Pertumbuhan Industri (Masih) Bergantung Proyek Pemerintah

Mengeker Prospek Ekonomi dan Bisnis 2017 (5)

Ilustrasi : Internet

eQuator.co.id – Kualitas pertumbuhan ekonomi akan bergantung pada sektor industri. Dengan efek pengali yang tinggi, pertumbuhan industri tahun depan diharapkan bisa mempercepat pemulihan ekonomi.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memasang target ambisius tahun depan. Pertumbuhan industri diproyeksi mencapai 5,4 persen. Angka itu melampaui proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2017 sebesar 5,1 persen. Juga, lebih tinggi daripada proyeksi pertumbuhan industri 2016 sebesar 4,8–5,2 persen.

Keyakinan tersebut didorong berbagai upaya dan kebijakan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif. Misalnya, deregulasi, pembangunan infrastruktur, serta penurunan harga gas industri.

Pembangunan infrastruktur pun masih menjadi salah satu penopang pertumbuhan industri. Ada beberapa sektor yang langsung merasakan dampak pembangunan infrastruktur. Terutama industri yang bergerak di sektor konstruksi seperti baja, keramik, dan semen.

Industri baja menargetkan tahun depan mampu tumbuh 6–9 persen. Tahun ini permintaan baja dalam negeri hanya tumbuh 5 persen. Proyek infrastruktur menjadi andalan bagi pertumbuhan industri tersebut.

’’Gencarnya pembangunan jalan, jembatan, bandara, pelabuhan, maupun sekolah dan rumah sakit dapat mendorong pertumbuhan industri baja,’’ ungkap Direktur Eksekutif Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Hidayat Triseputro.

Sektor konstruksi memberikan sumbangan cukup besar terhadap permintaan baja di dalam negeri. Kontribusi sektor itu mencapai 51 persen. Pada 2017, IISIA memperkirakan permintaan baja di sektor konstruksi dan transportasi bisa mengalami pertumbuhan 10–11 persen. Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan permintaan baja di sektor lain. Selain sektor konstruksi, kebutuhan baja domestik 15 persen saat ini dipasok untuk kebutuhan permesinan 15 persen dan produk metal lainnya sekitar 13 persen.

Di sisi lain, sejumlah kalangan menyebut industri semen pada 2017 diproyeksikan mampu tumbuh 4–5 persen. Total kebutuhan semen pada 2017 mencapai 65,1 juta ton. Angka tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan permintaan semen tahun ini yang hanya 1 persen.

Kenaikan permintaan semen diperkirakan mulai terasa pada kuartal kedua dan ketiga 2017. Pada awal tahun seperti Januari dan Februari, permintaan semen masih landai. Penyebabnya, antara lain, curah hujan yang tinggi dan jumlah hari yang pendek pada Februari jika dibandingkan dengan bulan lainnya.

Mulai Maret hingga April, permintaan bakal pulih. Lalu, permintaan akan mencapai puncaknya pada Juli, Agustus, September, maupun Oktober. Pada periode itu, kenaikan permintaan semen bisa tumbuh 5–10 persen kalau dibandingkan dengan bulan lainnya. Sebab, penyerapan anggaran pemerintah cukup gencar.

Berbeda dengan baja dan semen, kelesuan justru terjadi di industri keramik dan granit. Tahun ini pasar keramik dan granit dalam negeri anjlok 15 persen. Produksi keramik dan granit domestik jeblok 30–40 persen.

Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Hendrata Atmoko mengungkapkan, anjloknya produksi keramik dan granit di dalam negeri disebabkan maraknya produk granit impor yang masuk ke Indonesia. Granit impor tidak hanya menyerang produsen granit lokal, tetapi juga produsen keramik lokal. Sebab, selisih harga tidak terpaut cukup banyak.

’’Pemerintah harus memanggil produsen granit dan keramik untuk diajak berdiskusi agar bisa membantu memberikan solusi. Produsen di dalam negeri harus dimintai pertimbangan,’’ tuturnya.

Untuk pasar keramik maupun granit pada 2017, pihaknya tidak berani berharap banyak. ’’Pasarnya tidak turun, bila dibandingkan dengan tahun ini saja sudah bagus. Pasar keramik belum sebagus beberapa tahun lalu,’’ terangnya.

Asaki juga meminta pemerintah dapat memprioritaskan produsen lokal untuk berpartisipasi dalam proyek milik pemerintah seperti pembangunan bandara, pelabuhan, maupun wisma atlet. Menurut dia, pemerintah saat ini belum mewajibkan kontraktor proyek menggunakan produk keramik lokal di proyek pemerintah.

’’Kami juga masih menantikan penurunan harga gas. Selain itu, produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri seharusnya tidak diperkenankan impor,’’ tegas Hendrata. Jika tidak, dikhawatirkan produsen keramik dan granit lokal memilih untuk beralih menjadi importer.

Hendrata mengungkapkan, 50 persen dari total tenaga kerja di industri granit lokal sudah dirumahkan lantaran penurunan produksi. Padahal, industri keramik dan granit merupakan industri padat karya.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman memprediksi pertumbuhan industri makanan dan minuman pada 2017 tumbuh 8 persen. Pertumbuhan itu ditopang tingginya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia serta meningkatnya populasi dan jumlah penduduk.

Di sisi ekspor, industri mebel domestik masih meyakini pada tahun depan ekspor industri mebel mampu naik 10–12 persen. Wakil Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur menegaskan bahwa pertumbuhan tersebut harus dikejar untuk mencapai target ekspor USD 5 miliar pada 2019. Tahun ini target ekspor industri mebel sebesar USD 2,1 miliar.

Pasar Eropa menjadi penopang utama ekspor mebel domestik dengan nilai USD 900 juta sampai USD 1 miliar. Lalu, pasar terbesar kedua, yakni Amerika Serikat, sebesar USD 800 juta. Sisanya baru ke Amerika Latin, Timur Tengah, Afrika Selatan, maupun Tiongkok. (*/bersambung/Jawa Pos/JPG)