Pelancong Muslim Jadi VVIP

Melancong ke Taiwan saat Negeri Itu ’’Jatuh Hati’’ kepada Asia Tenggara

EKSOTIS. CEO Agriculture Business Division Sugar Corporation Fang Jin Kuo menunjukkan bunga kemasan dari Tainan City yang akan diekspor ke berbagai negara. Rozi-Jawa Pos

eQuator.co.id – Di bawah kepemimpinan Presiden Tsai Ing-wen, Taiwan memantapkan diplomasi new southbound policy (kebijakan ke arah selatan). Indonesia pun menjadi partner penting dalam berbagai bidang.

Sabtu siang (26/11), tiga remaja tanggung mengunjungi Masjid Agung Taipei (Taipei Grand Mosque). Mereka seperti tengah piknik. Tas kecil melintang di leher. Secara bergantian, mereka berfoto. Beberapa pejalan kaki yang melintas tidak diacuhkan. Begitu melihat Jawa Pos, mereka cepat-cepat menghampiri.

Mula-mula mereka meminta diambilkan foto dan bergaya di halaman masjid. Mereka lalu bertanya. ’’Anda muslim? Kelihatannya iya kan?’’ tanya Kathy, salah seorang di antara mereka.

Selanjutnya mereka justru melontarkan banyak pertanyaan tentang Islam. Sebagian ringan. ’’Apakah Bapak setiap hari ke masjid? Apa sih sebenarnya Islam itu?’’ tanya mereka bertubi-tubi.

Berikutnya, mereka membidik hal-hal yang terkesan juga ringan. Namun, sebenarnya isinya mendalam untuk seukuran pelajar setingkat SMP. Misalnya, apakah makna Islam dan peran muslim bagi kemanusiaan.

Mengapa mereka begitu antusias? Tiga siswi tersebut mengaku sedang menggarap tugas sekolah. Bentuknya riset. Pantas saja mereka merekam pertemuan itu di kamera DSLR yang disetel video. Perhatian kalangan pendidikan kepada Islam tersebut sejalan dengan kepedulian Pemerintah Taiwan kepada kehidupan muslim di sana sekarang.

Selama ini warga Taiwan dibebaskan dalam memilih kepercayaan. Di Republic of China (ROC) itu, kehidupan muslim yang jumlahnya menempati urutan kelima terbanyak menunjukkan atmosfer positif. Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Taiwan menilai syiar Islam di sana berkembang kian pesat. Pemerintah Taiwan memberikan kebebasan berekspresi. Sekarang semakin banyak muslimah berjilbab yang dapat ditemui di mana-mana. Mereka merasa nyaman menunjukkan identitas kemuslimannya.

Kenyamanan muslim tersebut juga dirasakan wisatawan muslim yang berkunjung ke Taiwan. Kemitraan dengan umat muslim dinilai sebagai kerja sama yang menjanjikan. Populasi muslim di dunia diperkirakan mencapai lebih dari 1,5 miliar jiwa. Terlebih yang terbesar berada di kawasan Asia Tenggara, selain Timur Tengah.

Aktivis PCINU Taiwan Aris Kusumo Diantoro membenarkan bahwa Pemerintah Taiwan sangat antusias dengan keberadaan muslim. Terbukti, tersedia fasilitas-fasilitas untuk salat di bandara dan stasiun kereta api. Pemberian izin tempat untuk kegiatan umat muslim pun dipermudah.

Direktur Hubungan Internasional Departemen Pariwisata Taiwan Eric Lin menyatakan, Pemerintah Taiwan menempuh banyak langkah untuk meningkatkan lingkungan yang ramah bagi muslim. ’’Kami melakukan banyak pekerjaan dalam beberapa tahun terakhir. Sekarang muslim bisa bepergian ke mana saja dengan berbagai kemudahan,’’ katanya di Taipei pada Jumat (25/11).

Kemudahan itu, antara lain, memperoleh makanan halal. Sekitar lima tahun lalu, hanya ada 15 restoran dan hotel yang memiliki sertifikat halal. Sekarang jumlahnya menjadi 93 restoran.

