Operasi Serentak, Tujuh WNA Diamankan di Pontianak dan Singkawang

Selera Perempuan Taiwan Tinggi, Prianya Cari Jodoh ke Kalbar

JELAJAHI JODOH. Su Kuo Tung, WNA asal Taiwan, yang mencari cinta di Kalbar kini ditahan di Imigrasi Kelas I Pontianak Jalan Sutoyo, Jumat (28/10). JUNIUS AMBROSIUS

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Banyak motif orang asing menyerbu Indonesia. Dari cuma melancong hingga ditawari pekerjaan. Namun, ada satu alasan klasik bagi pria Taiwan untuk datang ke Kalbar: mencari pasangan hidup.

Su Kuo Tung nama pria Taiwan itu. Dia sudah cukup berumur namun belum ada perempuan Tiongkok yang mau menjadi istrinya. Walhasil, Kuo Tung mengejar peruntungan jodohnya sampai ke Kalbar. Sayang, dalam upayanya tersebut, pria berusia 41 tahun ini ditangkap dalam operasi serentak Tim Koordinasi Pengawasan Orang Asing (Pora) dan Imigrasi Kelas I Pontianak, Kamis (27/8).

Pria kelahiran Taipei City itu ditangkap karena penyalahgunaan izin tinggal di Indonesia. Berdasarkan pengakuannya, banyak perempuan di Taiwan. Tapi, selera lawan jenisnya di sana sangat tinggi.

“Mereka (para perempuan Taiwan) lebih memilih pria yang sudah bekerja atau mapan,” ungkap Kuo Tung di Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak, Jalan Sutoyo.

Tak banyak yang bisa ditangkap dari omongannya. Terkendala perbedaan kebiasaan berkomunikasi. Kuo Tung tak dapat berbicara bahasa Indonesia maupun Inggris. Sementara pihak Imigrasi tak menyediakan penerjemah. Beruntung, salah seorang awak media, Alin, memahami bahasa Mandarin.

Kuo Tung ditangkap tak sendiri. Di tempat terpisah di Pontianak, tiga warga negara (WNA) lainnya juga diamankan Imigrasi. Mereka punya tujuan tersendiri datang ke Indonesia. Zhao Ying Da, asal Tiongkok, melanggar Peraturan Daerah Pontianak. Buang sampah sembarangan.

Tapi, dia datang ke Indonesia bukan mencari perempuan idaman hati. “Saya jalan-jalan ke sini, saya sering ke Indonesia,” ungkap pria berusia 23 tahun itu sambil menunjuk cincin tanda pernikahan di jarinya.

Dijelaskan Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Kalbar, Malfa Asdi, penangkapan WNA tersebut bagian dari “Operasi Gerakan Serentak Penegakan Hukum Keimigrasian” di seluruh Indonesia. Dimulai pukul 20.00-00.00, Kamis (27/10).

“Ada dua WNA asal Tiongkok dan dua asal Taiwan yang ditangkap. Yang asal Tiongkok ditangkap karena melakukan pelanggaran hukum, tidak mematuhi aturan yang ada di Indonesia (melanggar Perda) dan dua asal Taiwan terkait pelanggaran keimigrasian karena izin tinggal,” terangnya kepada para wartawan saat mengekspos hasil operasi penangkapan WNA, kemarin.

Lanjut Asdi, dua WNA asal Tiongkok tersebut ditangkap Satpol PP Kota Pontianak, kemudian diproses persidangan di pengadilan negeri setempat. Langkah akhir ya diserahkan ke Imigrasi untuk dideportasi. Kini, dua orang tersebut menunggu tiket pemulangan.

“Urusan WNA, Imigrasi telah diberikan mandat oleh konstitusi,” tegasnya.

Operasi dari Imigrasi ini juga mengamankan WNA di Singkawang yakni dua orang Filipina dan Bangladesh. Plus seorang asal Malaysia yang ditangkap di Entikong, Sanggau.

