eQuator.co.id – JAKARTA – RK. Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, pemerintah harus waspada terhadap penerimaan pajak tahun depan. Sebab, tahun ini penerimaan pajak sangat bergantung pada tax amnesty.
“Kalau saya bandingkan, penerimaan pajak di luar tax amnesty itu dapat angka Rp 772 triliun. Growth-nya hanya 0,82 persen. Tax amnesty memang naik, tapi tax conventional stagnan. Jadi, ada risiko penerimaan pajak tahun depan lebih rendah daripada tahun ini,” tuturnya di Hotel Indonesia Kempinski, Rabu (16/11).
Menurut Chatib, pemerintah seharusnya lebih dulu melakukan reformasi pajak sebelum mengadakan tax amnesty. Namun, karena terdesak kebutuhan anggaran, pemerintah lebih dulu memilih tax amnesty.
Untuk bisa melakukan ekstensifikasi, Chatib menilai, pemerintah harus menambah sumber daya manusia di jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Soalnya, jumlah petugas pajak masih terbatas. Dia mencontohkan, Singapura memiliki dua ribu petugas pajak untuk mengurusi lima juta penduduk.
“Di Indonesia ada 250 juta penduduk, jumlah tax officer-nya harus seratus ribu kalau mau seperti Singapura. Realitanya hanya delapan ribu yang lulus akuntansi. Setiap satu account representative menangani tiga sampai empat ribu orang. Jadi, asetnya nggak mungkin bisa benar-benar diperiksa satu-satu,” papar Chatib.
Hal lain adalah masih rendahnya kepercayaan wajib pajak (WP) terhadap pemerintah, khususnya DJP. Mereka ragu apakah pajak yang dibayarkan dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah. Hal itu menjadi salah satu faktor rendahnya realisasi dana repatriasi.
Hambatan lain adalah risiko nilai tukar jika mereka menaruh uangnya di Indonesia.
“Ada risiko uncertainty dari policy pemerintah. Karena itu, wajib pajak hanya declare dengan tarif dua persen, tapi uangnya nggak mau dikembalikan (ke Indonesia, Red),” urainya.
Untuk itu, Chatib meminta pemerintah memprioritaskan perluasan basis dari program pengampunan pajak.
Sebab, menjelang berakhirnya periode kedua tax amnesty, jumlah tambahan WP dari program tersebut baru 19 ribu orang.
“Jadi, yang penting adalah jumlah tax base-nya naik. Bukan hanya soal repatriasi atau dana tebusan,” tuturnya.
Pemerintah juga harus bekerja keras untuk menambah WP baru dari program pengampunan pajak. Dengan hanya belasan ribu tambahan pembayar pajak, penerimaan negara tahun depan bisa terancam. Sebab, tahun depan pemerintah tidak bisa lagi mengandalkan penerimaan tax amnesty.
“Kalau tax payer yang baru tidak terlalu banyak, berarti volume (jumlah pajak yang dibayarkan, Red) harus diperbesar. Sebab, ada risiko dari penerimaan pajak secara nominal flat,” imbuhnya.
Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo membenarkan pernyataan Chatib. Dia mengakui, tanpa tax amnesty, penerimaan pajak tahun depan tidak akan jauh berbeda dengan pola penerimaan pada 2015. Artinya, penerimaan pajak tidak akan terlalu tinggi secara nominal.
Karena itu, pertambahan jumlah WP baru yang sangat sedikit, cukup mengkhawatirkan.
“Hal tersebut harus jadi perhatian pemerintah supaya basis pajak bisa meningkat signifikan. Sosialisasi harus lebih masif menyasar kelompok yang tidak patuh. Setidaknya harus ada deterrent effect dengan pemeriksaan atau penyidikan yang hasilnya besar,” jelas Prastowo. (jpnn)