Perang Saksi Kejagung Vs Ahok Dimulai

Basuki Tjahaja Purnama

eQuator.co.id – Sidang kasus dugaan penistaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama terus bergulir. Setelah dalam persidangan kemarin Majelis Hakim yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto menolak eksepsi atau keberatan Ahok, perang saksi dan saksi ahli bakal dimulai.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Mukartono menjelaskan, rencananya untuk tahap awal akan ada sekitar enam saksi yang dihadirkan JPU dalam persidangan tersebut. ”Lima atau enam saksi ya,” tuturnya.

Namun, soal identitas saksi tersebut, JPU belum bisa mengungkapkannya. Yang pasti, saksi tersebut merupakan saksi dan saksi ahli. ”Ahli ada juga yang melihat langsung kejadian di Kepulauan Seribu,” ungkapnya.

Yang paling utama, lanjutnya, kendati Ahok melakukan upaya hukum lain, sidang dengan agenda pemeriksaan saksi yang rencananya digelar Selasa (3/1) tidak akan terpengaruh. ”Tetap jalan pemeriksaan saksi ini, tidak bisa diganggu,” terangnya kemarin.

Sementara Kuasa Hukum Ahok Trimoelja D. Soerjadi mengatakan, rencananya akan ada sekitar sepuluh saksi meringankan yang akan dihadirkan dalam persidangan tersebut.

Soal identitas saksi tersebut, Trimoelja juga mengaku belum bisa mengumumkannya. Pasalnya, ada pertimbangan keamanan dan keselamatan saksi persidangan kontroversial tersebut.

”Tidak bijak dalam situasi semacam ini, kami sebutkan identitas saksinya,” paparnya.

Terkait eksepsi yang ditolak, dia menjelaskan perbedaan pendapat antara majelis hakim dengan kuasa hukum tersebut merupakan hal yang biasa. Yang pasti, keputusan majelis hakim itu harus dihormati.

”Kami tentu kecewa, tapi harus tetap menghormati putusan menolak eksepsi tersebut,” terangnya kemarin.

 

Sementara jalannya persidangan ketiga kasus yang menjerat Ahok itu cukup cepat. Hanya berlangsung sekitar satu setengah jam. Saat itu Majelis hakim menolak semua eksepsi Ahok.

Dalam persidangan, Hakim Ketua Dwiarso Budi menuturkan, dalam eksepsi Ahok mengutarakan soal tidak ada niatan dalam menista agama dengan menyebut latar belakang keluarga hingga berbagai kebijakan pembangunan masjid. Namun, JPU merespon bahwa pembangunan masjid itu hal wajar yang dilakukan kepala daerah.

”Pengadilan tidak menerima eksepsi karena sudah masuk ke materi perkara, padahal belum sampai pada pembuktian salah dan tidak bersalahnya,” ujarnya.

Terkait poin eksepsi proses hukum Ahok yang terjadi karena tekanan massa atau trial by the mob, pengadilan menyidangkan kasus tersebut bukan karena tekanan masyarakat. Namun, karena adanya pelimpahan perkara dari Kepolisian dan Kejaksaan.

”Pengadilan tidak sependapat dengan kuasa hukum,” tuturnya.

Dengan begitu, pengadilan menolak eksepsi dari Ahok. Namun, bila memang tidak menerima keputusan Majelis Hakim, terdakwa dan kuasa hukumnya bisa menempuh proses hukum lain.

”Kalau tidak menerima keputusan ini bisa ke Pengadilan Tinggi,” ucap Dwiarso.

Selanjutnya, sidang akan dilanjutkan Selasa depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Selain itu, lokasi persidangan juga akan dipindahkan ke gedung Kementerian Pertanian di Ragunan, Jakarta Selatan. (Jawa Pos/JPG)