eQuator.co.id – Sungai Raya-RK. Ternyata bukan hanya DPRD yang gagal. Pemkab Kubu Raya juga gagal menyelesaikan polemik antara PT Sintang Raya dengan warga Olak-Olak Kubu di kantor bupati Kubu Raya, Kamis (4/8).
Mediasi yang difasilitasi Pemkab Kubu Raya tidak dihadiri masyarakat. Wakil Bupati Drs. Hermanus, M.Si tampak kecewa. “Mereka padahal sudah kita undang untuk hadir, seperti Kepala Desa Olak-Olak, STKR, AGRA maupun masyarakat. Kita pertanyakan kenapa mereka tidak datang,” kesal Hermanus.
Ditegaskan Hermanus, pemerintah netral, tidak berpihak kepada salah satu pihak. Pertemuan dilakukan untuk mencari solusi, sehingga permasalahan tidak berlarut-larut.
“Seperti putusan Mahkamah Agung (MA) tentang pembatalan HGU (Hak Guna Usaha) Sintang Raya Nomor 4/2009 harus ada pemahaman yang sebenarnya. Agar tidak ada informasi yang simpang-siur di lapangan. Ini adalah tugas BPN (Badan Pertanahan Nasional). Mereka yang akan mengeksekusinya. Tidak dengan cara mencabut, tetapi memperbaiki data atau direvisi,” jelas Hermanus.
Meski tidak dihadiri masyarakat, pertemuan tetap berlangsung. Hadir diantaranya Kabid Humas Polda Kalbar, Assisten 1, Dishutbuntam, PT Sintang Raya, PT Cipta Tumbuh Berkembang (CTB), Kepala Desa, Dewan Adat Dayak (DAD), Camat Kubu serta TNI.
Sayangnya belum ada point-point kesepakatan penting yang ditandatangani dalam pertemuan itu. Terutama menyangkut permasalahann yang terjadi antara PT Sintang Raya dan PT CTB, dua perusahaan yang bertikai.
Menurut Wakil Bupati Hermanus, Pemkab akan kembali melakukan mediasi dalam waktu dekat terhadap dua perusahaan tersebut. “Seperti masalah 151 hektar yang masih belum clear. Dipertemuan berikutnya akan kita bahas lagi untuk dimediasi. Karena juga menjadi persoalan mengemuka,” ucapnya.
Termasuk tapal batas seperti Desa Olak-Olak dan Dabong yang juga menjadi salah satu permasalahan. Hermanus menargetkan 2016 ini harus selesai. “Karena tapal batas juga menjadi pemicu masalah,” katanya.
Hermanus menginstruksikan camat dan kepala desa, turut serta mensosialisasikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat. Agar tidak timbul gejolak.
Senior Manager Legal, Perizinan dan Humas PT Sintang Raya, Iskandar Zulkarnaen menyambut baik mediasi yang dilakukan Pemkab Kubu Raya dengan PT CTB. “Seperti utang piutang, nanti akan kita selesaikan lagi pada mediasi akan datang. Kami berharap bisa selesai. Karena ini menjadi salah satu akar permasalahan di atas lahan 205 hektar,” tuturnya.
Iskandar mengakui, dalam kasus ini ada aktor yang mendalangi masyarakat. Sehingga bisa turun kemana-mana untuk melakukan aksi demonstrasi. “Jika tidak ada yang membiayai, tidak mungkin. Kami berharap aktor atau dalangnya bisa ditemukan,” tegas Iskandar.
Sementara Direksi PT CTB, Oni Syahrani menegaskan, pihaknya tidak ada permasalahan dengan masyarakat. Perusahaan perkebunan sawit itu telah memenuhi kewajibannya terhadap hak masyarakat di atas lahan 151 hektar.
“Jadi, sebenarnya kami tidak ada masalah dengan masyarakat. Semuanya sudah kami penuhi. Tinggal bagaimana nanti antara kami dengan PT Sintang Raya, secara internal untuk menyelesaikannya,” ujar Oni.
Penjarahan Sawit
PT Sintang Raya kembali melaporkan warga ke polisi dalam kasus penjarahan buah sawit di dalam areal HGU Desa Olak-Olak dan Pelita Jaya, Kubu. Ironisnya, aksi itu disaksikan anggota kepolisian dari Polsek Kubu dan TNI. Ini diungkapkan langsung Manager Senior Legal, Perizinan dan Humas PT Sintang Raya, Iskandar Zulkarnaen saat rapat bersama yang di fasilitasi Pemkab Kubu Raya di kantor bupati Kubu Raya.
“Pada tanggal 9 Juli 2016, terjadi penjarahan besar-besar di areal HGU. Saat kejadian itu, ada anggota Polsek Kubu berjumlah empat orang dan anggota TNI empat orang yang menyaksikan,” ungkap Iskandar.
Namun ia tidak menyebutkan, berapa jumlah pelaku penjarahan. “Pada tanggal 10 Juli 2016 penjarahan masih dilanjutkan. Dan tanggal 16 dan 17 Juli 2016 kembali aksi penjarahan dilakukan,” kata Iskandar.
Iskandar mengaku belum bisa mengidentifikasi jumlah kerugian yang diderita perusahaan perkebunan sawit tempatnya bekerja. Semuanya masih dalam tahap hitungan. Hanya saja pada kasus pencurian, Iskandar sebutkan, kerugian cukup besar. Pencurian buah sawit ini terjadi di Desa Pelita Jaya di atas lahan seluas 205 hektar sejak tahun 2013 silam. Terdiri dari dua lokasi, di lahan 151 hektar dan 54 hektar. “Untuk 151 hektar saja, asumsi kerugian, 300 ton per bulan kali Rp1.500 per kilogram sama dengan Rp450 juta dikalikan selama tiga tahun. Belum termasuk 54 hektar yang dikelola oleh 32 kelompok,” jelas Iskandar.
Dalam kasus penjarahan, manajemen PT Sintang Raya tidak menunggu lama. Mereka langsung melaporkan warga ke Polres Mempawah pada 11 Juli 2016. Laporan inilah yang membuat ratusan warga mengungsi keluar kampung. Mereka ketakutan, lantaran kepolisian melakukan penangkapan besar-besaran.
“Tidak ada anggota kami yang melakukan sweeping dan intimidasi terhadap warga. Saya jamin itu. Semuanya kami lakukan untuk penegakan hokum. Karena ada laporan dari PT Sintang Raya,” kata AKBP Dedi Agustiono, Kapolres Mempawah.
Sementara keberadaan polisi pada saat aksi penjarahan, dikatakan Kapolres, kekuatan anggotanya tidak berimbang. Para pelaku jumlahnya lebih banyak. “Saat itu anggota polisi hanya mengimbau saja. Jadi tidak ada pembiaran di sini,” tegas AKBP Dedi.
Untuk proses hukum, Kapolres menyebutkan, jajarannya saat ini telah melakukan proses pemeriksaan terhadap empat warga. Sementara ratusan warga yang lain akan dipanggil untuk dimintai keterangannya.
Laporan: Syamsul Arifin
Editor: Hamka Saptono