eQuator.co.id – Pontianak-RK. Sebanyak 660 ribu hektar lahan gambut di Kalbar akan direstorasi. Khususnya lahan yang rusak parah akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) 2015 lalu.
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG), Nazir Foead menuturkan, konsep restorasi yang dilakukan, memperbaiki tata air dan menanam kembali lahan yang sudah rusak. Adanya tanaman bisa menjaga kelembaban lahan. Jika lahan kering, maka di musim kemarau bisa berpotensi terbakar.
“Jenis tanamannya yang dipilih pun yang bernilai ekonomis dan bisa dibudidaya,” kata Nizar dalam Rapat Koordinasi Teknis Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) Provinsi Kalbar, di Hotel Mercure Pontianak, Kamis (20/10).
Sejauh ini, dari hasil pengamatan langsung dan laporan yang diterimanya, tanaman yang cocok seperti sagu, nanas aloevera, kopi jenis khusus tanaman gambut, kelapa dalam bukan hibrida. “Dengan tanamannya yang bernilai ekonomis, masyarakat bisa ikut terlibat di dalamnya,” ungkap Nizar.
Wakil Gubernur Drs. Christiandy Sanjaya, SE, MM mengatakan, ekosistem gambut di Indonesia saat ini mengalami banyak kerusakan. Khususnya sejak dua dekade terakhir. Bahkan berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Rusaknya ekosistem gambut ini dikarenakan berbagai aktivitas. Seperti konversi lahan gambut untuk lahan perkebunan, transmigrasi, pertanian, kehutanan (hutan tanaman industri) dan lainnya. “Mengakibatkan hilangnya vegetasi diatasnya,” ungkap Christiandy.
Selain itu, rusaknya ekosistem gambut sering juga dikarenakan adanya kegiatan membuka lahan dengan cara membakar. Dampaknya lebih parah, menyebabkan kerusakan ekosistem gambut secara besar-besaran. Begitu juga di Kalbar, sebagai salah satu provinsi yang memiliki lahan gambut yang luas, mencapai 1,68 juta hektar.
“Kalbar telah aktif dalam upaya mengurangi kerusakan ekositem gambut akibat kegiatan manusia. Salah satunya, membentuk tim restorasi gambut melalui Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 236/blhd/2016 tentang Pembentukan Tim Restorasi Gambut Provinsi Kalimantan Barat,” jelas Christiandy.
Surat Keputusan Gubernur tentang pembentukan Tim Restorasi Gambut Kalbar tersebut telah disahkan sejak 21 april 2016 lalu. Beranggotakan berbagai stakeholder, pemerintah daerah, akademisi, lembaga swadaya masyarakat dan asosiasi swasta.
“Kita menyadari bahwa upaya menanggulangi kerusakan ekosistem gambut membutuhkan kerjasama dan dukungan dari semua stakeholder terkait,” ujar Christiandy.
Restorasi yang dilakukan tidak hanya gambut, tetapi juga masyarakat. Sehingga kawasan gambut yang direstorasi bisa dipergunakan untuk kesejahteraan masyarakat. “Jadi ada sisi lainnya untuk ketahanan pangan masyarakat,” katanya.
Dicontohkan Wakil Gubernur Christiandy, di wilayah Pontianak Utara. Aloevara yang ditanami di lahan gambut menjadi contoh pemanfaatkan lahan yang bernilai ekonomi.
“Sehingga apa yang sudah dibudidayakan, harus dimanfaatkan untuk ketahanan pangan dan dijaga,” harapnya.
Lahan gambut di Kalbar seluas 1.680.134 hektar. Sekitar 11,2 persen dari luas Kalbar, yakni 14,68 juta hektar. Lahan gambut itu berada di antaranya Kabupaten Ketapang seluas 637,305 hektar, Kapuas Hulu 322,500 hektar, Kubu Raya 292,665 hektar dan Landak 114,214 hektar.
“Adanya kerjasama ini, tentu kita harapkan dapat menentukan langkah bersama dalam pengelolaan usaha gambut yang berkelanjutan,” ucap Christiandy.
Tak dapat dipungkiri, ekosistem gambut merupakan bagian dari sumberdaya alam yang mempunyai banyak fungsi. Tercatat beberapa fungsi dari ekosistem gambut, pelestarian sumberdaya air, peredam banjir, pencegah meluapnya air laut dan pendukung berbagai kehidupan atau keanekaragaman hayati. Kemudian pengendali iklim (melalui kemampuanya dalam menyerap dan menyimpan karbon dan sebagainya).
Upaya aktif lainnya yang dilakukan Pemprov Kalbar dan stokehakfer, diluncurkannya hasil perhitungan frel (forest reference emission level) pada Agustus lalu di Mexico, pertemuan tahunan GCF Task Force (Governors climate change and forest Task Force).
Pada pertemuan tersebut, Gubernur Kalbar telah meluncurkan laporan hasil perhitungan FREL, merupakan acuan dalam perhitungan emisi berbasis hutan dan lahan. Salah satunya perhitungan emisi karbon di ekosistem gambut. “Hal ini adalah salah satu bentuk capaian dan upaya dukungan Kalimantan Barat, untuk melakukan pengelolaan gambut yang berkelanjutan,” tegas Christiandy.
lndonesia adalah salah satu negara yang memiliki lahan gambut yang luas. Berdasarkan interpretasi citra satelit, Indonesia memiliki lahan gambut tropis terluas di dunia, sekitar 21 juta hektar atau 11,48 persen dari luas daratan Indonesia yang tersebar, terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua.
Lahan gambut di Indonesia yang tersebar di pulau Sumatera seluas 8,9 juta ha (34,8 persen), pulau Kalimantan 5,8 juta hektar (22,7 persen) dan pulau Irian seluas 10.9 juta hektar (42,6 persen). Di wilayah Sumatera, sebagian besar gambut berada di pantai timur. Sedangkan di Kalimantan ada di provinsi Kalimantan Barat, Tengah dan Selatan.
Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang memiliki manfaat yang sangat besar terhadap kehidupan manusia. Sehinga dipandang perlu untuk dilindungi.
Laporan: Isfiansyah
Editor: Hamka Saptono