eQuator.co.id – Pontianak-RK. Persidangan 45 orang dari 48 orang tenaga kerja asal Tiongkok yang ditangkap di Ketapang digelar Pengadilan Negeri (PN) Pontianak, Kamis (15/9) pagi. Mereka didakwa melanggar UU Keimigrasian.
Perusahaan Penyalur Tak
Penuhi Panggilan Imigrasi
Warga-warga negara asing (WNA) tersebut tiba di PN Pontianak, Jalan Sultan Abdurrahman, pada pukul 09.30 dan langsung digiring ke ruang tahanan menanti persiapan sidang. Dipimpin hakim tunggal Maryono, pengadilan menghadirkan dua saksi, Agustianur dan Adinda Pramudita. Mereka pegawai kantor Imigrasi Kalbar. Karena para WNA tidak menguasai bahasa Indonesia, maka dalam persidangan didampingi seorang penerjemah tersumpah.
Dalam kesaksiannya, Agustianur dan Adinda Pramudita menceritakan kronologis penangkapan 45 WNA tersebut. Semua berawal dari informasi adanya sejumlah warga asing yang hendak berangkat keluar Ketapang dari Bandar Udara Rahadi Oesman Ketapang. Maka, pada 31 Agustus 2016, petugas keimigrasian yang mengecek Bandara menemukan 70-80 orang WNA yang hendak berangkat ke Jakarta.
Saat digeledah, 45 orang diantaranya tidak bisa menunjukkan paspor dan visa yang masih berlaku. Dalam pemeriksaan lebih lanjut, dokumen-dokumen tersebut dijadikan barang bukti persidangan.
“Ketika proses pemeriksaan itu, kami terkendala bahasa, mereka satupun tidak ada yang mau bicara. Bahkan seperti tidak saling kenal,” jelas Adinda Pramudita.
Hakim sempat bertanya kepada saksi tentang tujuan para WNA datang ke Indonesia. Agustianur menyatakan, kuat dugaan mereka ini datang ke Indonesia untuk kunjungan, juga dengan tujuan bekerja. Hanya saja, pihaknya mengaku belum bisa membuktikan mereka menggunakan visa kunjungan untuk bekerja.
“Mereka masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta, Jakarta,” tuturnya.
Dalam sidang yang berlangsung hampir dua jam itu, hakim akhirnya mejatuhkan vonis bersalah. Amar putusannya menyatakan bahwa 45 orang tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 116 UU nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Sanksinya adalah denda masing-masing Rp10 juta atau kurungan selama tujuh hari.
Agustianur, yang menjabat Kepala Sub Bidang Lalu Lintas Keimigrasian Kalbar, menyatakan 45 dari 48 warga Tiongkok yang ditangkap di Ketapang ini memenuhi unsur pelanggaran pasal 116 UU Keimigrasian. “Ada dokumen, tapi saat dilakukan pemeriksaan dia tidak dapat memperlihatkannya, jadi memenuhi pasal 116. Yang tiga, saat diperiksa memenuhi,” ungkapnya.
Ia memastikan bahwa keimigrasian akan mendeportasi semua WNA tersebut secepatnya ke negara asal. “Setelah selesai proses hukumnya,” tukasnya.
Terkait sanksi kepada perusahaan penyalur WNA itu, Agustianur enggan bicara banyak. Kata dia, penyelidikan masih berlangsung.
“Perusahaan yang mensponsori sudah kita panggil tapi belum datang. Ada dua, Sepco dan Victory,” ujarnya. Kedua perusahaan tersebut disebutnya subkontraktor PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW), di Kendawangan, Ketapang.
Diberitakan sebelumnya, 48 warga Tiongkok itu diringkus Tim Pengawasan Orang Asing (Tim Pora) Ketapang. Mereka ditangkap di lokasi dan waktu yang berbeda selama dua hari berturut-turut, Rabu (31/8) dan Kamis (1/9). Menindaklanjuti tangkapan ini, Tim Pora Kalbar akan memanggil sponsor yang mendatangkan mereka sebagai pekerja di Ketapang.
“Sponsornya akan kita panggil dan kita periksa terkait pelanggaran yang dilakukannya,” jelas Gustian Nur, Plh Kepala Imigrasi Kelas III Ketapang yang juga Tim Pora Kalbar, Rabu (7/9).
Gustian mengaku, tujuan WNA itu datang ke Ketapang, bekerja atau bukan, masih diselidiki, meskipun sebagian besar dari mereka ditangkap petugas Tim Pora di lokasi PT WHW. Berkaitan dengan Izin Memperkerjakan Tenaga Asing (IMTA), Tim Pora menyerahkan sepenuhnya kepada Dinas Ketenagakerjaan.
Seperti diketahui, sejumlah syarat harus dipenuhi para pekerja asing maupun pemberi kerja alias sponsornya yang mempekerjakan WNA di Indonesia. Wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Persetujuan itu tak lain tak bukan adalah IMTA, sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Untuk mendapatkan IMTA, pemberi kerja harus melakukan permohonan dengan menyertakan beberapa dokumen, salah satunya keputusan pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).Untuk mendapatkan RPTKA, harus jelas uraian mengenai jabatan yang akan diduduki oleh Si TKA.
Jika jabatan TKA tersebut tidak sesuai dengan yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan, tentu tidak akan diterbitkan keputusan pengesahan RPTKA yang berarti pemberi kerja juga tidak bisa memiliki IMTA. Nah, jika terbukti TKA diperkerjakan sebagai buruh, pemberi kerja dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan/atau denda antara Rp100 juta hingga Rp400 juta.
Laporan: Iman Santosa
Editor: Mohamad iQbaL