eQuator.co.id – Pontianak-RK. Tak boleh sembarangan mengurus pangan rakyat. Banyak hal yang harus diantisipasi. Kalimantan Barat sendiri berusaha untuk mandiri, bukan cuma bicara ketahanan pangan.
Karena itu, Gubernur Cornelis menginginkan petani melakukan revolusi mental. Mata pencaharian dalam bentuk bercocok tanam itu bukan pekerjaan hina.
“Tugas kita menyadarkan masyarakat di tiap daerah agar pangan bisa ditingkatkan. Ada dua ancaman di muka bumi ini. Pertama masalah pangan. Kemudian, perubahan iklim yang mempengaruhi musim tanam. Contohnya ya Kalbar, sekarang musim kemarau tapi masih hujan,” ujarnya ketika membuka Sidang Regional Dewan Ketahanan Pangan Wilayah Timur, di Hotel Aston Pontianak, Rabu (3/7).
Dari pengalamannya memimpin daerah puluhan tahun, perubahan iklim harus dikaji betul-betul. Artinya, antisipasi kekurangan pangan karena pertumbuhan penduduk yang semakin pesat harus dilakukan dengan perencanaan yang tepat.
“Masalah pangan jangan dianggap main-main, karena ini menyangkut kepentingan rakyat,” tegas mantan Camat Menjalin itu di depan 350 peserta, termasuk bupati dan walikota kawasan Indonesia Timur.
Kepada mereka, Cornelis menyatakan, tujuan yang harus dicapai bukan ketahanan pangan semata. “Namun bagaimana kita mewujudkan kemandirian pangan. Caranya, petani harus mendapatkan hasil pertanian dari tanahnya sendiri,” tuturnya.
Lanjut dia, bicara pangan berarti bagaimana mencukupi rakyat Indonesia. “Tidak ada lagi daging sapi harganya Rp120 ribu. Harga ikan naik, cabai naik, kalut semua. Seyogianya yang mahal ini biarkan, tapi yang menghasilkannya petani kita. Petani kita makan itu dari hasil tanah dan lahan sendiri,” tukas Cornelis.
Lebih jauh, mantan Bupati Landak ini mengatakan, kecerdasan generasi penerus bangsa bergantung dari apa yang dimakan mereka. Kata dia, manusia cerdas diciptakan sejak dalam kandungan. Nah, kemandirian pangan yang memenuhi kebutuhan gizi mereka bertujuan bagaimana menciptakan manusia cerdas yang tidak bisa dibodohi orang luar.
Cornelis juga mengimbau agar program cetak sawah oleh pemerintah pusat dioptimalkan pemanfaatannya. Di Kalbar sendiri, salah satu kabupaten mencetak sawah sampai 4000 hektar.
“Pada tahun 2015, beras tidak menjadi persoalan. Produksi padi Kalbar 693.530 ton, sedangkan keperluan makan perorang pertahun 144,8 kilogram. Surplus beras kita 358 ton. Pencapaian ini bukan perkara mudah. Kita turun terus ke lapangan, selalu memotivasi petani agar semangat menanam dan jangan minder menjadi petani,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Gardjita Budi mengatakan, pemenuhan pangan sebagai kebutuhan dasar manusia menjadi tanggung jawab negara. Selayaknya kebijakan pangan ditentukan sesuai potensi lokal.
“Kita berupaya memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dari hasil sendiri. Kalau ada impor, selektif dan terukur,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Kalbar memiliki sumber pangan berpotensi dikonsumsi masyarakat. Menurut Budi, yang bergizi tidak hanya daging sapi dan ayam saja. Sebagai daerah dengan sungai terpanjang, Kalbar memiliki ikan yang mengandung protein tinggi.
Selain ikan, masih banyak ternak lain yang bisa dikembangkan. Di Kalbar banyak yang masih bisa dieksplor. “Di Jawa misalnya ada yang makan belut dan belalang. Dan itu sumber protein. Bagi saya tidak masalah selama tidak menabrak etika dan agama di suatu tempat,” jelas Budi.
Pihaknya, lanjut dia, fokus mengembangkan jagung dan padi jadi komoditas pangan utama. Tak hanya itu, pemerintah memberikan perhatian pada sayuran dan buah yang saat ini jumlah produksinya meningkat.
“Jika bisa mengatasi masalah pangan pokok, maka ini menjadi modal yang kuat untuk ketahanan pangan,” ucapnya.
Untuk mencapai itu, pemerintah siap menanamkan investasi dengan nilai besar. Salah satu peruntukannya adalah membangun irigasi. Kata dia, irigasi adalah komponen yang harus terus di-upgrade untuk memperoleh hasil produksi pangan yang mumpuni. Dampak investasi ini bisa dirasakan beberapa tahun kedepan.
“Ketahanan pangan nasional mendapat support yang kuat jika semakin banyak daerah yang memandirikan ketahanan pangannya, baik itu secara regional maupun provinsi,” tutup Budi.
Laporan: Isfiansyah
Editor: Mohamad iQbaL