eQuator – SEKADAU-RK. Byarpet aliran listrik, tidak selamanya dikritik masyarakat. Sebagian warga bahkan mengaku bisa memaklumi kondisi itu. Salah satunya diungkapkan Nursyomsi, aktivis Muslim Forever, Sewak, Desa Mungguk, Sekadau Hilir.
“Kita sebagia warga juga harus memaklumi kesusahan yang dialami PLN itu. Dulu, bertahun-tahun PLN hidup tanpa mati, kita tidak pernah memberikan pujian. Giliran mati sebentar, kita langsung mengumpat,” ucap Samsi, saat dimintai komentarnya, kemarin.
Samsi meyakini, para pegawai PLN tentu tidak mengingkan pemadaman aliran listrik. Namun kendala gangguan pohon dan mereka harus berhadapan dengan masyarakat yang menuntut ganti rugi, maka pemadaman pun tidak dapat dielakkan.
“Disini butuh perhatian pemerintah daerah, lembaga adat, perusahaan, aparat keamanan dan masyarakat itu sendiri. Bahkan Pemda dan lembaga adat, baik Melayu, Dayak maupun Tionghoa, harus ikut memberikan perhatian. Jangan malah melempem,” ulasnya.
Pemda, kata Samsi, harus melakukan pendekatan kepada perusahaan sawit agar mau merelakan pohon sawit mereka yang terkena jaringan kabel listrik untuk digusur. Demikian juga dengan lembaga adat, harus melakukan pendekatan kepada masyarakat adatnya masing-masing untuk mau merelakan pohon sawit milik pribadinya demi kepentingan yang lebih besar.
“Yang punya akses dengan perusahaan dan masyarakat secara langsung itu kan pemerintah, aparat keamanan dan lembaga adat. Pemerintah daerah setidaknya bisa menekan perusahaan. Jika tidak mau, persulit saja izinnya,” cetus Samsi.
Samsi menyarankan agar pemerintah daerah, perusahaan, lembaga adat, dan aparat keamanan duduk satu meja. “Memang tidak boleh juga dibiarkan seperti ini. Apalagi saling menyalahkan. Karenanya, semua element yang ada harus duduk satu meja. Cari solusinya bersama-sama,” tukas Samsi. (bdu)