eQuator.co.id – Calon jamaah haji (CJH) dari berbagai negara telah berdatangan di Madinah. Salah satu dampaknya, Masjid Nabawi penuh sesak setiap kali salat wajib dilaksanakan.
Fathoni P Nanda, Madinah
Bagian dalam masjid berkapasitas 600 ribu orang itu sudah tak mampu lagi menampung jamaah. Pelataran yang sangat luas juga sudah penuh.
”Saya datang bersama kloter pertama 9 Agustus lalu. Waktu itu Nabawi masih sepi. Gampang sekali dapat tempat di dalam masjid,” ujar Hamdani Entong Sidik, CJH asal embarkasi Jakarta Bekasi, kemarin.
Membeludaknya jamaah di Masjid Nabawi mulai terasa saat subuh. Berangkat dari hotel 30 menit sebelum azan berkumandang, bagian dalam masjid sudah benar-benar penuh. Kecuali lantai beralas karet abu-abu yang disediakan khusus untuk lalu lalang jamaah.
Pelataran masjid juga sudah banyak yang dikavling oleh kelompok-kelompok jamaah dari berbagai negara. Pagar-pagar knock down dipasang untuk memberi tempat khusus bagi jamaah perempuan.
”Saya tidak tahu besok dan lusa seperti apa padatnya jamaah di sini,” ujar Hamdani yang mengaku harus bergeser lagi ke Makkah setekah menyelesaikan ibadah arbain.
Kepadatan jamaah tampak lebih parah di sekitar raudah dan makam Nabi. Bagi jamaah yang kesulitan menuju tempat mustajabah itu, mereka memilih mendekati makam nabi dari pintu samping masjid yang lurus dengan raudah. Namun itu hanya leluasa dilakukan sebelum dua hari lalu.
Kemarin, antrean di depan pintu masuk itu sudah mengular. Tak sedikit jamaah yang mencoba mencari peruntungan dengan antre di depan pintu keluar yang lurus dengan raudah. Tapi nasibnya sama. Mereka hanya bisa mergerombol di luar pintu dan berdoa.
”Berdoanya menghadap ke kiblat ya. Jangan menghadap ke makam,” teriak salah seorang pembimbing ibadah kepada rombongannya.
Pemandangan yang sama juga tampak di jalam menuju Makam Baqi. Karena jalur masuk dan keluar masih dijadikan satu, jamaah harus berdesak-desakan untuk masuk kompleks pemakaman utama Kota madinah yang terletak di sisi Barat Masjid Nabawi itu.
Puncak kepadatan jamaah kemarin terjadi saat salat Jumat. Tak ada lagi ruang kosong di dalam masjid. Bahkan, lantai berlapis karet abu-abu yang mestinya menjadi jalan jamaah lalu lalang, terpaksa ditempat untuk salat. Suhu udara yang mencapai 43 derajat celsius tak menghalangi jamaah untuk menjalani sholat di pelataran Masjid.
Membeludaknya jamaah di Masjid Nabawi menyebabkan sejumlah CJH lansia asal Indonesia kebingungan. Ada yang lepas dari rombongan, depresi, hingga akhirnya diantar petugas ke Klinik Kesehatan Haji (KKHI) Indonesia.
Hingga kemarin, setidaknya ada tiga CJH yang dirawat di KKHI akibat kebingungan di Masjid Nabawi. Dua CJH perempuan, satu CJH laki-laki.
”Yang laki-laki sudah tenang dan kita kembalikan ke hotelnya,” ujar dr Noki Irawan Saputra SpKj, dokter spesialis kesehatan jika KKHI, kemarin.
Salah satu CJH yang dirawat di KKHI kemarin adalah Watem Binti Tayan. CJH asal Tegal itu didiagnosis mengalami dementia akut setelah tersesat di Masjid Nabawi.
”Beliau memang punya riwayat sering lupa di tanah air. Di sini, penyakit itu ketemu pemicunya,” ujar Noki.
Watem sebenarnya hanya kehilangan memori mundur ke belakang beberapa hari saja. Ketika ditanya tentang masa lalunya yang cukup jauh, dia bisa menjawab dengan benar. Misalnya, suaminya yang sudah meninggal, nama anak dan cucu, alamat, hingga cerita kehidupan sehari-hari. Namun saat ditanya dia sedang dimana, CJH 76 tahun itu mengaku sedang berada di Tegal.
”Saya di sini ngontrak. Tetangga kontrakan saya sombong, gak mau diajak ngomong,” katanya.
Watem juga mengaku pernah mendaftar haji dengan suaminya. Namun hingga kemarin dia mengaku belum merasa berangkat ke tanah suci. ”Suami saya sudah meninggal, saya akhirnya berangkat sendiri. Minggu depan berangkatnya. Naik pesawat,” ujar Watem.
