eQuator.co.id – Manila–RK. Duterte effect terus menyeruak ke seluruh lapisan masyarakat Filipina. Setelah menyasar rakyat jelata yang terlibat dalam jaringan obat terlarang, ‘moncong senjata’ diarahkan ke pejabat pemerintah dan petinggi kepolisian Filipina. Tak sampai 24 jam setelah Presiden Rodrigo Duterte mengumumkan 159 nama aparat pemerintahannya yang terlibat narkoba, puluhan pejabat dan polisi menyerahkan diri.
Tentu saja mereka segera datang ke markas besar kepolisian Filipina. Sebab, setelah mengumumkan nama-nama itu, Duterte mengancam akan menembak mati siapa saja yang melawan. Ancaman presiden ke-16 Filipina itu bukan isapan jempol. Sejak menyatakan janjinya menggunakan segala macam cara untuk memberantas narkoba, sudah lebih dari 800 orang tewas karena masuk jaringan narkoba.
Hanya beberapa jam setelah pembacaan daftar nama tersebut, Wali Kota San Rafael Cipriano Violago, Wali Kota Baung Rasmiya Guzman, dan mantan Wali Kota Saguiaran Rasmiya Macabo, mendatangi kantor Kepolisian Nasional Filipina (PNP). Namun, mereka menampik keterlibatannya dalam jaringan narkoba. Ketiganya datang untuk membersihkan namanya.
Setelah itu, wali kota, polisi, dan para pejabat lain yang masuk daftar terus berdatangan. Mantan Wali Kota Cebu City Mike Rama mengunggah pernyataan di akun Facebook-nya bahwa dirinya tidak bersalah.
“Berita bahwa nama saya disebutkan oleh Presiden Duterte membuat saya sedih. Saya akan bekerja sama dengan otoritas terkait secepatnya untuk membersihkan nama saya,” tegasnya.
Kepala Kepolisian Nasional Filipina Ronald dela Rosa menyatakan, tidak ada bukti kuat untuk menahan 159 orang yang masuk daftar Duterte. “Tapi, apa yang bisa saya lakukan? Presiden telah menyebut nama mereka dan mereka datang ke saya menyerahkan diri. Saya tidak bisa mengembalikan mereka begitu saja. Jadi, karena mereka sudah di sini, kami akan memproses mereka,” ungkap Dela Rosa.
Dia menyebutkan bahwa daftar nama yang dibacakan Duterte merupakan hasil gabungan informasi dari komite intelijen. Komite tersebut terdiri atas PNP, militer, dan Badan Peredaran Obat Filipina (PDEA). Dela Rosa menegaskan bahwa daftar itu tidak dibuat berdasar rumor belaka. Juga bukan karena mereka orang-orang yang tidak mendukung Duterte pada Pemilu lalu.
“Presiden tidak sedangkal itu,” tegasnya.
Dela Rosa juga mengaku telah menegur para polisi yang masuk daftar Duterte. Sama dengan Duterte, Dela Rosa mengancam bakal membunuh anak buahnya jika mereka terus melindungi para pengedar obat terlarang maupun menjual kembali narkoba hasil sitaan.
“Saya malu. Kita seharusnya menjadi pihak yang menangkap orang-orang tersebut (pengedar narkoba Red), tapi kita malah melindungi mereka. Saya akan membunuh kalian jika kalian tidak berubah,” ujarnya kepada para patugas kepolisian.
Para polisi yang terlibat dalam jaringan narkoba langsung dilucuti senjatanya. Setelah itu, proses penyelidikan dimulai. Jika memang ada bukti-bukti kuat, mereka bisa dituntut secara hukum dan administratif.
Kepala Hakim Agung Maria Lourdes Sereno meminta lembaganya saja yang memberikan hukuman kepada para hakim yang ditengarai nakal. Dia mengirimkan surat kepada Duterte yang menyatakan bahwa pengadilan memiliki hak untuk mendisiplinkan mereka.
