eQuator.co.id – Ambawang-RK. Rabu (9/9) pukul 10.30, beredar informasi temuan mayat di Ambawang, Kubu Raya. Letaknya di salah satu perkebunan kelapa sawit. Ternyata, heboh mayat dimaksud adalah penemuan potongan anggota tubuh di Blok 113B Desa Melaya.
Perjalanan menuju tempat penemuan memakan waktu lebih dari 30 menit. Melewati jalan tanah. Sepanjang jalan banyak rumah walet milik warga, juga beberapa kali terlihat kebun nanas.
Ketika memasuki jalan perusahaan PT Bumi Pratama Katulistiwa, perusahaan afiliasi PT Wilmar, terlihat warga yang tidak berpakaian layaknya buruh kebun lalu lalang. “Jalan ini menghubungkan kota dengan tiga desa dan menjadi satu-satunya akses jalan,” terang Mansyur, salah seorang manajer BPK. “Itulah sebabnya kami sulit untuk meng-clearing area kebun kami, akses ini sangat penting untuk masyarakat,” tambahnya.
Menurut keterangan saksi yang pertama kali menemukan potongan tubuh tersebut, Yadi dan Seniwi, pada pukul 07.00 mereka tengah memulai pekerjaan mengganti pohon sawit yang mati. Tiba di blok 113B, Yadi melihat sebuah kantong sampah berwarna kuning mengapung di parit pembatas blok kebun. Curiga, ia pun menarik plastik tersebut ke pinggir parit. Di dalamnya di temukan sebuah kardus kosong kotor. Ada bekas darahnya.
Temuan itu dilaporkannya ke Mandor Sunari. Yadi lalu berjalan ke barisan pohon sawit untuk melanjutkan pekerjaannya. Kembali ia menemukan hal aneh di salah satu pohon. Ada kantong merah di atas tanah bekas galian.
“Plastik itu saya sepak, ternyata ada darahnya,” tuturnya.
Mandor Sunari sontak datang memeriksa. Ketika melihat temuan Yadi, Sunari langsung melapor kepada atasannya, Bustam.
“Kita yo deg-degan, karna kan ini bukan hal biasa toh,” terang Yadi yang disambut anggukan Seniwi.
Bersama-sama mereka mengamankan tempat kejadian perkara, menunggu kedatangan kepolisian. Pihak perusahaan memang segera melaporkan temuan ini kepada pihak berwajib.
Pukul 11.30, sejumlah wartawan tiba di TKP. Ada puluhan pekerja BPK dan warga yang kebetulan melintas, tampak dari pakaian yang mereka pakai. Para pekerja kebun semua menggunakan sepatu lapangan atau bot. Mungkin karena penemuan kaki itu heboh, beberapa ibu masih mengenakan piyama.
Kemudian, datanglah Satuan Shabara Polresta Pontianak bersama kepala satuan baru, Kompol Alber Manurung. Satuan Jatanras bersama Tim Inafis Reskrim Polresta juga turun ke sana, sementara jajaran Polsek Ambawang berjaga-jaga mengamankan lokasi.
Area di sekitar temuan diberi garis polisi. Kedalaman bekas galian yang ditemukan pekerja sawit kurang dari 50 centimeter di tanah gambut berwarna hitam. Potongan tubuh yang ditemukan berupa potongan kaki sebelah kiri.
Ukuran panjang telapak kaki kurang lebih 40 centimeter. Betis dibalut dengan sejenis tampon medis berwarna hijau dengan plester. Bagian kaki bawah tersebut dipendam dengan posisi horizontal ditutupi kresek merah. Di dalam kresek terdapat potongan kasa berwarna coklat terlihat bekas pakai.
Potongan kaki tersebut dipotong tepat pada sendi lutut. Potongan pada tulang terlihat rapi. Ada kurang lebih lima centimeter daging betis yang hilang. Masih terlihat warna merah darah di bagian dalam daging betis. Aroma busuk menyengat sesekali.
Menurut keterangan Tim Inafis Polresta, pemotongan diperkirakan terjadi kurang dari 24 jam. Daging pada bagian jarinya masih lembut dan keriput, seperti habis direndam atau lama terkena air. Pada pukul 12.00, polisi selesai mengamankan temuan. Beberapa masih mengumpulkan informasi dari warga.
Terjadi berbagai prediksi terkait temuan. “Bisa jadi ini kasus mutilasi,” komentar salah seorang warga yang berdiri menyaksikan polisi bekerja.
Tim inafis sendiri menyebut kemungkinan lain. Kaki itu hasil amputasi.
