Pilkada, Ketika Politikus (Benar-benar) Jadi Beban Negara?

Headline
DISKUSI. Salah Seorang Komisioner KPU Kota Pontianak, Deni Nuliadi, bincang-bincang dengan sejumlah media di Warung Pucuk, Jalan Johar Pontianak, Selasa (3/11). GUSNADI -RK

eQuator – Gara-gara menanggung beban biaya politik para politikus yang berambisi jadi kepala daerah, anggaran untuk melaksanakan pemilihan mereka pun jadi membengkak. Lihatlah postur budget Pilkada Kota Pontianak 3 tahun lagi yang mencapai Rp40 milyar. Ada kenaikan signifikan, lebih dari 200 persen dibanding pemilihan sebelumnya.

“Belum diketahui secara pasti, tapi kemungkinan dana Pilkada 2018 akan besar daripada 2013 lalu. Ini disebabkan beberapa aturan yang baru, yang salah satunya alat peraga kampanye ditanggung Negara atau KPU. Untuk total belum kita dapatkan dan kemungkinan bisa naik sekitar 200 sampai 300 persen atau menjadi sekitar Rp40 milyar, tapi ini masih sebatas draf saja,” ujar Komisioner KPU Pontianak, Deni Nuliadi, Selasa (3/11), saat menggelar pertemuan dengan sejumlah media di Jalan Johar.

Pembengkakan biaya, lanjutnya, terjadi setelah keluarnya aturan baru tentang pelaksanaan suksesi kepala daerah. Perubahan anggaran merupakan amanat Undang-Undang nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada, tentang perubahan Perpu nomor 01 tahun 2015 dan perubahan Perpu nomor 01 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur/Bupati/Walikota.

“Alat peraga kampanye itu meliputi baliho, spanduk, poster, dan lain sebagainya. Yang kita perkirakan untuk delapan calon angkanya cukup besar,” ungkap Deni.

Tak hanya itu, gendutnya anggaran Pilkada juga diakibatkan bertambahnya waktu tahapan pelaksanaan. “Kalau 2013 hanya delapan bulan, tapi sekarang menjadi 12 bulan,” jelasnya.

Perubahan aturan terkait politikus nonpartai alias independen, ditambahkan Deni, juga bikin kebutuhan anggaran bertambah. Kalau dulu verifikasi dukungan masyarakat kepada calon independen cukup menggunakan metode sampling, kini satu per satu KTP pendukung harus diverifikasi keasliannya.

“Jadi konsekuensinya ada peningkatan biaya. Ketiga faktor itu dominan, terutama alat peraga kampanye yang membuat anggaran menjadi sangat besar,” beber dia.

Pada 2013, budget KPU untuk Pilkada Kota Pontianak Rp16 milyar dan terserap Rp12 milyar. Itupun anggaran untuk dua putaran.

“Sekarang satu putaran, secara logika dua putaran semestinya lebih besar. Tapi, alat peraga kampanye bisa sampai belasan milyar kalau dikalkulasikan dengan jumlah kepala keluarga di Kota Pontianak yang sekitar 170-an ribu,” ungkap Deni.

Ia memastikan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dengan harapan kebutuhan KPU akan duit pelaksanaan Pilkada itu bisa dimasukkan pada postur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Perubahan nantinya.

“Dengan Legislatif kita belum ada pembicaraan, hanya Eksekutif yang sudah kita ajukan surat. Kita sudah diundang dialog tahap pertama. Setelah ini akan diadakan dialog berseri untuk membahas draf anggaran tersebut,” tukasnya.

Menurut Deni, tanggapan pemerintah positif. Pemerintah daerah menyatakan akan mengusahakan duit tersebut.

“Dalam menyusun perencanaan ini, kita sangat berhati-hati dan mencoba seirit mungkin, sepas mungkin kebutuhannya,” tegas dia.

Belum diketahui apakah dana sebesar itu akan dipenuhi pemerintah dan parlemen setempat, namun Deni yakin DPRD Pontianak akan memahami. “Kebutuhannya riilnya ya seperti itu. Basis penyusunan anggaran kita, bukan basis kira-kira, tapi berdasarkan peraturan,” tutupnya.

Laporan: Gusnadi

Editor: Mohamad iQbaL

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.