Tak Bayar Pajak Rp3,6 Miliar, Pengusaha Mempawah Dijebloskan ke Penjara

KONPRES. Konferensi pers terkait dititipkannya warga Kabupaten Mempawah ke Lapas Kelas 2A Pontianak, Kamis (17/11) sore. Gusnadi-RK

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Dua tahun terakhir, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Kalbar gencar melakukan ‘gijzeling’ atau penyanderaan terhadap penunggak pajak. Terakhir, akibat menunggak pajak senilai Rp3,6 miliar, Kanwil DJP Kalbar menjebloskan DPL, 41, pengusaha toko bangunan dan kontraktor asal Kabupaten Mempawah ke lembaga pemasyarakatan (Lapas) kelas 2A Pontianak.

“Pemblokiran, pencekalan, penyanderaan, penyitaan, dan pelelangan itu semua adalah tindakan penagihan yang diatur di UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Itu semua adalah tindakan penagihan yang kita lakukan untuk mencarikan piutang pajak yang sudah diselesaikan dan dihitung oleh pemeriksa,” ujar Kepala Kanwil DJP Kalbar Slamet Sutantyo, ketika menggelar konferensi pers di Lapas kelas 2A Pontianak, Kamis, (17/11) sore.

Dijelaskannya, jika wajib pajak sampai dengan jatuh tempo ketetapannya tidak melunasi pajaknya, maka diberi tindakan penagihan berupa pemblokiran atau penyitaan asetnya. Kemudian bisa dilakukan pencekalan ke luar negeri. Terakhir, dilakukan penyanderaan di mana penanggung pajak dijebloskan ke dalam rumah tahanan negara. Baik pencekalan maupun penyanderaan dilakukan dalam waktu enam bulan.

“Wajib pajak bisa segera dilepaskan atau dicabut pencekalannya apabila sudah dilakukan pelunasan pembayaran utang pajak tersebut,” tegasnya. Tindakan penyanderaan merupakan salah satu upaya terakhir terhadap wajib pajak. Meski begitu, hal ini memang jarang dilakukan. Kendati begitu, dari 2015 hingga 20016, pihaknya mencatat masih ada empat wajib pajak yang menjadi target pihaknya lantaran menunggak pajak melebihi Rp100 juta.
“Saham berangkutan tidak bisa dipindahkan tangankan, dialihkan serta dilimpahkan kesiapapun. Dasarnya adalah, kita memiliki data yang sumbernya dari KPP Mempawah,” pungkasnya.

Slamet menilai, tindakan penyanderaan ini efektif. Biasanya wajib pajak tidak berlama-lama di dalam rumah tahanan, ia langsung melunasi piutangnya. “Jadi tindakan penyanderaan adalah alternatif kami sepanjang wajib pajak memenuhi syarat tertentu untuk diajukan penyanderaan. Jadi wajib pajak cukup jera,” cetusnya.

Selain penyanderaan ketentuannya menunggak minimal Rp100 juta, juga dinilai tidak mempunyai itikad baik untuk melunasi utangnya. Jika punya itikad baik tapi belum ada uang untuk melunasinya, maka wajib pajak tidak akan disandera.

“Itu dua syarat harus akumulatif,” tandasnya. “Sebetulnya seakan-akan pidana tapi harus dibedakan hukuman penjara dengan sandera penjara. Kalau penyanderaan ini sebetulnya adalah pelaksanaan undang-undang hukum perdata,” timpal Slamet.

Sementara itu Kepala Divisi Permasyarakatan Lapas Kelas 2A Pontianak, Windu menuturkan, dalam penyanderaan dan penahanan ini, pihaknya tidak membedakan ruangan tahanan dengan narapidana lainnya. Hanya saja, penunggak pajak ini menempati ruangan khusus.
“Perlakuannya sama saja. Tapi kita ada ruang khusus yang namanya ruang sandera yang akan diberlakukan sampai pada batas waktu yang ditentukan,” tutupnya.

 

Laporan: Gusnadi

Editor: Arman Hairiadi