Eric Lin memastikan restoran-restoran tersebut memperoleh sertifikat halal dari Chinese Muslim Association (CMA) Taiwan. Sebagian di antara mereka, konon, belajar soal sertifikasi halal itu dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). ’’Ada tanda halal di restoran yang sudah mengantongi sertifikat itu,’’ paparnya.

Pencantuman tanda halal tersebut juga membantu penganut agama lain yang, misalnya, tidak suka makan babi. Di restoran yang tidak mencantumkan tanda halal, mereka akan menjawab dengan ramah. Apakah makanan di situ boleh dikonsumsi muslim atau tidak.

Banyak promosi makanan halal yang dilakukan di Taiwan. Ada juga pameran produk halal di Taiwan, Indonesia, hingga Prancis. Pada Juni 2016 lalu, ada ekspo makanan halal yang diikuti produsen makanan halal dari berbagai negara. Di kawasan Masjid Taichung City, ada tradisi kumpul-kumpul dan makan bersama para TKI di Taiwan.

Untuk akses ibadah, Eric menyebutkan, kini ada tujuh masjid besar di sana. Sementara itu, di Taipei ada Taipei Grand Mosque, Taipei Cultural Mosque, Dayuan Mosque, dan Masjid At-Taqwa yang dibangun pasangan Taiwan-Indonesia. Semakin banyak pula tempat ibadah lain di kantor, kampus, stasiun kereta, rumah sakit, bandara, maupun sekretariat komunitas muslim di sana.

Ada tanda khusus yang berbentuk bulan sabit dan bintang dengan tulisan muslim prayer room. ’’Kami ingin lebih banyak lagi wisatawan muslim. Kami ingin memperlakukan setiap wisatawan sebagai VVIP,’’ jelasnya.

Indonesia adalah Mitra Dagang Penting

Selain mengejar devisa dari industri wisata halal, Taiwan berupaya meningkatkan perdagangan dengan tetangga-tetangganya di selatan. Infrastruktur fisik dan nonfisik dibangun untuk mendukung perdagangan internasional.

Seorang lelaki asal Turki masuk ke Grand Mosque, Taipei City, pada Sabtu pagi (26/11). Lelaki bernama Riefat itu melepas sepatu. Kemudian, dia menjalankan salat dua rakaat. Tampaknya, dia salat Tahiyat Masjid, persis di belakang tempat imam. Setelah itu, dia keluar lagi ke depan pintu.

Riefat senang karena tidak terlalu sulit menemukan tempat ibadah dan tempat makan selama berkunjung ke Taiwan. Guide membawa Riefat mengunjungi beberapa restoran halal di Taipei. Baik restoran India, Pakistan, maupun resto steak dan kebab.

’’Kebab di sini enak juga. Saya tidak membayangkan rasanya seperti ini,’’ ujar lelaki 41 tahun yang juga menyempatkan diri singgah ke salah satu restoran halal di Taipei tersebut. Riefat juga sempat mengunjungi beberapa masjid lain. ’’Jaraknya memang agak jauh. Tapi, tidak mengapa, bukan masalah,’’ katanya.

Turis-turis asing, termasuk muslim, merasakan kenyamanan ketika mengunjungi objek-objek wisata di Taiwan. Departemen Pariwisata Taiwan menyebutkan, pada 2015, kali pertama dalam sejarah jumlah turis yang mengunjungi Taiwan sekitar 10 juta orang. Yang paling banyak adalah wisatawan dari Asia. Jumlahnya sekitar 80 persen.

Di antaranya, 4,1 juta orang dari Tiongkok; 1,6 juta orang Jepang; 1,5 juta orang Hongkong; dan sekitar 1,7 juta orang ASEAN. Dari Indonesia, ada sekitar 180 ribu orang. ’’Saya yakin pada 2016 ini jumlahnya naik. Sebab, kami melakukan banyak upaya dan promosi,’’ tutur Direktur Hubungan Internasional Departemen Pariwisata Taiwan Eric Lin.

