eQuator.co.id – Orang Pontianak bangga dengan wisata kuliner warung kopinya yang membahana. Yang Cetaaar. Ada di semua penjuru kota. Tapi, penikmat kopi sejati dari belahan lain Nusantara menyebutnya encer. Inilah asal dari riwayat Kopi Goncang.
Iman Santosa, Pontianak
Sekilas, tak tampak bahwa sebuah rumah di Jalan Abdurrahman Saleh, Komplek Bapindo, Pontianak, adalah warung kopi. Selain sebuah banner bertuliskan “Di sini tersedia Kopi Goncang”, orang-orang yang lewat pun tidak akan tahu bahwa di bangunan satu lantai yang juga markas Pontianak Archery Club tersebut menyajikan kopi spesial.
Begitu masuk, deretan meja-meja kursi kayu di ruang tamu rumah itu menyambut. Sederhana. Sama dengan warung kopi kebanyakan. Namun, dari meja-meja kursi ini, halaman belakang bangunan terlihat.
Di situ, arena panahan Pontianak Archery Club berada. Sembari menikmati seduhan kental kopi Robusta yang disajikan dengan sungguh-sungguh, bisa menyaksikan serunya orang-orang yang tengah belajar memanah.
David Teguh Marpaung lah arsitek dari lahirnya Kopi Goncang. Melihat ramainya pemanah pemula yang menunggu giliran untuk memanah, ia lantas memulai sebuah warung kopi yang sejatinya telah dirancang sejak lama. Berjalan hampir dua bulan, warung kopi yang buka setiap hari dari pukul 7 pagi hingga 7 malam itu kini mulai banjir peminat.
Tapi, kecintaan David pada kopi berawal dari pengalaman yang unik. Bermula ketika ia merantau ke Jakarta. Suatu ketika, David berkunjung ke sebuah gerai kopi milik salah seorang pakar kuliner ternama.
Mengingat begitu populernya warung kopi di Pontianak, ia kemudian membanggakan pada pakar kuliner tersebut tentang bagaimana enaknya kopi Pontianak. Tapi respon dari si pakar kuliner membuatnya nyaris tak percaya.
“Dia bilang, ‘enak apanya? kopi encer begitu,’” tutur David menirukan ucapan Si Pakar Kuliner, Sabtu (22/10).
Sejak itu, angkatan pertama SMA Taruna Bumi Khatulistiwa ini mencoba menyelami dunia kopi lebih dalam. Selama di Jakarta, ia melawat satu warung kopi ke warung kopi lainnya. Tentu, untuk mempelajari seperti apa proses mendapatkan kopi yang enak.
Kata dia, sebagian besar kopi di Pontianak berbeda jenis dengan yang disajikan Coffe Shop di Jakarta. Warung-warung kopi di Pontianak pada umumnya menyediakan jenis Robusta.
“Rasanya datar, jadi nggak ada sensasi acidnya. Rasanya atau after tastenya nggak ada, jadi dia datar aja, beda dengan Arabica yang punya ‘rasa’,” jelasnya.
Namun, Robusta unggul dalam hal harga. Murah. Karena itu, sering kali dianggap sebagai kopi yang lebih merakyat,
“Kalau kopi Arabica paling nggak secangkir itu bisa 20-30 ribu,” ungkap David.
Ia mencontohkan beberapa gerai kopi ternama yang berani membanderol dengan harga tinggi. Sayangnya, menurut David, sudahlah harga kopi Robusta itu murah, kebanyakan warung kopi di Pontianak menghadirkannya dengan asal-asalan.
“Kopi Robusta itu tidak membutuhkan penanganan yang ribet. Karena rasanya yang nggak macam-macam tadi, prosesnya juga nggak perlu yang macam-macam,” papar dia.
Hal ini berbeda dengan kopi Arabica yang penyeduhannya saja membutuhkan beragam cara. Tentu, sesuai jenis dan hasil akhir yang ingin dicapai.
Kopi Goncang adalah perspektif David berdasarkan pengalamannya bersentuhan dengan dunia kopi selama beberapa tahun belakangan. Dengan Kopi Goncang, ia ingin menghadirkan sebuah sentuhan kopi yang merakyat namun dikerjakan sangat serius.
Janjinya, dalam setiap cangkir Kopi Goncang terkandung bahan-bahan terbaik yang terukur cermat. Biji kopi yang digunakan pun didatangkan langsung dari salah satu produsen kopi di Jawa Timur.
“Biji kopi itu hanya yang sudah matang, kemudian di-roosting (sangrai) dengan perhitungan yang tepat. Itu yang kita gunakan,” beber David.
Tidak hanya biji kopi, bahan-bahan penunjang pun harus dipilih yang memang terbaik. Air, misalnya, harus memiliki kandungan mineral dan Ph tertentu demi mencapai hasil optimal.
“Karena kita udah riset dan coba hampir setahun dengan berbagai air mineral. Dan yang sekarang inilah yang paling memuaskan,” terangnya.
Ia menyayangkan, biji kopi yang diproses dengan baik dari kebun langsung belum pernah ditemuinya di Kalimantan Barat. Proses roosting pun, disebut David, kebanyakan masih melakukannya sembarangan.
“Banyak di sini (warung kopi) yang kopinya gosong ketika proses roosting,” ucap Alumnus Politeknik Negeri Pontianak (Polnep) ini.
Itu sebabnya, ia berharap suatu saat kelak bisa memiliki mesin roosting sendiri. “Kalau sudah ada mesin roosting sendiri, barulah merambah kopi Arabica,” tukasnya.
Meski punya visi untuk juga menyediakan kopi Arabica, warung kopinya sendiri tidak akan beralih dari kopi Robusta.
“Karena perspektif yang ditawarkan oleh Kopi Goncang itu tadi, kopi yang merakyat tapi dikerjakan dengan serius. Untuk yang Arabica itu dalam plan bisnis yang berbeda,” ujar pria kelahiran Sekadau tersebut.
Runtutan pembuatan Kopi Goncang sendiri terbilang unik. Ada proses mengguncang yang dilakukan ketika menyeduh. David menuturkan, agar gas CO2 dalam racikan kopi keluar semua.
Cara ini, selain untuk meraih perpaduan rasa yang sempurna, juga untuk mencegah rasa tak enak di perut setelah mereguk secangkir minuman hitam bernama latin Coffea canephora itu. “Begini, pengeluaran gas yang tidak sempurna waktu menyeduhnya itu yang bikin orang jadi kembung setelah minum kopi,” tegas David.
Sejauh ini, sambutan mereka yang mencoba kopi buatannya cukup positif. Rakyat Kalbar pun merasakannya. Bagi David, meracik kopi dengan konsisten akan menentukan apakah Kopi Goncang bisa bersaing dengan warung kopi lain.
“Coba liat Asiang atau Aming (pemilik warung kopi yang tenar di Pontianak) sudah generasi ke berapa, mereka bisa seperti sekarang ya karena konsistensi itu,” tandasnya. (*)