Noki mengatakan, CJH seperti Watem seharusnya tidak boleh lepas dari rombongan saat keluar hotel. Lansia dengan riwayat dementia atau pelupa juga perlu ditemani dan diajak ngobrol.
”Yang mengkhawatirkan itu kalau mereka tersesat dan tidak ditemukan. Bisa depresi, lelah, kurang nutrisi, dehidrasi, bahkan bisa berakhir pada kematian,” terang Noki.
Untuk sementara, pihak KKHI akan menenangkan Watem terlebih dulu, kemudian memberinya obat untuk menghambat kepikukan. Setelah itu dia dikembalikan ke hotel dengan tetap dipantau. ”Jangan sampai dia ketemu ketemu faktor pemicu lagi. Harus ditemani,” ujarnya.
KKHI juga merawat CJH yang kakinya melepuh. Persoalannya sangat sederhana. Cjh perempuan itu lupa tempat sandalnya saat hendak pulang selepas Salat Dzuhur di Masjid Nabawi. Akhirnya dia kembali ke hotel tanpa alas kaki. Padahal akhir-akhir ini suhu siang hari Madinah mencapai 47 derajat Celsius. Akhirnya telapak kaki CJH itu melepuh.
GARA-GARA PETUGAS DAERAH UTAK-ATIK SUSUNAN KLOTER
Sementara itu, dilaporkan dari Tanah Air, persoalan visa yang menyebabkan ratusan CJH di sejumlah daerah mengalami penundaan keberangkatan disebabkan ulah panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH) di daerah sendiri yang mengutak-atik susunan kelompok terbang (kloter) CJH. Hal itu terungkap dari daftar CJH yang mengalami penundaan pemberangkatan lantaran visa haji mereka belum keluar.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Abdul Djamil menyatakan, sesuai susunan kloter para CJH yang tertunda itu semestinya masuk dalam gelombang kedua yang berangkat pada 22 Agustus hingga 4 September 2016.
Kekacauan pemberangkatan tersebut berimbas pada tertundanya CJH di beberapa daerah. Visa mereka belum keluar sampai jadwal keberangkatan yang sudah ditetapkan. Diantaranya, 181 CJH gelombang I asal Kabupaten Sumedang Jawa Barat.
”Untuk di Sumedang ada 591 jamaah, gelombang I kloter 7 visanya sudah penuh, tapi yang kloter 65 gelombang II belum selesai,” ungkap Abdul.
Abdul memastikan, CJH asal Sumedang yang tertunda keberangkatannya merupakan calon jamaah yang semestinya masuk tahap II. Mereka meminta berangkat di gelombang I dengan alasan ingin berangkat bersama-sama pembimbingnya.
”Nah, pembimbing itu pelunasannya (visa) ada di gelombang II,” terangnya. Kondisi itu menyebabkan visa mereka seolah belum keluar.
Sesuai prosedur, pengurusan visa mengikuti selesainya pelunasan masing-masing CJH. Dia menjelaskan, CJH yang berangkat di kloter-kloter awal dan telah mendapatkan visa merupakan calon jamaah yang disesuaikan dengan pelunasan tersebut. ”Kami minta kepada teman-teman di daerah untuk tidak membongkar susunan kloter yang sudah disusun berdasar pengurusan visa,” pintanya.
Menurutnya, persoalan visa tersebut sudah diantisipasi jauh-jauh hari. Pihaknya telah menyusun kloter dan membuat pra manifest para CJH sebelum menentukan jadwal keberangkatan. Kloter yang telah disusun itu menjadi acuan untuk memberangkatkan CJH dan mengurus visa secara berurutan.
”Yang kami urus itu visa untuk kloter-kloter awal, bukan kloter tinggi,” imbuhnya.
Lantas bagaimana dengan CJH yang gagal berangkat sesuai jadwal ? Abdul mengimbau para CJH tidak khawatir. Dia memastikan seluruh CJH bakal berangkat sampai dengan batas penutupan penerbangan Arab Saudi 4 September mendatang.
”Akan kami berangkatkan di kloter berikutnya. Sampai saat ini tinggal 266 visa yang ada di kedutaan Arab Saudi,” bebernya.
Abdul telah meminta seluruh petugas haji di daerah untuk mempertahankan urutan kloter sesuai dengan pengurusan visa. Selain di Sumedang, kata dia, persoalan serupa juga terjadi di Jawa Tengah, khususnya Solo.
”Membongkar susunan kloter hanya boleh dilakukan untuk keadaan darurat saja, seperti ada jamaah yang sakit dan tidak diizinkan terbang oleh dokter,” tutupnya. (*/Jawa Pos/JPG)