eQuator.co.id – Jakarta-RK. Rencana aksi demonstrasi 4 November yang memprotes pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama diduga akan ditunggangi. Tidak hanya penetapan status siaga I, Polri yang telah mendeteksi ancaman itu juga mengerahkan personil dari luar DKI Jakarta. Ada Indikasi kelompok teror ingin memanfaatkan aksi demonstrasi tersebut.
Dari informasi yang beredar menyebutkan, hasil rapat antara Kapolri Jenderal Tito Karnavian dengan Korps Brimob terdapat sejumlah kejanggalan dalam aksi demonstrasi 4 November. Yakni, akan terjadi kerusuhan dari Balai Kota hingga Istana Negara. Kemungkinan perancang aksi berasal dari Sukoharjo, Solo, Klaten dan Jawa Tengah.
Yang mengkhawatirkan, ada informasi bahwa pada pelaku teror sudah menyiapkan rencana aksi dengan bom dan sebagainya. Bahkan disebutkan, para pelaku telah masuk ke ibukota Jakarta awal pekan ini.
Indikasi kerusuhan itu makin ditegaskan dengan penebalan personil Brimob. sesuai surat telegram nomor STR/779/x/2016 tertanggal 27 Oktober 2016, sebanyak 57 kompi atau 5.700 personil Brimob dikerahkan ke Jakarta. Semua personil itu diwajibkan tiba Sabtu (29/10) dan Minggu (30/10).
Personil Brimob itu berasal dari dari 15 polda. Yakni, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Lampung, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Banten dan Daerah Istimewa Jogjakarta.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, memang ada indikasi provokasi yang dilakukan untuk mengancam ketertiban saat pelaksanaan memberikan pendapat di muka umum pekan depan. Indikasi itu dapat terbaca dari berbagai komunikasi di media sosial.
”Maka saya himbau jangan sampai terprovokasi,” jelasnya.
Memang, kondisi saat ini bertumpuk-tumpuk. Ada dugaan pidana yang dilakukan seseorang, ada pula momentum pemilihan kepala daerah (Pilkada). Namun begitu, tentunya kondisi semacam itu jangan sampai dimanfaatkan untuk melakukan pidana saat berdemonstrasi. ”Jangan sampai ada pihak yang mengambil kesempatan melakukan pidana,” terangnya.
Tito menegaskan, bila demonstrasi itu dilakukan dengan anarkis. Maka, kepolisian memiliki prosedur yang harus ditempuh. ”Kalau dilakukan dengan damai, tanpa kekerasan tentu akan kami lindungi. Tidak akan ada kekerasan dari aparat kepolisian,” ujarnya ditemui di Bundaran Hotel Indonesia pasca membuka acara sidang Interpol.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra dikabarkan akan ikut ambil bagian dalam demonstrasi tersebut. Yusril menuturkan, pihaknya berharap aksi demonstrasi pada Jumat (4/11) bisa berjalan lancar dan damai. Tidak sampai ada persoalan saat demo berlangsung. Dia menuturkan semua orang yang ingin turun ke jalan pada Jumat itu diharapkan bisa tetap menjunjung tinggi hukum negara, hukum Islam serta demokrasi.
”Agar tidak terjadi benturan-benturan,” ujar Yusril saat dihubungi kemarin (30/11).
Dijelaskan Yusril, menyatakan pendapat di muka umum itu dijamin oeleh undang-undang dan menjadi hak siapa saja. Apalagi, informasi yang dia ketahui polisi sudah memberikan izin demo yang berkaitan dengan dugaan penistaan agama itu. ”Karena menyatakan pendapat itu hak kan,” ungkapnya.
Terkait dengan kabar Yusril menjadi salah satu orang yang akan ikut serta dalam demo itu dia enggan menanggapinya. Dia menuturkan akan memberikan penjelasan tertulis lebih lengkap. ”Besok ya (hari ini, red) saya jelaskan dengan tulisan,” ujarnya singkat.
Terpisah, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan, demo merupakan hak warga negara yang harus dihormati dan dijamin secara demokratis. Namun, aksi masa itu harus dilakukan secara tertib, damai, dan bermartabat sesaui dengan hukum yang berlaku.
Pihak kepolisian tidak perlu berlebihan dalam menghadapi para pendemo agar suasa tetap normal dan wajar. Selain itu, dalam pengamanan, polisi tidak perlu melibatkan satuan ormas.
“Agar tidak terjadi gesekan di antara kedua belah pihak,” terang dia saat dihubungi Jawa Pos kemarin (30/10).
Menurut dia, demo itu dilakukan berkaitan dengan kasus yang dianggap pelecehan dan penistaan agama. Jadi, papar tokoh yang tinggal di Jogjakarta itu, kepolisian dan instistusi penegak hukum lainnya harus bertindak objektif. Yaitu, dengan menegakkan hukum secara adil dan tidak pandang bulu.
Dia pun meminta pemerintah agar tetap netral dan menjadi wasit yang baik dalam menghadapi gesekan atau dinamika politik pilkada. Jangan sampai pemerintah menjadi pemain.
“Termasuk di DKI Jakarta,” ucapnya. Jika pemerintah bersikat netral, maka pilkada akan berjalan jurdil dan tidak akan diwarnai suasana yang panas.
Haedar juga mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan menjaga situasi kehidupan berbangsa dengan cerdas, dewasa dan berkeadaban mulia. Para tokoh bangsa dan pejabat negara hendaknya mengedepankan jiwa kenegarawanan dan keteladanan, sehingga dapat menjadi panduan moral bagi masyarakat dalam bersikap dan bertindak sesuai nilai-nilai utama.
Dia menambahkan, dalam demo yang akan dilaksanakan pada 4 November nanti, tidak boleh ada masa yang membawa atribut Muhammadiyah. Sebab, mereka yang datang adalah warga negara. “Muhammadiyah tidak terlibat dalam demo,” tegas dia.
Imbauan serupa juga datang dari Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU). Mereka juga melarang menggunakan atribut NU dalam demonstrasi besar-besaran itu. “Yang mengikutinya tidak boleh bawa lambang NU dan tidak boleh anarkis,” ujar Rais Syuriah PBNU KH Ahmad Ishomuddin kemarin.
Bahkan dihimbau bagi para anggota NU untuk tidak ikut serta dalam demonstrasi tersebut. Lantaran diduga kuat akan membawa dampak yang kurang baik bagi masa depan bangsa. ”Dianjurkan tidak mengikutinya karena demi menghindarkan mafsadah (kerusakan) besar terhadap negara,” tambah dia.
PBNU sudah membuat maklumat dan disebarkan ke seluruh penjuru tanah air. Maklumat bertajuk pesan moral itu berisi tetnang himbauan untuk menjaga keberagaman dan toleransi antara umat agar tidak ada perpecahan. (Jawa Pos/JPG)