Target Pertumbuhan Ekonomi 5,3 Persen

ilustrasi.net

eQuator.co.id – Jakarta-RK. Pemerintah telah menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun depan berada di kisaran 5,3 persen. Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta menilai, angka yang ditargetkan pemerintah tersebut cukup realistis dan moderat.

“Target pertumbuhan ekonomi yang dipatok pemerintah sebesar 5,3 persen di 2017, masih dalam kategori angka yang realistis dan moderat. Meski demikian, target pertumbuhan ekonomi yang lebih optimistis sebesar 5,5 persen pada 2017 masih bisa diupayakan lagi,” ujar Arif di Jakarta, Sabtu (20/8).

Dia mengatakan, ada kekhawatiran apabila angka pertumbuhan ekonomi 5,5 persen yang dipatok pemerintah, dengan kondisi global saat ini masih belum memiliki kepastian. Sebab, capaian ekspor yang belum sesuai harapan dapat menurunkan kepercayaan pasar, apabila mematok target pertumbuhan ekonomi yang terlampau tinggi. “Dalam kajian KEIN, ekonomi Indonesia baru bisa tumbuh tujuh persen pada 2018,” imbuhnya.

Menurut Arif, untuk mewujudkan target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen tersebut, industri pengolahan menjadi prioritas yang harus dikembangkan. Sebab, dengan mengembangkan industri pengolahan, akan membuat barang yang di ekspor memiliki nilai tambah.

“Selain itu ICT (information and communications technology) menjadi sektor yang menarik, karena mempunyai dampak langsung dan turunan bersifat jangka panjang, serta dapat menjadi suatu terobosan untuk mengejar ketertinggalan,” katanya.

Di sisi lain, rapat dewan gubernur (RDG) bulanan, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk merevisi ke bawah, proyeksi pertumbuhan ekonomi menjadi 4,9-5,3 persen dari yang sebelumnya 5-5,4 persen.

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, ada tiga faktor utama yang membuat BI memangkas proyeksi pertumbuhan tersebut. “Faktor pertama, indikasi dari penyesuaian fiskal yang dilakukan pemerintah dengan memotong belanja sebesar Rp133,8 triliun,” ujarnya usai RDG di komplek Gedung BI, Jakarta, Jumat (19/8) lalu.

Namun, BI memandang bahwa penyesuaian fiskal memang diperlukan, mendukung kinerja perekonomian yang lebih sehat. Faktor kedua, BI memandang proyeksi perekonomian dunia yang juga menurun, terutama setelah Inggris melakukan referendum keluar dari Uni Eropa dan ekonomi Amerika Serikat yang tidak sekuat diperkirakan.

“Termasuk pertumbuhan ekonomi China yang memang kecendurangannya tidak akan tinggi,” tambahnya.

BI memandang keseluruhan tahun ini, perekonomian dunia hanya berada di level 3,1 persen. Sementara tahun depan tumbuh sedikit menjadi 3,2 persen dari perkiraan sebelumnya 3,3-3,4 persen.

Faktor ketiga yang dianggap bank sentral cukup berpengaruh pada penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi, terkait kekuatan permintaan domestik. Khusunya investasi swasta yang masih memerlukan waktu untuk pemulihan.

Deputi Gubernur BI, Hendar mengatakan, kondisi pertumbuhan ekonomi domestik di kuartal II sebesar 5,18 persen, masih didorong oleh wilayah Jawa dan Sumatera. Sementara, wilayah lain seperti Kalimantan dan kawasan Timur Indonesia, belum menunjukkan pertumbuhan yang kuat.

Kalimantan Timur, misalnya, masih terimbas oleh anjloknya harga komoditas batubara. Sehingga pertumbuhan ekonominya negatif 1,3 persen, serta Papua yang tumbuh negatif 5,9 persen karena tergantung pada kinerja produksi oleh PT Freeport. “Itu yang membuat kita proyeksikan tidak seoptimis perkiraan sebelumnya,” tutur Hendar. (Jawa Pos/JPG)