Bidang pariwisata hanyalah salah satu prioritas program implementasi kebijakan new southbound policy pemerintah Taiwan di bawah Presiden Tsai Ing-wen. Banyak program lain yang digagas. Yaitu, bidang investasi dan perdagangan, pendidikan dan pertukaran tenaga ahli, alih teknologi, serta pengelolaan sumber daya alam.

Kerja sama bidang perdagangan yang sudah sangat baik dengan negara-negara ASEAN makin diperkuat. Deputi Dirjen Biro Perdagangan Internasional Taiwan Chern-Chyi Chen menyatakan bahwa sektor perdagangan merupakan tumpuan ekonomi Taiwan.

’’Kontribusinya bagi gross domestic product (GDP) Taiwan sangat tinggi,’’ ungkap Chen saat ditemui wartawan Asia Tenggara yang berkunjung ke kantornya di Taipei pada Rabu (23/11). Angkanya lebih dari 90 persen.

Chen mengungkapkan, komoditas perdagangan antara Taiwan dan negara-negara Asia Tenggara sangat banyak. Mulai barang-barang konsumsi, kerajinan, suku cadang kendaraan, peralatan elektronik dan mesin teknologi tinggi, hingga internet.

Sejauh ini Taiwan memiliki hubungan kerja sama perdagangan yang baik dengan negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Volume perdagangan antara Taiwan dan Indonesia mencapai USD 8,93 miliar pada 2015. Perinciannya, ekspor USD 3,03 miliar dan impor USD 5,90 miliar.

’’Kami masih defisit hampir USD 2,9 miliar,’’ jelas Chen.

Produk yang diimpor Taiwan dari Indonesia, antara lain, minyak sawit, hasil pertanian, makanan olahan, hingga gas alam. Taiwan mengekspor mesin, produk elektronik, dan perangkat teknologi canggih lain ke Indonesia.

’’Tentu saja, Indonesia adalah mitra dagang yang sangat penting,’’ tegasnya.

Kebijakan new southbound policy diharapkan mampu terus mendongkrak nilai hubungan kedua negara. Steve Chan, negosiator Office of Trade Negotiations Executive Yuan, menuturkan bahwa pemerintah Taiwan memantapkan kebijakan luar negerinya dengan new southbound policy.

Upaya-upaya menggandeng negara-negara ASEAN dan Asia Selatan pun diperkuat. Kerja sama itu diharapkan bisa mengarah pada terwujudnya sebuah kawasan perdagangan bebas antara ASEAN plus Taiwan. Termasuk dengan negara-negara Asia Selatan, Selandia Baru, dan Australia.

Dalam kerja sama tersebut, Taiwan siap mendukung kapasitas industri negara-negara mitra, penguatan distribusi, dan penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas. Baik di bidang teknologi, kesehatan, budaya, pariwisata, maupun pertanian dan pangan.

Pemerintah Taiwan menyebut Indonesia sebagai salah satu mitra dagang terpenting. Kerja sama kedua negara sudah terjalin baik dalam perdagangan dan investasi.

Investor kedua negara berpotensi besar menjalin kerja sama untuk mencapai kemakmuran kedua wilayah. Untuk investasi, pemerintah Taiwan memiliki Taiwan Sugar Corporation (TSC) di Tainan City. Korporasi tersebut mengembangkan beragam diversifikasi bisnis. Ada industri peternakan, pertanian, bioteknologi, hypermarket, minyak, perhotelan dan wisata, properti, serta pengembangan lahan. TSC telah dan siap terus mengembangkan sayapnya ke berbagai negara.

Taiwan juga punya kawasan industri megah bernama Southern Taiwan Science Park (STSP) di Tainan City. Kawasan industri milik pemerintah Taiwan itu mempunyai lahan ribuan hektare dan mudah dijangkau berbagai akses. Selain itu, pasokan listrik dan air melimpah. Termasuk ketersediaan sumber daya manusia (SDM) andal dan siap pakai dari berbagai perguruan tinggi di sekitarnya. Berbagai perusahaan besar, terutama yang berbasis teknologi tinggi, telah menempati kawasan tersebut. (*/Jawa Pos/JPG)