Isi Hati Anak Ketika Mahligai Rumah Tangga Hancur

“Maunya Papa yang Lama Jak”

CERAI. SW saat diwawancarai tentang perceraian di rumahnya, Pontianak, Sabtu (4/1). Foto: IGK Yudha Dharma-RK

eQuator.co.id – Pernyataan Psikolog Pontianak Maria Nofaola bahwa anak lah korban psikologis terparah dari perceraian sangat tepat. Seperti kisah GB dan SW (nama diinisialkan demi privasi sumber).

Sabtu (4/1), GB ditemui Rakyat Kalbar di rumah orangtuanya di Pontianak. Mengenakan cardigan merah serta celana legging, perempuan 26 tahun itu masih terlihat menarik. Ia sedang bermain bersama salah seorang anaknya.

Sebelum ngobrol-ngobrol dengan Rakyat Kalbar, GB sempat bercanda dengan anaknya itu. “Kamu mau punya papa baru ndak?” tanya dia. Anaknya spontan menjawab, “Ndak mau punya papa baru, maunya papa yang lama jak”.

GB satu dari sekian banyak perempuan yang merasakan pahitnya perceraian. Ibu dua anak ini resmi berpisah dengan suaminya dalam sidang perceraian di Pengadilan Agama pada Oktober 2014.

Berbincang-bincang dengan Rakyat Kalbar, GB tak sungkan mengungkap lika-likunya mengarungi bahtera rumah tangga. Berkenalan dengan eks suami di rumah temannya, berpacaran, dan akhirnya setahun kemudian menikah pada 13 Maret 2012.

“Pas nikah sih hubungannya bagus-bagus aja, kayak orang nikah pada umumnya lah,” cerita GB.