Kisah Preman Insyaf Naik Haji

TENGOK LEBIH DEKAT. Di halaman Asrama Haji Pontianak, cucu pertama Nurhayati digendong ayahnya untuk diperlihatkan lebih dekat kepada kakeknya, Putra, yang berada dalam bus rombongan CJH yang hendak menuju Bandara Internasional Supadio Kubu Raya, Sabtu (20/8) pagi. Sesthya Wara Winnia-Rakyat Kalbar

eQuator.co.id – Lambaian tangan dan tangis haru para keluarga mengiringi pelepasan keberangkatan rombongan calon jamaah haji Kloter 13 asal Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak. Begitu pula Nurhayati yang airmatanya tak berhenti mengalir ketika melepas kepergian suaminya ke Tanah Suci Makkah.

Ya, Sabtu (20/8) pagi, Sang Suami, Rhaib Oclis Zain Putra menaiki bus menuju Bandara Supadio Kubu Raya. Berangkat menunaikan Rukun Islam ke-5 melalui embarkasi Batam.

Biarpun sudah berstatus nenek, Nurhayati tetap ingat 20 Agustus adalah hari pernikahannya. Itu yang membuat dia tak kuasa menghentikan tangis harunya.

“Ini kado pernikahan mamak (ibu,red),” katanya kepada empat anaknya yang ikut mengantar Putra.

Pagi itu, mengikuti jadwal panitia, sekitar pukul 08.00 WIB, para keluarga calon jamaah haji (CJH) berkumpul dan berdiri di halaman Asrama Haji Pontianak. Mereka ingin menyaksikan keluarganya berangkat setelah diberi pengarahan panitia di aula asrama. Sukur-sukur dapat melihat langsung dari jarak sepuluh meter dan saling melambaikan tangan tanda perpisahan selama 42 hari kedepan.

Dua jam hampir berlalu, para keluarga CJH masih setia berdiri menanti. Matahari meninggi dan panasnya mulai menyengat membuat beberapa dari mereka menepi mencari tempat teduh.

Dua menit lewat dari pukul 10.00, para keluarga kembali memadati halaman yang dibatasi pagar dan penjagaan polisi. Tak lama kemudian tampak satu persatu CJH keluar dari aula sambil melambaikan tangan ke arah kerumunan keluarga mereka dan langsung menaiki Bus Damri.

Bus pertama yang mengantar CJH ke Bandara Supadio telah berlalu. Para warga pun melambaikan tangan ke arah bus tersebut. Entah siapa yang dilambai, tak tahu pasti ada keluarganya atau tidak di bus itu. Maklum, manusia luar biasa ramai, menumpuk jadi satu. Sudahlah, yang penting para keluarga tetap mendoakan semua CJH ini diberi perlindungan dari Allah SWT.

Bus kedua mulai diisi dan berangkat. Bus ketiga pun demikian. Dari kejauhan, Nurhayati melambaikan tangannya. Ia beruntung dapat melihat langsung Sang Suami keluar dari aula dan naik ke bus nomor tiga.

“Dadaaa bapak,” teriak warga Kecamatan Rasau Jaya, Kubu Raya, ini. Airmatanya teruntai lagi.

Bus yang ditumpangi Putra ini melintasi pagar yang di sekelilingnya dipadati ratusan pengantar CJH. Putra rupanya duduk di kursi bagian kiri tengah. Keluarganya bisa melihat wajah bahagia Putra yang akan menuju Tanah Suci.

Di gerbang keluar Asrama Haji terjadi antrean panjang. Bus yang dinaiki para CJH itu sempat terhenti beberapa menit. Di saat itulah, semua bisa melihat langsung keluarganya di bus itu.

Nurhayati tak terkecuali. Ia pun menuju bus tersebut, berdiri persis di sampingnya. Hanya jendela kaca yang membatasi dia dengan Putra. Mereka mengikat janji suami-istri sejak 1987. Sambil mengelap airmatanya, Nurhayati berteriak.

“Pak, banyak-banyak berdoa setelah sampai di sana (Mekkah, red). Jaga kesehatan. Jangan pikirkan apa-apa, lupakan masalah yang pernah dilakukan. Khusyuklah dalam ibadah,” serunya.

