eQuator.co.id – Mendikbud Muhadjir Effendy menyoroti pembelajaran sejarah di sekolah. Kecenderungannya pembelajaran sejarah masih bersifat ceramah. Sehingga tujuan utama belajar sejarah untuk menyerap dan menghayati belum muncul.
Sorotan Muhadjir terhadap proses pembelajaran sejarah itu ia sampaikan dalam pembukaan Konferensi Nasional Sejarah (KNS) ke-X di Jakarta kemarin. Acara yang diikuti pakar, pemerhati, komunitas, dan guru sejarah ini dibuka Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani.
Muhadjir menjelaskan perbaikan pembelajaran sejarah sejalah dengan semangat baru Kemendikbud untuk menerapkan pendidikan berbasis karakter. Khususnya untuk jenjang SD dan SMP. ’’Format pembelajaran akab berubah. Pembelajaran tidak padat, diisi banyak ceramah di kelas,’’ tuturnya.
Dia mencontohkan untuk pembelajaran sejarah, sudah bukan eranya lagi guru bercerita di depan para siswa. Sebaliknya siswa harus dilibatkan untuk berimajinasi masuk ke dalam babak demi babak sejarah. Baik itu sejarah sebelum kemerdaan, setelah kemerdekaan, atau sejarah era reformasi.
’’Model paling mudah untuk diterapkan adalah dengan role playing atau bermain peran,’’ katan mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu. Menurut Muhadjir dalam model pembelajaran bermain peran itu, siswa dilibatkan langsung untuk menjadi tokoh-tokoh dalam cerita sejarah. Kemudian ditampilkan dalam sebuah panggung dan dibimbing oleh guru sejarha.
Bagi Muhadjir dengan cara seperti itu, maka pembelajaran sejarah akan mendapatkan tempat lebih terhormat. Selain itu anak-anak bisa lebih mudah untuk meresapi dan menghayati makna sejarah. Dia mengakui bahwa model role playing bukan barang baru. Sudah diterapkan di sekolah-sekolah. Muhadjir hanya ingin model yang baik ini diterapkan di banyak sekolah.
Menko PMK Puan Maharani mendukung upaya Kemendikbud untuk memperbaiki pembelajaran sejarah. ’’Rasa nasionalisme telah terkikis,’’ katanya. Harus diperbaiki kembali. Apalagi proklamator Soekarno menuturkan, jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Puan menjelaskan memperkuat sejarah bagi anak-anak mudah sangat penting. Sehingga meskipun anak muda masa kini ikut organisasi atau pergaulan modern, tidak lupa dengan jati diri, budaya, dan sejarahnya. ’’Mendalami makna sejarah. Bukan sekedar romantisme sejarah,’’ tandasnya. (wan)