eQuator.co.id – Jakarta-RK. Sidang kasus dugaan penistaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan digelar hari ini di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara. Polri mempersiapkan pengamanan terhadap majelis hakim.
”Kami persiapkan pengamanan khusus untuk mereka,” terang Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divhumas Mabes Polri Kombespol Martinus Sitompul di kantor Divhumas kemarin.
Karena itu, lanjut dia, siapapun diharapkan tidak mengintervensi hakim dengan cara apapun. Pengunjung pun hanya dibatasi hanya 100 orang agar proses pengamanan berjalan lebih lancar.
”Semua kami amankan,” ujarnya. Karena sidang itu sangat kontroversial, Polri memilih pengamanan dilakukan dengan terbuka tertutup.
Pengamanan terbuka itu terdiri atas personel bersenjata yang berada di lokasi dengan terang-terangan. ”Tapi ada personel yang berbaur dengan pengunjung dan tidak bisa dikenali,” paparnya.
Berapa jumlah personel yang dikerahkan? Martinus menyatakan bahwa jumlah personel akan sangat dinamis bergantung dari dinamika yang ada. ”Kemungkinan membutuhkan personel yang banyak,” tuturnya.
Disebutkan, pengamanan akan dibagi dalam empat ring kawasan. Empat ring tersebut semuanya dilakukan pengamanan. ”Yang pasti, yang terdekat menjadi prioritas,” ujarnya.
Selain pengamanan, Polri juga akan melakukan rekayasa lalu lintas. Namun, semua itu bergantung berapa jumlah pengunjung sidang. Kalau banyak masyarakat yang menunggu di luar sidang, tentu akan dilakukan rekayasa lalu lintas.
”Semua dilakukan saat melihat kondisi lapangan,” terangnya.
Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) juga angkat bicara mengenai persidangan Ahok yang digelar hari ini. Khususnya yang terkait dengan penyiaran sidang kepada masyarakat luas, mengingat persidangan Ahok memang menjadi hal yang paling ditunggu-tunggu masyarakat.
“AJI meminta media bijak dalam menyiarkan sidang kasus bernuansa SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan) mengingat dampak kasus ini sangat besar,” kata Ketua Umum AJI Suwarjono kemarin.
Menurut dia, media memang punya kewajiban menyiarkan berita sebagai bagian dari fungsinya untuk memenuhi kebutuhan publik akan informasi. Menyiarkan proses persidangan sepanjang dibolehkan pengadilan, adalah bagian dari kebebasan pers. Namun dia juga mengingatkan soal tanggung jawab lainnya, yaitu menjaga kepentingan yang lebih besar.
“Karena itu, penting bagi media untuk mempertimbangkan dampak positif atau negatifnya. Untuk isu SARA, saya berharap media tidak mengejar rating atau jumlah penonton, bisnis, atau untuk memenuhi keinginan politik yang berperkara. Namun juga mempertimbangkan efek yang muncul akibat pemberitaan,” kata dia.
Ketua Bidang Penyiaran AJI Indonesia Revolusi Riza menambahkan, kasus yang menimpa Ahok bukan semata kasus pidana biasa. Kasus itu tergolong sensitif dan bisa membahayakan kebhinekaan bangsa ini jika tak dikelola dengan tepat.”Peran media cukup besar dalam soal ini,” kata Revo, sapaan akrab Revolusi.
“Siaran media yang proporsional dan sesuai KEJ diyakini akan mampu memenuhi kebutuhan publik akan informasi atas kasus itu tanpa mengorbankan kebhinekaan bangsa ini,” tambahnya.
AJI, kata Revo, meminta media untuk menjadikan kepentingan publik dan bangsa sebagai pertimbangan utama, daripada soal faktor rating atau perolehan iklan yang bisa didapatkan dari pemberitaan kasus itu. Pihaknya juga meminta media berkaca pada siaran live sidang kasus Jessica Kemala Wongso, yang diadili karena diduga menjadi pembunuh Mirna Salihin dengan racun sianida.
Siaran live sejumlah media penyiaran dalam kasus itu tak semata berisi siaran jalannya sidang, tapi juga diimbuhi dengan pandangan atau komentar dari pengamat dan pihak luar. Ada persidangan di luar pengadilan yang pengaruh ke publik sangat besar. Pemberitaan soal itu membuat media dikritik berat sebelah dan malah ada yang menudingnya sebagai trial by the press.
Revo juga mengingatkan, perilaku tak patut yang (meskipun) dilakukan segelintir awak media –yang menomorsatukan rating, perolehan iklan, dan cenderung mengabaikan KEJ-akan mencoreng citra pers secara keseluruhan, dan mengancam kebebasan pers yang sedang coba kita pertahankan. “Kita harus berkaca dan introspeksi dari kritik publik itu,” tambahnya. (Jawa Pos/JPG)