eQuator.co.id – Pontianak-RK. Hawa hangat sejak sore jadi benar-benar panas di depan Mapolsek Pontianak Timur, menyusul ditembaknya seorang tersangka. Akhirnya, situasi membara, sekitar 500-an warga Kampung Beting tumpah di sepanjang Jalan Sultan Hamid II, Selasa (30/8) malam.
Massa remaja, dewasa, pria, dan wanita, menghambur ke jalanan dengan senjata tajam, kayu, besi, hingga batu, di tangan. Bersiap-siap menyerbu Mapolsek.
Sebagian massa berhasil merangsek ke halaman Mapolsek dan merusak beberapa bagian bangunan, memecahkan kaca-kaca dan neon box plang polisi. Sementara, di jalanan, ada yang mulai membakar ban bekas hingga suasana kian memanas.
Tentu saja, personil Polsek Pontianak Timur yang hanya segelintir itu tak mampu menghadapi massa yang mulai menunjukkan kebrutalan. Ketika tak mampu lagi meredam amarah massa yang semakin menjadi, personil Polri dari berbagai satuan plus TNI pun diminta untuk membackup.
Massa pun mikir melihat kekuatan dan peralatan yang dibawa pasukan dan akhirnya mundur dan menumpuk menjadi satu di Jalan Sultan Hamid II. Ruas-ruas jalan di sekitar Mapolsek dipadati ribuan warga gabungan yang protes dan yang ingin menonton.
Arus lalu lintas jalan utama, dari dan menuju ke utara Kota Pontianak, itu kontan diblokir. Kendaraan dialihkan ke arah timur dan Ambawang. Hanya saja, entah dari mana arahnya, blokade kepolisian dan TNI tersebut sempat diserang dengan bebatuan sebesar kepalan tangan.
Rusuh di Pontianak Timur itu buntut dari tidak terimanya massa atas tewasnya Supriyadi alias Hidayat (30 tahun), warga Jalan Tritura, Gang Angket, Tanjung Pulau, Pontianak Timur. Dayat tewas ditembak oleh anggota Reskrim Polsek Pontianak Timur, kemudian tewas.
“Kami minta korban ditukar dengan polisi yang menembak,” teriak massa di depan Mapolsek yang diblokir aparat kemananan.
Sebenarnya, kasus terjadi sejak Selasa (30/8) sekitar pukul 17.00 WIB. Saat itu, sejumlah anggota Reskrim Polsek Pontianak Timur menangkap Dede Syailendra. Dia diburu atas dasar laporan polisi (LP) pencurian sepeda motor bernomor 1144/IV/2016, dengan korban atas nama Andi Husin, purnawiran Polri.
Usai menangkap Dede, dilakukan pengembangan kepada nama Dayat yang didatangi di kediamannya. Saat digeledah, ditemukan senjata api rakitan berikut sembilan amunisinya. Ditemukan juga kerangka sepeda motor berserta onderdilnya dalam jumlah banyak.
Dayat kemudian dibawa menggunakan sepeda motor untuk diperiksa di Mapolsek. Ia diapit dua polisi. Dalam perjalanan, terjadi perlawanan. Dayat berontak hendak melarikan diri. Salah seorang Polisi yang membawanya melepaskan tembakan peringatan yang tak diindahkan. Akhirnya sasaran tembakan bersarang di paha kanan Dayat.
“Yang bersangkutan ada ditembak di kakinya, satu kali,” tutur Kapolda Kalbar, Irjen Pol Musyafak, Rabu (31/08) dinihari.
Setelah ditembak, Dayat yang tercatat pada belasan LP itu terjatuh ke sungai di sekitar lokasi. Dayat cepat dievakuasi dan dibawa ke RS Anton Soedjarwo Polda Kalbar (Dokkes) untuk dilakukan tindakan medis.
Tapi nahas, lubang bekas tembakan yang terkena air dapat berakibat fatal. Nyawa Dayat tak tertolong.
