eQuator.co.id – Surabaya–RK. Entah karena terburu-buru atau memang memaksakan diri, materi surat dakwaan untuk Dahlan Iskan yang dibuat jaksa penyidik Kejati Jatim tidak sesuai atau justru bertentangan dengan isi berita acara pemeriksaan (BAP) para saksi. Hal tersebut terungkap setelah tim kuasa hukum Dahlan mempelajari surat dakwaan dan BAP yang diterimanya.
Dari dua berkas tersebut, ditemukan sejumlah kejanggalan yang sangat fatal. Sebab, materi dua berkas tersebut ternyata bertentangan. ”Sudah kami inventarisasi semuanya,” kata juru bicara Dahlan, Mursyid Murdiantoro.
Salah satu yang fatal adalah kerangka dasar pelanggaran yang dilakukan Dahlan sehingga harus dimejahijaukan. Menurut Mursyid, dalam surat dakwaan disebutkan, Dahlan melakukan pertemuan dengan Wisnu Wardhana alias WW (kepala Biro Aset PT Panca Wira Usaha/PWU Jawa Timur), Sam Santoso (pembeli), dan Oepojo Sardjono (pembeli) di sebuah rumah makan di Surabaya pada 2003.
Jaksa menyebutkan, dalam pertemuan itu mereka membahas lahan di Kediri dan Tulungagung yang akan dijual. Juga, mereka bersepakat soal harga dua lahan tersebut.
Materi itu, menurut Mursyid, sama sekali tidak ditemukan dalam keterangan para saksi di BAP. Misalnya, Oepojo disebut sebagai salah satu pihak yang ikut hadir dalam pertemuan dan membahas harga. Dalam BAP, Oepojo sama sekali tidak menerangkan pertemuan yang membahas penjualan lahan dan kesepakatan harga.
Dalam BAP, Oepojo malah mengaku baru mengenal Dahlan setelah transaksi lahan di Kediri pada 3 Juni 2003. Oepojo juga memastikan tidak melakukan negosiasi harga maupun perundingan apa pun yang terkait dengan pembelian lahan tersebut.
Sam Santoso dalam BAP juga menyampaikan hal yang berbeda dengan yang ditulis jaksa dalam dakwaan. Dalam BAP, Sam sama sekali tidak menerangkan pertemuan dengan Dahlan, WW, dan Oepojo di rumah makan. Dalam BAP pula, dia tidak menjelaskan adanya kesepakatan harga lahan dari pertemuan tersebut.
Keterangan lebih tegas diucapkan WW. Di BAP, WW malah menegaskan tidak pernah mempertemukan pembeli dengan Dahlan. Termasuk mempertemukan Sam, yang merupakan pembeli lahan tersebut, dengan Dahlan.
Mursyid mengatakan, materi itu merupakan rekayasa jaksa untuk mengonstruksikan seolah-olah ada pengaturan harga lahan oleh Dahlan dengan pembeli. Meski sebenarnya hal itu tidak pernah ada. ”Bukti nyatanya, saksi yang disebutkan jaksa ikut pertemuan ternyata tidak pernah menerangkan seperti itu. Malah mereka membantahnya,” ucapnya.
Padahal, materi tersebut sangat mendasar. Sebab, seharusnya surat dakwaan berdasar keterangan para saksi yang tertuang dalam BAP. Mursyid mempertanyakan sumber data sehingga jaksa membuat cerita tentang adanya pertemuan tersebut.
Bukan itu saja. Jaksa juga berusaha mengaburkan fakta pelepasan lahan tersebut sehingga tidak terlihat secara utuh. Misalnya anggapan jaksa bahwa pelepasan lahan itu tidak memiliki izin dari DPRD Jatim. Jaksa menyebut pelepasan lahan itu hanya berdasar surat dari ketua DPRD Jatim tentang izin penjualan dan pembelian aset PT PWU.
Menurut Mursyid, pengaburan fakta tersebut dilakukan dengan cara tidak meminta keterangan anggota DPRD Jatim selaku pihak yang mengeluarkan izin jual-beli aset PT PWU. Dalam BAP, sama sekali tak terlihat adanya anggota dewan yang dimintai keterangan.
Padahal, dalam surat ketua DPRD Jatim tersebut, terdapat sumber izin itu, yakni berasal dari rapat komisi C. Berdasar hasil rapat tersebut, pelepasan lahan itu bisa diproses sesuai mekanisme Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas (PT).
”Memang ketua DPRD yang tanda tangan sudah meninggal. Tapi, peserta rapat di komisi C saat itu masih ada. Kenapa tidak dimintai keterangan?” ujarnya.
Mursyid menambahkan, dalam surat dakwaan itu, jaksa menyebutkan hanya sedikit sekali materi yang terkait dengan Dahlan. Yaitu, perihal pertemuan untuk membahas penjualan dan kesepakatan harga sebelum lelang serta tidak adanya izin dari DPRD Jatim.
Materi sisanya hanya tuduhan-tuduhan yang bersifat teknis dan tidak menjadi tupoksi Dahlan sebagai direktur utama PWU. Padahal, tuduhan itu seharusnya dialamatkan kepada tim penjualan dan tim restrukturisasi aset.
”Masak penafsiran, appraisal, survei lokasi, dan lelang jadi tanggung jawab Dirut?” ujarnya.
Semua dakwaan jaksa tersebut akan diuji dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya mulai hari ini. Hari ini merupakan sidang kedua kasus tersebut dengan agenda pembacaan dakwaan. Dalam sidang pertama Selasa lalu (29/11), hakim menunda sidang karena jaksa belum memberikan salinan BAP kepada Dahlan. Karena itu, Dahlan belum bisa menunjuk pengacara.
Kasipenkum Kejati Jatim Richard Marpaung tak mau mengomentari banyaknya typo dan kejanggalan dalam dakwaan untuk Dahlan Iskan. Telepon dan SMS yang ditujukan Jawa Pos kepada Richard tidak mendapat respons sama sekali. Padahal, sebelumnya dia sempat menjanjikan bahwa nomor kerjanya aktif 24 jam dan siap untuk dihubungi tanpa diskriminasi. (Jawa Pos/JPG)