Kisah Guru Bantu di Sekolah Pedalaman Landak

13 Tahun Mengajar, Baru Kali Ini ke Pontianak dan Jakarta

FOTO BERSAMA. Kepala Harian Rakyat Kalbar Biro Landak, Antonius (kanan) foto bersama Guru Bantu SD Negeri 34 Desa Simpatung, Suparjo (kiri) di Kota Pontianak, Minggu (18/12). Antonius/RK

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Selama 13 tahun mengabdi sebagai Guru Bantu di SD Negeri 34 Kuningan, Desa Simpatung, Kecamatan Air Besar, Kabupaten Landak, Suparjo, 36, sama sekali tidak pernah membayangkan akan menginjakkan kakinya di Kota Pontianak dan Jakarta.

“Saya tidak pernah mengira bisa melihat Pontianak dan dibawa ke Jakarta untuk ditayangkan langsung di stasiun televisi,” aku Suparjo ketika bertemu Rakyat Kalbar, di Pontianak, Minggu (18/12).

Suparjo yang baru pulang dari Jakarta itu mengisahkan perjuangannya selama menjadi Guru Bantu di pedalaman landak, kepada Kepala Harian Rakyat Kalbar Biro Landak, Antonius.

Perjuangan Suparjo yang baru kali pertama menginjakkan kakinya di Pontianak, dan Jakarta itu begitu mengharukan. Bagaimana tidak, pria ini mengajar di desa yang jaraknya ke ibukota kecamatan saja mencapai 70 kilometer.

Sudah pun begitu, kondisi jalannya juga memprihatinkan. Bila musim hujan, sudah dipastikan seperti kubangan lumpur. Sehingga, untuk pergi ke ibukota kecamatan saja, Suparjo membutuhkan waktu sekitar dua hari perjalanan.

Waktu sedemikian panjang itu belum termasuk perjalanan menuju Ibukota Kabupaten Landak. Juga di luar perjalanan menuju Kota Pontianak sebagai Ibukota Provinsi Kalbar hingga Jakarta sebagai Ibukota Negara.

Dengan perjuangan sedemikian berat, ternyata Suparjo hanya memiliki motivasi yang begitu sederhana, yakni ingin anak-anak di desanya bisa duduk di bangku sekolah. “Dengan bersekolah, anak-anak bisa belajar membaca dan menulis,” jelasnya.

Sebenarnya, Suparjo ini hanya tamat SD. Tetapi karena keinginannya begitu kuat menyekolahkan anak-anak di desa, Ia pun mengikuti program penyetaraan Paket B dan diberi kepercayaan menjadi Guru Bantu di SD Negeri 34 Kuningan.

SD tersebut hanya memiliki empat guru yang berstatus Aparatur Sipil Negera (ASN) dan dua Guru Bantu untuk mengajar enam kelas dengan sekitar 40 murid.

“Guru ASN ini bukan penduduk setempat. Entah apa sebabnya jarang masuk. Sehingga sayalah yang lebih banyak mengajar untuk mengisi kekosongan,” beber Suparjo.

Makanya, Suparjo sangat mengharapkan, ketika akan menempatkan guru di desanya itu, jangan yang bukan penduduk setempat. “Sebab tidak ada yang bertahan lama mengajar di desa saya. Lebih baik berdayakan orang setempat, agar tidak ke mana-mana. Dan mereka lebih semangat untuk mengajar,” katanya.

Tugas Suparjo di SD Negeri 34 Kuningan itu mulai pukul 09.00. Sebelumnya, Ia rutin mengurus kebun sahangnya. Capek sudah pasti. Tetapi hal itu tidak mengendorkan semangatnya untuk mendidik generasi penerus bangsa di desanya.

“Saya mengajar sesuai kemampuan saya, tidak lebih dari yang benar-benar berpendidikan guru. Cuma saya berusaha bagaimana supaya anak-anak di desa saya itu pandai dan pintar, bisa melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi lagi. Hanya itu tekad saya,” tutup Suparjo.

 

Laporan: Antonius

Editor: Mordiadi