eQuator.co.id – Pontianak-RK. Mulai hari ini, dengan rendah hati akuilah bahwa Indonesia (Kalbar) tidak siap bersaing dalam pasar kerja Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), perdagangan bebas AFTA, serta konvensi lainnya. Kita hanya bisa mengirim buruh dan asisten rumah tangga ke luar negeri dengan label TKI.
Sementara, otoritas penting pemerintah keteteran menghadapi serbuan tenaga kerja kasar (unskill labour), apalagi tenaga ahli (skill labour) di dalam negeri. Contoh pasti otoritas yang lemah tersebut adalah Imigrasi. Pomeo jeleknya, (maaf) buru-buru bikin WC ketika kebelet pup.
“Kendalanya anggaran/DIPA belum turun. Sehingga kami belum bisa berada di Ketapang untuk beroperasional,” ungkap Gustian Nur, Plt. Kepala Kantor Imigrasi Ketapang, dikonfirmasi Rakyat Kalbar melalui telepon genggamnya, Minggu (14/8).
Gustian mengakui kelemahan instansinya. Kantor Imigrasi Kelas III Ketapang sudah diresmikan penggunaannya oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly secara simbolis di Kanwil Kemenkumham, di Pontianak, Jumat 4 Maret 2016 silam.
Yasona mengingatkan kala itu, Imigrasi Ketapang mampu melayani keimigrasian bagi warga setempat, meningkatkan pengawasan warga negara asing (WNA) ke wilayah yang kaya akan sumber daya alam mulai dari hutan, barang tambang, hingga taman nasional, tersebut.
Dikatakan Gustian, tak adanya anggaran yang dia pegang menyebabkan petugas Imigrasi di Ketapang nihil sehingga kebobolan banyak masalah krusial keimigrasian. Seperti dugaan masuknya TKA ilegal yang dipekerjakan di sektor pertambangan.
“Kita belum mengetahui tentang hal itu (TKA ilegal) yang diduga menggunakan Visa kunjungan untuk bekerja. Saya tidak tahu sama sekali yang berkaitan dengan orang asing. Semua data ada di Imigrasi Pontianak,” tuturnya.
Ia mengatakan, sepanjang kantor di Ketapang belum beroperasi, maka tanggung jawab pengawasan berada di Kantor Imigrasi Pontianak. Namun, perihal dugaan modus TKA di Ketapang tidak seluruhnya menggunakan IMTA, Gustian menyatakan siap mengeceknya.
“Kalau memang seperti itu informasinya, ketika anggaran turun, kita akan lakukan operasi nanti. Kita akan cek bersama Tim PORA yang melibatkan TNI/Polri. Tapi untuk saat ini memang tidak bisa karena anggaran memang belum turun,” kata dia, polos.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Ketapang sebenarnya sempat bertanya kepada Gustian terkait orang asing/TKA yang ada di wilayah kerjanya. “Ya, kita tidak memiliki datanya, datanya ada di Imigrasi Pontianak. Tapi ketika ada perintah meminta kami untuk berada di Ketapang, kami pasti akan turun. Tapi masalahnya memang anggaran belum ada,” tutupnya.
Seperti diketahui, sejumlah syarat harus dipenuhi oleh TKA yang berpengaruh pada kewajiban pemberi kerjanya. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk. Persetujuan itu tak lain tak bukan adalah Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Untuk mendapatkan IMTA, pemberi kerja harus melakukan permohonan dengan menyertakan beberapa dokumen, salah satunya keputusan pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).Untuk mendapatkan RPTKA, harus jelas uraian mengenai jabatan yang akan diduduki oleh Si TKA.
Jika jabatan TKA tersebut tidak sesuai dengan yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan, tentu tidak akan diterbitkan keputusan pengesahan RPTKA yang berarti pemberi kerja juga tidak bisa memiliki IMTA.
Nah, jika terbukti TKA diperkerjakan sebagai buruh, pemberi kerja dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan/atau denda antara Rp100 juta hingga Rp400 juta.
Laporan: Achmad Mundzirin
Editor: Mohamad iQbaL