Godok Opsi Kenaikan Harga Elpiji 3 Kg

ilustrasi. net

eQuator.co.id – Pemerintah berencana mengubah sistem distribusi elpiji 3 kilogram (kg) secara bertahap mulai 2017. Namun, sampai sekarang, belum ada formula baku yang digunakan agar distribusi elpiji melon tersebut tepat sasaran ke keluarga miskin. Cara baru yang sedang digodok adalah menaikkan harga elpiji 3 kg.

Wakil Direktur Utama Pertamina Ahmad Bambang menyatakan, saat ini elpiji 3 kg digunakan oleh 59 juta kepala keluarga (KK). Jumlah itu terhitung banyak mengingat aturan membolehkan elpiji 3 kg dikonsumsi oleh keluarga dan industri mikro. ’’Padahal, sudah jelas, berdasar data dari TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan), yang berhak sekitar 20 juta KK,’’ katanya kemarin (8/11). Direksi yang juga menjabat Plt direktur pemasaran tersebut mengungkapkan, Pertamina nanti perlu memotong distribusi lebih dari separo pengguna supaya tepat sasaran.

Dia mengakui, tidak mudah membatasi pendistribusian elpiji 3 kg. Salah satu cara yang mempunyai probabilitas keberhasilan tinggi, membuat harga elpiji 3 kg lebih mahal daripada sekarang. Seperti diketahui, umumnya, elpiji 3 kg dijual dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditentukan pemda. Umumnya, harganya mencapai Rp 16 ribu sampai Rp 18 ribu.

Menurut Abe, sapaan Ahmad Bambang, jika elpiji 3 kg dijual sesuai harga pokok produksi, tidak akan jauh berbeda dengan elpiji jenis bright gas 5,5 kg. ’’Tapi, masyarakat miskin yang terdata tetap beli dengan murah. Pakai kartu khusus,’’ katanya.

Abe menjelaskan, cara tersebut lebih baik daripada di pasaran nanti ada dua harga elpiji 3 kg. Yakni, harga subsidi yang tetap sesuai HET dan harga normal. Alasannya, tidak ada yang bisa memantau. Jadi, yang digunakan lebih baik mekanisme subsidi langsung. ’’Kartunya nanti hanya bisa untuk beli elpiji 3 kg,’’ tuturnya.

Untuk informasi, saat ini pemerintah memberikan subsidi per kg elpiji senilai Rp 4 ribu. Angka itu memang bisa berganti sesuai harga dari Saudi Aramco. Jika tidak ada subsidi, secara kasar, harganya naik Rp 12 ribu per tabung.

Menurut dia, Pertamina sudah berbicara dengan Ditjen Migas. Cara tersebut kemungkinan bisa diterapkan di Bali atau Madura. Uji coba di wilayah itu dilakukan sebagai pencegahan agar elpiji dari daerah lain tidak masuk. Wilayah tersebut dipilih karena mudah menerapkan sistem online. Sebab, jaringan internet mudah ditemukan.

Selain soal elpiji 3 kg, Abe juga menyampaikan perkembangan terkait dengan BBM satu harga. Terutama di daerah terluar yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Pihaknya sudah menjalin kerja sama dengan anak usaha Petronas untuk mendistribusikan BBM. ’’Bisa saling impor, sudah dapat izin,’’ terangnya.

Maksud cara itu, BBM yang diedarkan di Krayan, Kalimantan Utara, misalnya, akan diambil dari Serawak, Malaysia. Meski bensin yang diambil merupakan milik negeri jiran, harga yang dilepas sama dengan nasional. Di daerah Malaysia yang susah dijangkau, tetapi dekat dengan Pertamina, bensinnya dipasok BUMN energi tersebut. ’’Ini hanya berlaku di perbatasan. Jauh lebih murah bagi kami ketimbang mengirimkan BBM pakai pesawat ke perbatasan,’’ ungkapnya. Selama ini, Pertamina harus mengeluarkan biaya distribusi Rp 30 ribu per liter. Melalui mekanisme itu, ongkos distribusi bisa turun jadi Rp 10 ribu per liter.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa BBM satu harga akan dilanjutkan pada 2017. Bukan hanya di Maluku, Maluku Utara, ada 20 region, terutama pulau-pulau kecil seperti Pulau Enggano, Bengkulu. Pertamina disebut harus mengeluarkan Rp 1 triliun per tahun untuk memberikan subsidi BBM satu harga di seluruh Indonesia. (dim/c20/agm)