
Hampir 17 tahun Abang Rajali menempati rumahnya yang tak layak huni. Permintaan bantuan untuk dia yang difasilitasi pemerintah setempat belum juga direspons otoritas di atasnya.
Andreas, Putussibau
eQuator.co.id – Dinding dan atap kediaman Rajali di Kelurahan Kedamin Hulu, Kecamatan Putussibau Selatan, Kapuas Hulu, itu menggunakan papan seadanya. Pria sebatang kara ini tidak punya pilihan lain selain menghabiskan sisa hidupnya di rumah tak layak untuk ditinggali tersebut.
Alasannya klasik: himpitan ekonomi. Pria 75 tahun itu tak mampu merehab rumahnya sendiri. Rajali hanya pasrah, berharap program bantuan pemerintah yang sejak lama dinanti namun tak kunjung tiba.
“Sudah berapa kali pemerintah mendata rumah saya, tapi hingga sekarang ditunggu bantuan pemerintah tidak ada,” tutur Rajali ketika ditemui kediamannya, Minggu (26/2).
Sebenarnya, ia tak berpangku tangan. Pada usianya yang senja, Rajali menafkahi dirinya sendiri. Tetap bekerja meski serabutan dan terkadang harus dibantu belas kasihan warga setempat.
Terang saja dengan penghasilannya yang cuma cukup untuk makan tersebut, setiap musim penghujan Rajali selalu khawatir ketika berada dalam rumah. Ia tak mampu memperbaiki atap kediamannya itu.
Air hujan selalu masuk melalui celah-celah papan dan atap rumahnya. Begitu pula ketika cuaca panas, cahaya matahari menembus melalui lobang-lobang di dinding.
Rajali sudah terbiasa bergelut dengan kondisi tersebut. Dia tidak mau menyusahkan orang lain. Hanya doa yang bisa dipanjatkan agar kehidupan bisa membaik.
“Bersyukur aja,” lugasnya.
Hanya saja, ternyata di kawasan itu, Rajali tak sendiri. Lurah Kedamin Hulu, Sabran, menjelaskan selain rumah Rajali, sedikitnya ada sepuluh Rumah Tak Layak Huni (RTLH) di wilayahnya. “Saya sudah mengajukan, namun sudah memasuki tiga tahun ini, kami belum pernah mendapat bantuan,” ungkapnya.
Sabran sendiri mengaku malu dengan warganya. Pihaknya sudah beberapa kali melakukan pendataan terhadap warga yang tinggal di RTLH. Tapi dana untuk memperbaiki rumah-rumah tersebut tak kunjung diturunkan dari otoritas di atasnya.
Seolah-olah, kata dia, pihak kelurahan yang berbohong kepada warganya. “Saya sering ditanya masyarakat kapan bantuan perumahan itu mereka dapat, sementara pendataan sudah lama dilakukan. Saya bingung mau jawab apa,” beber Sabran.
Kepada Rakyat Kalbar, ia menegaskan, pihaknya selalu memperjuangkan warganya yang tinggal di RTLH tersebut agar mendapat bantuan. Usulan ke Musrenbang Kelurahan sudah dilakukan, bahkan hingga Musrenbang Kecamatan.
“Agar rumah mereka dapat diperbaiki. Tapi mau bagaimana, usulan kami tidak diakomodir,” tandasnya. (*)