eQuator.co.id – Jakarta-RK. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) berpesan agar Kepolisian berhati-hati dalam menangani kasus dugaan makar kepada negara yang melibatkan sejumlah aktivis. Pasalnya, penanganan kasus tersebut berpotensi dapat menjadi buah simalakama bagi Kepolisian tidak dilakukan dengan tepat.
“Kalau salah penyidik itu punya dua resiko. Pertama resiko menghadapi internal dan resiko menghadapi masyarakat,” kata Komisioner Kompolnas Yotje Mende usai menemui Menko Polhukam Wiranto di Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat (Jakpus), Kamis (8/12).
Yotje mengatakan bahwa Komponas akan selalu mengawasi jalannya proses penyidikan kasus makar yang saat ini ditangani oleh penyidik Polda Metro Jaya. Penyidik, lanjutnya, harus bersikap profesional dan melakukan penyidikan sesuai dengan koridor hukum.
“Tidak boleh terpengaruh dengan arus bawah, arus samping atau arus atas. Karena memang sesuai dgn Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 Kompolnas sebagai pengawas fungsional Polri,” tuturnya.
Disinggung mengenai adanya beda perlakukan dari penyidik terhadap para tersangka kasus dugaan makar, pensiunan polisi berpangkat akhir Inspektur Jenderal Polisi tersebut menjelaskan bahwa penyidik pasti telah memiliki pertimbangan.
Seperti yang telah diberitakan, dari 11 tersangka kasus makar yang ditangani Polda Metro Jaya, hanya tiga tersangka yang ditahan. Mereka adalah Sri Bintang Pamungkas, Jamran, dan Rizal Koba. Sedangkan delapan tersangka lainnya yakni Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Dirza Husein, Eko, Alvin Indra, Rachmawati Soekarnoputri, dan Ahmad Dhani dipulangkan. Alasan penyidik terkait beda perlakuan tersebut dinilai sangat subjektif.
“Jadi begini saya ini juga bekas penyidik. Ada hal-hal yang menjadi pertimbangan khusus penyidik. Mungkin di sini ada. Kita pun tidak bisa memaksa supaya penyidik mau menjelaskan ini,” tuturnya.
Yotje enggan memberikan komentar terkait proses penangkapan terhadap 11 orang dengan tuduhan makar tersebut. Dia berdalih tidak mau melangkahi kewenangan penyidik.
“Jika ada yang merasa dirugikan termasuk masyarakat, terbuka luas untuk mempraperadilankan polisi. Silakan saja itu kan hak pihak yang merasa dirugikan. Tapi memang ada ketentuannya,” imbuhnya. (Jawa Pos/JPG)