Akhir Pekan Hujan, Awal Pekan Lahan Dibakar Lagi

ASAP SELIMUTI LANGIT SERDAM. Gepulan asap kebakaran hutan dan lahan di kawasan Sungai Raya Dalam, Kecamatan Sungai Raya, Kubu Raya, Senin (29/8) sore, menyelimuti langit Sungai Raya. Gepulan asap masih dapat terlihat dari jalan Ahmad Yani II. OCSYA ADE CP

eQuator.co.id – Sungai Raya-RK. Senin (29/8) sore, pemandangan langit gelap tak seperti biasa jika dilihat dari Jalan Ahmad Yani II, Kubu Raya. Gelapnya langit itu bukan karena menjelang senja, melainkan ditutup asap kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di kawasan Sungai Raya Dalam, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.

“Kebakaran besar itu di lahan warga. Kami tidak bisa memadamkan di sana, karena jangkauan selang air ke titik api sekitar tiga kilometer,” tutur Taufiqurrahman, Kepala Manggala Agni Daerah Operasi (Daops) Pontianak, Kementerian Kehutanan, kepada Rakyat Kalbar, Senin (29/8) sore.

Dua titik Karhutla di kawasan Sungai Raya Dalam mencuat sejak siang. Satu di ujung Sungai Raya Dalam (Serdam), sekitar sehektar lebih lahan terbakar dengan spot-spot kecil. Lokasinya persis di dekat pemukiman warga. Satu lagi kebakaran lahan hebat yang susah untuk dicapai pihaknya.

“Kami fokus memadamkan api yang di dekat pemukiman warga. Kebakaran di sini sekitar pukul sebelas siang. Sampai malam ini (21.00 WIB, red), satu regu kami masih memadamkan. Jika dibiarkan, dikhawatirkan meluas ke lahan lain,” paparnya.

Untuk spot kebakaran besar, Taufiq belum dapat memperkirakan besaran luasnya. “Dan, di sana sumber air tidak ada. Selain harus pakai water boombing, besok kami mau survei ke lokasi untuk mengecek sumber air terdekat,” pungkasnya.

Memang, kualitas udara kembali memburuk kemarin (awal pekan) setelah sempat segar menyusul hujan deras di Kota Pontianak dan sekitarnya, dua hari terakhir (akhir pekan lalu). Tak hanya di Kubu Raya, situs Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), menyebut ada sembilan titik api yang kembali terpantau di sejumlah kabupaten, Senin (29/8).

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pontianak, Aswin Taufik menyatakan belum ada penambahan jumlah Karhutla di wilayah kerjanya. Sejak Januari-Agustus 2016 masih terhitung 51 kasus Karhutla seperti diberitakan sebelumnya. Terbanyak di Pontianak Selatan, Pontianak Utara, dan Pontianak Tenggara.

“Maret 1 kasus, April 1 kasus. Kemudian sejak tanggal 2 Agustus sampai hari ini 49 kasus,” tutur Aswin.

Menurut dia, mencegah bencana asap kabut tak terjadi lagi tak hanya dengan melakukan pemadaman siang-malam. “Juga gencar melakukan sosialisasi kepada warga, menekankan betapa pentingnya kesadaran masyarakat menjaga lingkungan masing-masing,” terangnya.

Untuk pencegahan, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Daniel Johan menilai ada dua hal penting yang harus dipikirkan. Pertama, pemerintah pusat bisa saja mengambil kebijakan tidak boleh membuka lahan dengan membakar.

“Bahkan akan mengubah Undang-Undang,” ucapnya, Sabtu (27/8) malam, di kediaman Habib Abdullah Ridho bin Yahya, Jalan Petani, Kecamatan Pontianak Kota.

Namun, hal lain yang juga harus dipikirkan, banyak aspirasi dari masyarakat yang merasa membakar lahan untuk membuka ladang sebagai tradisi turun temurun. “Sehingga akhirnya masyarakat banyak menjadi korban kriminalisasi. Padahal belum tentu kebakaran luas karena tindakan membakar lahan oleh masyarakat biasa. Yang luas adalah perusahaan-perusahaan,” tuding Daniel.

Saat ini, ia sedang merumuskan, apakah efektif atau tidak, pemerintah harus melibatkan masyarakat adat untuk didorong menjaga lahan. “Jalan tengahnya, masyarakat adat boleh membuka lahan dengan membakar, tetapi dalam pengawasan masyarakat adat itu sendiri,” tuturnya.

Untuk itu, lanjut dia, perlu pelatihan dan penegakan hukum. “Pada saat yang sama, masyarakat adat menjaga kalau ada lahan yang dibakar oleh perusahaan,” terang Daniel.

Pelibatan masyarakat adat ini tidak sekedar menjaga kebakaran lahan tapi juga kelestarian hutan. “Bisa tidak hal ini, kalau itu bisa mungkin menjadi hal yang bagus. Saya sudah menghubungi menteri untuk membahas hal tersebut,” tutupnya.

Laporan: Ocsya Ade CP, Fikri Akbar, dan Isfiansyah

Editor: Mohamad iQbaL