eQuator – Setiap kali kasus Narkoba partai besar yang berasal dari negara sebelah melalui pintu perbatasan Negara di Kalbar diungkap, rata-rata pengakuan tersangka akan membawa barang haram itu ke Kampung Beting, Pontianak Timur.
Demikian pula para pengedar kecil yang ditangkap polisi, kebanyakan mengaku dapat ‘barang’ dari Kampung Beting. Gara-gara pengakuan para tersangka itu, image miring terhadap Kampung Beting pun terbentuk.
Entah benar atau tidak pengakuan para tersangka pengedar Narkoba tersebut, Kapolda Kalbar Brigjen Arief Sulistyanto menyatakan, Kampung Beting sudah selayaknya dirombak. Seperti Kampung Ambon di Jakarta yang sudah ditata menjadi pemukiman hijau.
“Kita ketahui sendiri, pengelolaan Kampung Beting tidak hanya bisa dari sisi kepolisian saja. Kami telah berkali-kali melakukan razia. Di Kampung Beting kan ada kehidupan sosial, aktivitas masyarakat,” kata Arief, disela ekpose penangkapan Sabu-Sabu 10 kilogram, di Polda Kalbar, Kamis (5/11).
Imbuh dia, “Kalau bisa dibangun ulang Kampung Beting. Itu harus direnovasi kampungnya, sehingga tidak menjadi kumuh. Jika lingkungan bersih, maka semua akan mudah mengawasi. Dan, ini perlu peran semua pihak, pemerintah setempat lewat Dinas Sosial bisa melakukannya”.
Warga setempat pun, lanjut Arief, harus punya kesadaran. “Masa’ masyarakat mau sih kampungnya dicap sebagai kampung yang rawan Narkoba,” cetusnya.
Dimulai dari kesadaran masyarakat setempat sendirilah, menurut Arief, kejayaan Kampung Beting bisa dikembalikan seperti dulu. “Karena selama ini, setiap ada tangkapan Narkoba larinya ke Beting dan ke Beting lagi. Ini jelas, bagaimana mungkin kita bisa menangkap kalau tidak jelas. Sudah berkali-kali kita lakukan penangkapan terhadap pelaku di sana,” beber dia.
SINDIR BEA CUKAI
Masih dikatakan Arief, kali ini ia menyinggung pengelolaan perbatasan, PPLB se Kalbar rawan dilewati aktivitas penyelundupan padahal ada petugas Bea Cukai yang berjaga.
“Apakah yang tertangkap ini ada yang lainnya? Ini jadi perhatian kita semua, perhatian petugas BC di perbatasan. Saya harapkan petugas di PPLB lebih meningkatkan pengawasannya karena kami tidak punya wewenang untuk memeriksa barang bawaan orang yang melintas,” tukasnya.
Ia mengingatkan, kasus penyelundupan di PPLB bukan sekali-dua kali. Tangkapan terakhir sebelum yang 10 Kg adalah Sabu-Sabu 5 Kg. “Modusnya macam-macam, ada yang disimpan di bodi mobil. Kali ini dikamuflase seperti susu bubuk. Ini patut diwaspadai oleh semuanya,” pinta Arief.
Yang paling rawan adalah Jagoi Babang di Kabupaten Bengkayang yang tidak ada PPLB-nya. “Ini saya sudah bicara berkali-kali. Mudah-mudahan rencana pemerintah membangun PPLB dengan alat yang canggih dapat segera terealisasi. Di Jagoi Babang tidak ada PPLB-nya sehingga barang apapun bisa bablas saja,” tuturnya.
Ia menyinggung hal ini karena tugas kepolisian semakin berat jika Narkoba sudah terlanjur disebarluaskan di Kalbar. “Kalau ada yang lolos, kami yang disalahkan. Mana mungkin kami berdiri 24 jam mengawasi di jalur itu. Maka saya sudah perintahkan setiap Kapolres untuk meningkatkan dan mengatur strategi pengawasan di setiap pintu perbatasan,” tutup Arief.
Laporan: Ocsya Ade CP
Editor: Mohamad iQbaL