“Potongannya sangat rapi dan ada tanda pembusukan lama ditilik dari aroma. Sedikit kontra dengan kondisi darah yang masih terlihat pada bagian yang belum busuk,” tutur Bripka Agung.
Untuk lebih memastikan, kepolisian pun menurunkan Detasemen k-9. Pukul 14.00, k-9 Polda Kalbar tiba di TKP. Dua ekor anjing pelacak jenis gembala Belanda (dutch shepperd) diturunkan. Mereka Cody (2 tahun) dan Basco (2,5 tahun). Basco, Si Hitam, memang memiliki spesifikasi pelacak umum.
“Jika ini kasus pembunuhan, Ini akan jadi kali ke empat kasus ditangani Basco,” kata Bripda Muhammad Ari, pawang Basco.
Sedangkan Cody, Si Cokelat, menjalani pendidikan dasar sebagai anjing anti huru hara. “Cody juga menjalani pendidikan sebagai pelacak umum,” tutur Ari. Namun, jam tebang Cody baru sebatas kasus pencurian, belum pernah membantu polisi melacak kasus pembunuhan.
Proses penyisiran TKP tersebut dipimpin Kapolsek Sungai Ambawang, Iptu Hardik. Kepada Rakyat Kalbar, ia menjelaskan, penemuan jenazah bermula dari laporan masyarakat soal penemuan jenazah orok.
“Pertama dikira bayi karena ada pembalutnya itu, dan yang keluar dan lokasinya kecil. Tapi begitu kita angkat, ternyata sepotong kaki yang potongannya itu persis di bawah lutut,” jelasnya.
Dia belum bisa memberikan penjelasan mengenai idientitas pemilik kaki. Namun, perkiraan sementara potongan kaki tersebut adalah potongan kaki kiri manusia diperkirakan berumur 46 tahun.
“Kami masih lidik, yang dibackup Polresta Pontianak, jadi semuanya masih perkiraan,” tutur Hardik.
Sejam setengah lamanya areal penemuan jenazah tersebut disisir. Cody dan Basco yang membaui perban di potongan kaki menemui kebuntuan. So, Hardik belum bisa memastikan apakah bagian tubuh itu merupakan anggota bodi korban pembunuhan.
“Yang pasti, terkait hal ini, diimbau kepada masyarakat yang kehilangan warganya atau keluarganya agar bisa menghubungi pihak kami, untuk mempermudah penyelidikan,” pintanya.
Menanggapi penemuan potongan jenazah tanpa identitas di lingkungan perusahaannya, Humas PT. BPK, Julianto Damuri menjamin pihaknya siap berkerja sama dengan pihak kepolisian mengungkap kasus tersebut.
“Kami sangat mendukung hal ini diproses supaya kejahatan tidak muncul lagi di BPK,” tuturnya di sela-sela istirahat siang bersama petugas yang melakukan olah TKP.
“Lagi”? Dengan sabar ia menyatakan hal ini memang bukan pertama kali terjadi di kawasan PT. BPK. Sebelumnya, pada 2015, sempat ditemukan jenazah yang telah menjadi kerangka di areal lahan perkebunan perusahaan.
“Dulu ada, sekarang ada, tapi tempat pembunuhannya bukan di sini, di sini sebagai tempat pembuangan,” jawabnya.
Menurut Julianto, kasus tersebut telah berhasil diungkap dan pelakunya telah berhasil ditangkap oleh pihak yang berwajib. Ia pun menolak anggapan lemahnya pengamanan di areal PT. BPK.
“Untuk pengontrolan sih kita sudah sangat ketat, penjaga malam, Satpam sudah kita kerahkan. Namun tetap saja masih lolos,” jelasnya. Tambah Julianto, saat ini perusahaannya memiliki 8 orang satpam dengan areal yang harus dijaga lebih dari 6000 hektar.
Yah, wajar saja, jalan di PT. BPK merupakan akses lalu lintas masyarakat di tiga desa, yaitu Desa Kubu Padi, Kuala Mandor B, dan Desa Sungai Enau. Ia menambahkan, tidak mungkin dilakukan pengetatan akses keluar masuk jalan karena bisa memicu masalah sosial. Namun, dijanjikannya, CCTV segera dipasang untuk memantau alur keluar masuk orang,
“Kami memang berinisiatif, inikan sudah jadi jalan umum, jadi kita akan pasang CCTV atau gimana, kita nggak mungkin menutup jalan, cuma bisa memantau,” pungkas Julianto.
Laporan: Marselina Evy dan Iman Santosa
Editor: Mohamad iQbaL