Hanya saja, aksi Duterte yang menyebutkan secara terbuka daftar nama para pejabat yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba itu menuai kecaman. Sebab, dengan tipisnya bukti-bukti, masih terbuka kemungkinan mereka tidak bersalah.
“Presiden telah menghancurkan reputasi orang-orang tersebut,” ujar legislator dan mantan pengacara Harry Roque. Dia menambahkan, jika memang ada bukti-bukti kuat, cukup ajukan tuntutan hukum.
TEMBAK SAJA MEREKA
Sebelumnya, Minggu (7/8), Duterte meminta 160 pejabat pemerintah (beberapa mantan) yang masuk daftar peredaran Narkotika menyerahkan diri karena diduga kuat terlibat jaringan peredaran obat terlarang. ”Jika kalian sedikit saja melakukan perlawanan dengan kekerasan, saya akan mengatakan kepada polisi, tembak saja mereka,” tegas Duterte setelah menyebutkan nama-nama dalam daftarnya.
Para pejabat bermasalah itu hanya memiliki waktu 24 jam untuk menyerahkan diri. Itu berarti Minggu (8/8).
Sembilan orang dalam daftar tersebut adalah hakim. Sedangkan 50 lainnya legislator, baik yang sudah mantan maupun yang masih aktif. Sisanya adalah wali kota, polisi, anggota militer, dan para pejabat kota. Polisi maupun anggota militer yang masuk daftar harus segera menyerahkan diri kepada atasannya. Sedangkan hakim harus segera melapor ke Mahkamah Agung (MA).
Omongan Duterte bukan asal bunyi. Mantan Wali Kota Davao yang dikenal bertangan besi untuk urusan memerangi kejahatan itu telah membuktikan bahwa selama ini siapa saja yang sudah masuk daftar tangkap pasti dikejar sampai dapat. Jika bernasib bagus, mereka bakal masuk penjara.
Jika tidak, bisa jadi mereka malah mati di tangan kelompok death squad. Sejak Duterte menang pemilihan pada 9 Mei lalu, sudah ada 852 tersangka narkoba yang ditembak mati oleh polisi maupun death squad.
Presiden berjuluk The Punisher itu memang menegaskan perang terhadap narkoba sejak kampanye pilpres lalu. Duterte pantas berang. Sebab, Filipina merupakan salah satu surga narkoba. Ratusan ribu penduduk Filipina sudah kecanduan barang terlarang tersebut.
Dalam pidatonya, Duterte mengungkapkan, setidaknya ada 600 ribu orang yang terlibat narkoba di Filipina. Entah itu penjual maupun pengguna. Duterte menyalahkan keterlibatan personel di tubuh pemerintah yang turut berkecimpung di bisnis narkoba tersebut.
Presiden ke-16 Filipina itu menegaskan bahwa daftar nama tersebut tidak berkaitan dengan politik. Daftar nama itu disusun pihak militer dan kepolisian. Dia bahkan menjelaskan bahwa beberapa temannya juga masuk daftar hitam tersebut meski tak memerinci siapa saja.
Mereka yang namanya sudah disebut akan diproses sesuai dengan hukum. Duterte menjanjikan persidangan yang adil bagi mereka. ”Tudingan ini bisa benar, bisa juga salah. Mereka semua harus diproses atas asas praduga tak bersalah,” ujar dia.
The Inquirer mengungkapkan bahwa sebagian kecil dari daftar yang dibacakan Duterte itu ternyata tidak valid. Salah seorang hakim yang masuk daftar ternyata sudah meninggal delapan tahun lalu. Beberapa lainnya beralamat salah.
Duterte sendiri menegaskan bakal bertanggung jawab jika ternyata ada orang tidak bersalah yang masuk daftar. Terkait dengan berbagai pihak yang mengkritik kebijakan kerasnya terhadap orang-orang yang terlibat narkoba, Duterte menjawab santai. Yaitu, mereka bebas mengkritik sesukanya. ”Saya tidak peduli,” ucapnya. (Jawa Pos/JPG)