eQuator.co.id – Reformasi hukum yang digalakkan pemerintah belum sepenuhnya menyasar kejahatan sektor kelautan. Merujuk catatan Kementerian dan Kelautan (KKP), penanganan kapal pelaku illegal fishing masih berjalan lambat. “Saya harapkan pemerintah dalam melakukan reformasi hukum dapat menjalankannya secara tegas,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta kemarin (8/11).
Yang menjadi sorotan baru-baru ini adalah pengusutan kasus 9 kapal penangkap ikan ilegal di Benoa, Bali. Sembilan kapal itu yakni KM Fransisca, KM Naga Mas Perkasa 20, KM perintis Jaya 19, KM Surya Terang 07, KM Fransisca 8, KM Maya Mandiri 128, KM TKF 8, KM Putra Bahari 18, dan KM Bintang Kejora. Penangangan tindak pidana kapal-kapal tersebut merupakan lanjutan hasil inspeksi mendadak yang dilakukan Susi saat kunjungan kerjanya ke Benoa, Bali, pada 2 Agustus.
Dalam sidak itu ditemukan dugaan praktik tindak pidana perikanan. Antara lain modifikasi (ganti baju) kapal eks asing, beroperasi menggunakan dokumen kapal dalam negeri, kabur ke luar negeri tanpa proses deregistrasi, dan kapal lokal yang tidak tertib dokumen. “Sebagaimana yang saya katakan saat sidak di Benoa, upaya penegakkan hukum tidak diskriminatif. Maka selain pelaku lapangan seperti nakhoda, upaya penegakkan hukum juga menyentuh direksi perusahaan,” ungkapnya.
Sejauh ini, Susi berkoordinasi dengan Satgas 115 dan tim gabungan melalui pendekatan multidoor dengan tidak hanya menggunakan UU No 31/2004 tentang Perikanan. Tetapi juga menggunakan UU No 17/2008 tentang Pelayaran dan KUHP. “Pemerintah melakukan gebrakan reformasi hukum, terutama dalam menghadapi pungli, juga penyelesaian illegal fishing,” tuturnya.
Reformasi dan percepatan hukum itu juga diharapkan menyelesaikan kasus illegal fishing sebelumnya. Seperti kasus kapal-kapal milik PT Sino Indonesia Shunlida Fishing (SINO). Sebanyak 10 kapal milik perusahaan tersebut ditangkap pada 8 Desember 2014. Namun, kasusnya sampai saat ini belum selesai. “Padahal sudah ada gelar perkara di level kasasi Mahkamah Agung. Saya harap dengan reformasi hukum kasusnya segera selesai,” lanjutnya. Kasus Silver Sea 2 juga diharapkan cepat selesai. Susi mengakui, penyelesaian kasus besar seperti kapal Silver Sea 2 butuh keberanian. Untuk itu, tim Satgas 115 akan berkoordinasi langsung dengan Mahkamah Agung (MA). “Sekarang kami menunggu penetapan kasus SS 2. Yang membuat sedikit ganjalan dalam penegakkan hukum skala raksasa. Kami akan tingkatkan kordinasi dengan MA”, tuturnya.
Selain upaya penegakkan hukum, KKP juga melakukan upaya perbaikan tata kelola dokumentasi/administrasi kapal perikanan melalui Gerai Perizininan di Pelabuhan Benoa, Bali. “Peminat gerai perizinan cukup besar. Itu dilihat dari jumlah izin yang telah diterbitkan pada satu kali pembukaan gerai. Yaitu sebanyak 65 izin dengan rincian 21 SIUP dan 44 SIPI,” lanjutnya.
Gerai perizinan merupakan bentuk pelayanan publik dari KKP kepada pemilik yang kapal-kapalnya terindikasi mark down. Mulai April hingga September 2016, jumlah izin yang diterbitkan melalui Gerai Perizinan sebanyak 878. (tyo/oki)