“Mungkin karena berenangnya kurang lihai dan pernafasannya kena air, makanya dia meninggal,” ujar Kapolda.
Setelah dipastikan tak bernyawa, Dayat dibawa ke rumah duka. Namun, pihak keluarga protes. Alasannya, tindakan kepolisian di luar batas karena menembak bagian dada.
Kabar pun beredar dari mulut ke mulut terus sampai di jejaring sosial, warga sekitar mendukung aksi protes dengan mengumpulkan massa memadati ruas-ruas jalan di kawasan Mapolsek. Pihak keluarga membawa jenazah Dayat ke sana. Massa yang terprovokasi sempat dijelaskan kalau Dayat bukan ditembak dadanya, namun emosi mereka yang sudah tersulut tak kunjung reda.
Keluarga Sepakat Damai
Situasi membara itu akhirnya dapat diredam ketika jenazah Dayat dibawa pulang pihak keluarga, Rabu (31/8) dinihari. Sekitar pukul 22.00 WIB, dilakukanlah pertemuan tertutup antara keluarga dengan Kapolda Kalbar dan sejumlah tokoh masyarakat di Mapolsek. Tak lama berselang, kesepakatan damai pun tercetus.
Jenazah di ambulans swasta yang terparkir di halaman Mapolsek pun dibawa ke rumah duka, dikawal puluhan anggota kepolisian dan TNI yang diiringi massa. Dengan dibawa pulangnya jenazah Dayat, pihak keluarga menyatakan keikhlasan terkait kematiannya. Dan meyakinkan massa untuk tidak melakukan aksi serangan susulan.
“Kita akan umumkan ke masyarakat bahwa permasalahan ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan. Kami anggap ini sudah takdir, kami terima dengan ikhlas,” tutur Saiful, perwakilan keluarga Dayat.
Senada, Kapolda Musyafak yang mengatakan, “Pihak keluarga sudah saling memahami situasi dengan kejadian yang ada, keluarga tidak menuntut”.
Dijelaskan Musyafak, ia sudah bicara dengan istri Dayat, Jubaidah, secara langsung terkait semua yang diperlukan pihak keluarga. Termasuk biaya pemakaman dan pemulangan anak Dayat yang berada di Depok.
“Ini semua dalam rangka kemanusiaan dan saling membantu,” jelasnya.
Dengan selesainya permasalahan ini, Musyafak berharap masyarakat sekitar menjaga Kamtibmas yang sudah terjaga. “Situasi yang sudah kondusif, jangan dikotori lagi. Malu kita,” pinta mantan Kapolda Jambi ini.
Dia yakin pihak keluarga sendiri sudah memahami permasalahan. Jangan ada lagi pihak lain yang tidak punya masalah justru ikut-ikutan.
“Ini yang harus kita hindarkan,” harap Musyafak.
Terkait Mapolsek yang dirusak massa, lanjut dia, tidak ada pihak yang diproses secara hukum. “Ini biasa, emosional sesaat saja,” terangnya.
Sementara itu, terhadap anggota polisi yang menembak Dayat, ditegaskan Musyafak, akan diproses oleh Kabid Propam Polda Kalbar.
Kamis subuh, massa perlahan membubarkan diri setelah Jubaidah memberikan arahan menggunakan pengeras suara mobil Dalmas. “Kepada warga, dimohon membubarkan diri. Jangan buat heboh lagi. Saya Jubaidah, istri Dayat, sudah menyelesaikan masalah ini. Kepolisian sudah mau bertanggung jawab atas semuanya. Tolong minggir, jangan buat kehebohan lagi,” pintanya.
Situasi perlahan aman dan terkendali. Namun, kepolisian dan TNI masih terus berjaga untuk mengantisipasi keadaan.
Laporan: Ocsya Ade CP dan Iman Santosa
Editor: Mohamad iQbaL