eQuator.co.id – Surabaya–RK. Pengunjung di Ruang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya tidak kuasa menahan air mata saat menyimak sidang Dahlan Iskan kemarin (13/12). Momen itu terjadi saat Dahlan membacakan sendiri eksepsi (keberatan) atas perkara yang didakwakan kepadanya.
Mereka terharu saat mengetahui pengorbanan Dahlan dalam menghidupkan PT Panca Wira Usaha (PWU) Jawa Timur yang ketika itu sekarat dan kini Dahlan justru diseret ke pengadilan karena dituduh melakukan korupsi. Tidak sedikit pengunjung sidang yang sebagian besar merupakan Dahlanis terisak dan menangis sesenggukan.
’’Mengapa Abah (sebagian Dahlanis memanggil Dahlan dengan sebutan Abah, Red) dibegitukan?’’ ucap seorang Dahlanis asal Sidoarjo dengan tersedu-sedu.
Dahlan kemarin memang menyusun eksepsi sendiri dan membacakannya sendiri. Selama 11 menit dia membacakan surat keberatan itu yang isinya mengaduk-aduk perasaan pengunjung sidang.
Salah satunya ketika Dahlan membeberkan rahasia pengorbanannya dalam menghidupkan PT PWU. Awalnya, Dahlan sempat bimbang karena rahasia itu merupakan bentuk pengabdiannya yang tulus. Namun, dia merasa terpaksa mengungkapkannya untuk membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan korupsi.
Salah satunya cerita Dahlan bahwa dirinya menjaminkan harta pribadinya ke bank agar mendapat pinjaman duit untuk pengembangan usaha PT PWU. Tanpa dikomando, pengunjung yang menyimak lantas berujar ooohhh…
Suasana semakin hening saat suara Dahlan tercekat ketika menyebut bahwa masih ada pengorbanan dirinya yang jauh lebih besar untuk membuat PT PWU tidak terpuruk. ’’Tapi, izinkan yang satu ini tidak saya ungkap agar masih ada tersisa sedikit pahala untuk saya di sisi Yang Mahakuasa,’’ ucap Dahlan dengan suara serak tapi masih sangat jelas terdengar dari bangku pengunjung sidang.
Keberatan yang disusun Dahlan membuat tiga tokoh nasional yang hadir larut dalam keheningan. Mereka adalah Abraham Samad, Effendi Gazali, dan Faisal Basri. Ketiganya yang duduk di bangku pengunjung paling depan sangat serius menyimak ketika Dahlan membacakan eksepsi. Tidak terhitung berapa kali mereka berbisik saat mendengar keberatan Dahlan yang isinya tegas tapi mengiris.
Setelah Dahlan, giliran tim pengacara yang membacakan eksepsi. Diawali oleh ketua tim Yusril Ihza Mahendra, tim pengacara Dahlan menyatakan bahwa Pengadilan Tipikor Surabaya tidak berhak menyidangkan perkara tersebut.
Alasannya, tuduhan penyelewengan terhadap Dahlan tidak masuk dalam delik pidana korupsi. Sebab, kerugian yang disebutkan jaksa bukan merupakan kerugian negara, tetapi kerugian perseroan. Karena itulah, pengadilan tipikor tidak berwenang mengadili perkara tersebut.
Yusril menjelaskan, Dahlan dianggap melakukan korupsi karena menjual aset PT PWU di Kediri dan Tulungagung. Dalam dakwaannya, jaksa menganggap aset PT PWU tersebut sebagai barang daerah. Karena itulah, penjualannya harus berdasar Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 11 Tahun 2001 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah. Isinya, pelaksanaan penjualan aset ditetapkan oleh keputusan kepala daerah dan harus mendapat persetujuan DPRD.
Menurut Yusril, berdasar Perda Nomor 3 Tahun 1999, aset Pemprov Jatim dalam PT PWU berbentuk saham. Jumlahnya 127.167.117 lembar saham. Sementara itu, objek tanah dan bangunan, sesuai dengan perda tersebut, merupakan kekayaan perseroan. Nah, berdasar surat keputusan menteri dalam negeri itu, lanjut Yusril, saham tidak termasuk kategori barang daerah.
’’Karena itulah, tuduhan jaksa bahwa penjualan lahan di Kediri dan Tulungagung bertentangan dengan kepmendagri adalah tidak berdasar,’’ tegasnya.
Karena objek tanah dan bangunan di Kediri serta Tulungagung tidak termasuk kategori barang daerah dan merupakan kekayaan PT PWU, segala perbuatan hukum yang dijalankan direksi perseroan tunduk pada anggaran dasar PT dan Undang-Undang Perseroan. Kalaupun dianggap ada kerugian, kerugian itu disebut kerugian perseroan, bukan kerugian negara.
Yusril menambahkan, sebagai bentuk pertanggungjawaban selaku direktur utama atas pelaksanaan program restrukturisasi aset, Dahlan telah melaporkannya kepada pemegang saham dalam RUPS PT PWU Jatim. Dari rapat tersebut pun, para pemegang saham menyatakan menerima laporan pertanggungjawaban itu dengan baik.
Selama dipimpin Dahlan, PT PWU tidak pernah mengalami kerugian. Pada awal Dahlan menjabat, nilai aset persero lebih dari Rp 200 miliar dan meningkat menjadi sekitar Rp 500 miliar saat Dahlan mengakhiri jabatan sebagai direktur utama.