Tak lama kemudian, empat bus telah berlalu menuju Bandara Supadio. Begitu juga para keluarga, mulai meninggalkan Asrama Haji. Namun tidak untuk Nurhayati. Ia memilih untuk duduk-duduk santai di warung dadakan dalam lingkungan Asrama Haji bersama anak-cucunya.

Kepada Rakyat Kalbar ia bercerita. Betapa bahagianya ia memiliki suami yang berniat dan mencapai niat untuk naik haji. Karena, kata wanita kelahiran Surabaya tahun 1968 ini, masa lalu suaminya amat kelam.

“Percaya tak percaya, ini kehendak Allah SWT,” ujarnya.

Segelas es tebu telah habis diminumnya. Namun ia tak beranjak dari duduk. Kembali ia bercerita mengenai sosok Putra.

“Bapak itu dulunya, tahun 2000 ke bawah, tidak mengenal salat. Kerjanya hanya nongkrong di pelabuhan dan derminal. Begitu juga kalau mabuk dan berkelahi, susah dikata. Padahal, Bapak terlahir dari orangtua yang taat ibadah,” cerita Nurhayati.

Namun, lanjut dia, memang kuasa Allah SWT segala-galanya. Sang Suami yang kelahiran Kapuas Hulu 1959 itu mendapat kenalan seorang haji yang taat ibadah asal Sungai Rengas, Kubu Raya (dulunya Mempawah). Putra pun direkrut menjadi karyawan di perkebunan kayu Jabon dan Sengon miliknya di Patok 50, Desa Rasau Jaya Umum, Kecamatan Rasau Jaya.

“Dari sinilah sedikit perubahan mulai tampak. Bapak sudah ada kerjaan tetap dan sering mendengar nasehat dari Pak Haji itu. Perlahan ia meninggalkan kebiasaan buruknya dan mulai menabung,” paparnya.

Seiring waktu berjalan, Putra mulai banyak mengenal dan dekat dengan tokoh-tokoh agama. Meski malu-malu, ia bertahap belajar agama. Dan, niat naik haji itupun diikutsertakan dalam perubahan dirinya.

“Sampai akhirnya bapak dapat rezeki lumayan, bapak langsung tabungkan untuk berangkat haji pada 2011 lalu,” beber Nurhayati.

Sambil menunggu panggilan dari Kementerian Agama (Kemenag) Kubu Raya yang mengurus soal haji ini, Putra sempat menggagas untuk membangun surau di samping rumahnya. Dengan swadaya masyarakat dan bantuan para dermawan, surau dengan nama Al Muntahar itupun terbangun.

“Di surau ini, Bapak memperdalam ilmu agamanya. Meski terbata-bata, Bapak terus belajar sambil mengajar anak-anaknya serta anak-anak tetangga,” ucapnya.

Pertengahan 2015, Putra mendapat informasi bahwa setahun lagi ia bakal diberangkatkan berhaji. Mulai saat itulah ia mempersiapkan dirinya. Hari-harinya sibuk mengurus persiapan berangkat, sambil konsultasi ke haji-haji.

“Di Rasau inikan ada kelompok haji, jadi mereka-mereka yang kenal dengan Bapak. Mereka pun semacam tak percaya kok Bapak bisa naik haji, sementara dulunya gitu,” seloroh Nurhayati.

Tapi, ya itu, semua kehendak Allah SWT. Ia sangat bersyukur suaminya bisa naik haji.

“Dan saya jadikan momen ini sebagai hadiah hari pernikahan kami. Semoga Bapak ingat dan tambah semangat menjalankan ibadah hajinya agar menjadi haji mabrur,” harapnya.

Mengenang masa lalu suaminya, membuat Nurhayati tak sadar. Es tebu yang diminumnya sudah dua gelas. Mengakhiri perbincangan dengan Rakyat Kalbar, ia menitip pesan: Siapapun bisa berubah menjadi baik asal ada niat dan kemauan.

“Insya Allah jika diberi kesempatan saya juga akan ke Tanah Suci,” cetusnya.

Dan, Nurhayati kemudian berjalan menuju parkiran mobil di sebelah Asrama Haji untuk pulang ke rumah. Dua anak lainnya sudah menunggu di mobil sambil mendengarkan lagu berjudul ‘Ayah’ yang dipopulerkan kelompok band Seventeen di salah satu channel radio FM Pontianak. (*)

Ocsya Ade CP, Pontianak