaksaan. “Saya pastikan di sini tidak ada intervensi. Kita tegak lurus dalam memproses hukum” tukas Iwan.
Tambah dia, “Kalau isu-su (penanganan kasus dihentikan) di luar silakan saja. P19 adalah kewajiban dan harus dilengkapi, ketika dalam kewajiban melengkapi sudah maksimal, kita akan sampaikan kepada pihak kejaksaan bahwa kami sudah maksimal”.
Kuasa Hukum Dian Patria, Zalmi Yulis, yang ditemui Rakyat Kalbar di kediamannya, Sabtu (4/3) malam, enggan berkomentar banyak karena proses hukum sedang berjalan.
“Setahu saya sudah P19 tiga kali, kita ikuti saja proses hukum ini,” terangnya.
Selain itu, Zalmi menyatakan, status kliennya bukanlah penangguhan ataupun tahanan kota. Melainkan tidak dilakukan penahanan oleh pihak kepolisian.
Rektor IAIN Pontianak, Hamka Siregar, yang dihubungi via seluler bahkan berkomentar lebih singkat. “Iya , tanyakan kepada jaksa soal itu. Jaksa saja ya, ya,” tuturnya, menutup telepon.
Laporan: Achmad Mundzirin dan Ocsya Ade CP
Editor: Mohamad iQbaL