Selama sembilan tahun menjabat, tidak ada hasil RUPS PT PWU yang menyebut Dahlan melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang melekat padanya karena jabatan atau kedudukannya sebagai direksi.
Keberatan lainnya, saat berstatus tersangka, Dahlan pernah mengajukan saksi meringankan untuk ikut diperiksa. Namun, hak itu tidak dipenuhi penyidik.
’’Tindakan penyidik melanggar hak asasi dan tidak dibenarkan secara hukum. Ini juga membuktikan bagaimana penyidik dalam melakukan pemeriksaan tidak menggunakan rumus objektivitas,’’ ungkapnya.
Bukan itu saja. Tim penasihat hukum juga membeberkan banyaknya manipulasi alat bukti yang dilakukan jaksa untuk menetapkan Dahlan sebagai tersangka dan menyeretnya ke pengadilan. Salah satunya, jaksa tidak bisa menjelaskan cara tindak pidana yang dilakukan Dahlan.
Yusril menyatakan, cara melakukan tindak pidana merupakan syarat materiil surat dakwaan. Misalnya, Dahlan didakwa melakukan perbuatan secara melawan hukum telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Hanya, surat dakwaan jaksa tidak menyebut secara cermat, jelas, dan lengkap bagaimana cara Dahlan melakukan perbuatan secara melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang.
Tim pengacara juga menilai, jaksa menafsirkan surat ketua DPRD Jatim tentang jawaban atas rencana penjualan aset PT PWU secara manipulatif sehingga menyesatkan. Dalam surat dakwaan, jaksa menganggap bahwa penjualan aset PT PWU dilakukan tanpa persetujuan DPRD dan keputusan gubernur Jatim, tetapi hanya berdasar surat dari ketua DPRD Jatim.
Yusril menjelaskan, surat DPRD Jatim itu merupakan jawaban atas surat yang dikirim Dahlan sehingga terkualifikasi sebagai persetujuan. Sebab, surat tersebut bukan surat pribadi seorang anggota DPRD yang berketepatan menjabat ketua dewan. Melainkan, surat yang dibuat dan dikeluarkan lembaga DPRD Jatim dengan ditandatangani pimpinan DPRD dalam jabatannya selaku ketua. Bahkan, isi surat tersebut berdasar hasil rapat dengar pendapat antara komisi C dan PT PWU.
’’Ini menyesatkan dan manipulatif dengan membuat tafsir sepihak dari penuntut umum tanpa didasari keilmuan yang cukup dari sisi ilmu hukum tata negara dan administrasi negara,’’ tuturnya.
Dalam surat dakwaan, jaksa juga menihilkan tahap pelepasan aset PT PWU untuk memaksakan pembuktian bahwa ada penyelewengan. Misalnya, jaksa menyebutkan bahwa penjualan aset tidak melalui tahap penafsiran harga aset. Padahal, dalam berkas acara pemeriksaan, jaksa memasukkan appraisal report (laporan penaksiran) ke dalam daftar barang bukti dan diberi nomor 105. Appraisal report tersebut dibuat PT Satyatama Graha Tara pada 23 Mei 2003.
’’Laporan appraisal itu ya isinya tafsiran harga,’’ tegas Yusril.
Manipulasi barang bukti juga dilakukan jaksa terkait dengan berita acara persetujuan pelepasan hak atas tanah dan peralatan mesin di Tulungagung. Dalam surat dakwaan, jaksa menganggap berita acara persetujuan tersebut tidak ada. Padahal, jaksa memasukkan berita acara tersebut ke dalam daftar barang bukti dengan nomor urut 3.
’’Bukti itu dengan sengaja diabaikan demi kepentingan penuntut umum menyusun cara-cara tindak pidana yang dilakukan terdakwa,’’ ujarnya.
Atas dasar itulah, tim pengacara Dahlan mengajukan sejumlah permohonan. Salah satunya memohon hakim menerima eksepsi tersebut. Selain itu, hakim diminta menyatakan Pengadilan Tipikor Surabaya tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut.
Hakim juga dimohon menyatakan bahwa surat dakwaan bernomor PDS–40/O.5.10/Ft.1/11/2016, tanggal 18 November 2016, tidak dapat diterima atau batal demi hukum. Selain itu, membebaskan terdakwa dari tahanan kota dan memulihkan nama baik, harkat, serta martabat terdakwa.
’’Menyatakan persidangan pemeriksaan perkara ini tidak dapat dilanjutkan,’’ ucap Yusril.
Di tempat terpisah, jaksa Nyoman Sucitrawan setelah sidang mengungkapkan, Dahlan Iskan sudah menggunakan haknya untuk menyampaikan eksepsi. Menurut dia, terdakwa bebas menyatakan apa pun dalam pembelaannya. Minggu depan giliran penuntut umum untuk memberikan tanggapan.
Nyoman tidak mau menjawab lebih detail soal berbagai sangkalan tim Dahlan. Mulai perkiraan harga dari tim appraisal yang dinihilkan sampai izin dari DPRD Jatim yang sudah dikantongi. Dia beralasan baru bisa menyampaikan jawaban pada sidangan Selasa (20/12). ’’Akan kami tanggapi semuanya. Kami uraikan secara lengkap nanti,’’ ujarnya. (Jawa Pos/JPG)