Menurut Asdi, wilayah Imigrasi Singkawang meliputi Bengkayang lebih rawan karena berbatasan langsung dengan Malaysia. Dua WNA yang ditangkap di wilayah tersebut karena pelanggaran keimigrasian juga.

“WNA asal Filipina diduga memalsukan dokumen kependudukan, dia telah memiliki identitas penduduk daerah setempat, ini masih kita kembangkan termasuk berkoordinasi dengan dinas terkait yang mengeluarkan itu (Catatan Sipil),” bebernya.
Penangkapan WNA di Singkawang diamini Kepala Kantor Imigrasi Klas II B setempat, Huntal H Hutauruk didampingi Kasi Wasdakim, Jose Rizal, Jumat (28/10). Identitas WNA tersebut masing-masing John Dinar asal Filipina, Anil Sarkar dari  Bangladesh dan Mohd Shah Johan alias Jojo berkebangsaan Malaysia.

“Jojo masuk ke Indonesia tanpa memiliki dokumen dan izin tinggal yang sah,” ujar Huntal.

Sedangkan Anil Sarkar memiliki identitas seperti e-KTP, SIM dan kartu pencari kerja. E-KTP juga dimiliki Jhon Dinar. Uniknya, Dinar bahkan punya kartu anggota salah satu partai politik di Indonesia.

Ditegaskan Imigrasi, tiga orang asing ini telah melanggar Undang-Undang Keimigrasian Pasal 109 ayat 1 KUHAP, lantaran masuk ke Indonesia melalui jalur tikus, tanpa melalui pemeriksaan pos-pos Imigrasi. Selama menjalani proses lidik, kata Huntal, ketiga orang asing ini akan diinapkan di ruang Detensi Imigrasi Kelas II Singkawang.

“Kita tunggu saja hasil penyidikan nanti. Setelah itu, barulah kita menentukan langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan kepada tiga orang asing ini,” tegasnya.

Ia mengatakan, mana yang sudah menjadi kewenangan keimigrasian maka itulah yang akan ditindaklanjutinya. “Terkait dengan adanya kepemilikan e-KTP, SIM maupun kartu anggota Partai, maka kita akan melakukan koordinasi dengan instansi dan partai politik yang bersangkutan,” tutur Huntal.

Ia menambahkan, terkait dengan warga Malaysia atas nama Lau Eou Chung alias Pabayo Lau yang sempat diamankan pihaknya bersama Timpora Kalbar, saat ini sudah dititipkan di Lapas Kelas II B Singkawang.

“Proses penyidikannya hampir finish, dan berkas penyidikan juga sudah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Singkawang. Jadi, kita hanya tinggal menanyakan saja, apakah sudah masuk tahap P-21 atau belum,” ujarnya.

Apabila berkas yang pihaknya ajukan sudah P-21, kata Hutauruk, maka dalam waktu dekat akan masuk ke persidangan.

Dalam kesempatan itu, John (44), mengakui kesalahannya saat masuk ke Indonesia. Warga Filipina ini masuk ke Indonesia lantaran bekerja sebagai operator alat berat di Kabupaten Bengkayang.

“Sudah 3 tahun saya bekerja sebagai operator alat berat di Bengkayang,” tuturnya.

Bahkan dirinya pun sudah mendapatkan istri asal Indonesia. Juga dikaruniai dua orang anak.

Senada, dua warga asing lainnya, yakni Anil Sarkar dan Jojo. “Saya kerja bawa truk angkutan material seperti batu dan pasir. Istri saya orang Bengkayang,” ujar Anil.

Sementara, Jojo mengaku bekerja sebagai pemulung sambil menservis barang-barang elektronik. “Masuk ke Bengkayang lewat Tanjung Pinang bersama istri,” tutur pria Malaysia ini.

Laporan: Junius Ambrosius dan Suhendra

Editor: Mohamad iQbaL