eQuator.co.id – Pontianak-RK. Gubernur Drs. Cornelis, MH meradang (kesal), bupati tidak hadir Rapat Koordinasi Penanggulangan Siaga Darurat Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) dan Pengendalian Tanggap Darurat Kejadian Luar Biasa (KLB) Rabies di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar, Kamis (25/8).
Menurutnya, dua masalah besar sedang mengancam warga Kalbar. Bahkan Karhutla dan anjing gila (rabies) sangat berkaitan dengan nyawa masyarakat serta kredibilitas negara di mata dunia internasional. Sementara bupati dari delapan kabupaten yang berstatus KLB rabies dan darurat Karhutla malah tidak menghadiri rapat, kecuali Bupati Kapuas Hulu. Kabupaten lainnya hanya diwakilkan oleh wakil bupati.
Parahnya lagi, ada bupati yang hanya mengutus Kepala Badan Penanggulangan bencana Daerah (BPBD). Padahal rapat tersebut dihadiri Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Laksda TNI Willem Rampangilei, pejabat kementerian terkait diantaranya Kemenkes, Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Dalam Negeri.
“Masalah kebakaran hutan dan lahan serta penyebaran rabies, saat ini sudah melanda delapan kabupaten, yaitu Kapuas Hulu, Ketapang, Sekadau, Bengkayang, Sanggau, Landak, Sintang dan Melawi. Ini masalah besar, tidak mampu lagi ditangani oleh pemerintah daerah,” tegas Gubernur Cornelis.
Gubernur mengatakan, keterbatasan anggaran dan banyaknya aturan yang harus dipenuhi, menghambat langkah pemerintah daerah dalam menangani status darurat Karhutla dan KLB rabies. Ditegaskannya, karena itulah, Pemprov Kalbar mengundang pihak terkait, dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Koordinator PMK, Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Kementerian Pertanian. “Dengan harapan, kementerian terkait bisa memberikan bantuan anggaran dan solusi, terkait masalah yang dihadapi Kalimantan Barat,” ungkap Cornelis.
Kepala BNPB, Willem Rampangilei mengaku senantiasa membantu daerah yang dinyatakan rawan bencana, seperti Kalbar. Mengatasi penyakit rabies, BNPB meminta pemerintah daerah membuat nomenklatur terlebih dahulu. Merubah penetapan status KLB rabies, menjadi status siaga darurat rabies. Agar bisa dibantu melalui anggaran BNPB.
“Nantinya, BNPB akan membantu anggaran dari dana siap pakai yang ada di kementerian keuangan. Anggaran ini bisa digunakan untuk pencegahan rabies di kalbar,” ungkap Willem.
Terkait masalah Karhutla di Kalbar, Jenderal Angkatan Laut itu mengatakan, BNPB sudah mensiagakan tiga helikopter untuk hujan buatan dan pemadaman api. Secara teknis, BNPB juga meminta Pemprov Kalbar menunjuk seorang pejabat daerah untuk dijadikan komando pengendalian dan pengawasan Karhutla.
“BNPB sangat konsen mendorong pemerintah daerah, kalangan dunia usaha dan masyarakat dalam mengatasi Karhutla. Apalagi masalah ini telah membuat nama baik Indonesia tercemar, karena diklaim sebagai pengirim kabut asap ke sejumlah negara tetangga,” tegas Willem.
Willem mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Singapura dalam waktu dekat akan bertemu. Kedua kepala negara itu akan membahas Karhutla yang terjadi di Indonesia. Karena telah mengganggu aktivitas Singapura.
Ketika BNPB akan menggelontorkan dana tanggap darurat Karhutla, para wakil bupati yang menghadiri rapat malah mengungkapkan, rata-rata titik api di wilayahnya sudah berkurang. Saat ini musim bakar ladang sudah selesai dan hujan pun mulai turun.
Sebagaimana disampaikan Wakil Bupati Mempawah, Gusti Ramlana. Dia mengaku, jajaran Pemkab bersama TNI dan Polri serta aparat terkait, terus berupaya mengatasi Karhutla. Bahkan sudah membentuk Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) untuk memantau titik api yang menimbulkan kabut asap. “Jika ditemukan titik api, kita segera bertindak memadamkannya,” ungkapnya.
Walikota Pontianak, Sutarmidji mengaku, akan menjerat pelaku Karhutla dengan tindak pidana ringan (Tipiring). “Agar membuat efek jera,” katanya.
Laporan: Isfiansyah
Editor: Hamka Saptono