Inisiasi Kementerian Khusus Perbatasan dan Jembatan Paralel

Kunker Komisi V dan XI DPR di Kalbar

CINDERAMATA. Gubernur Cornelis menyerahkan cinderamata kepada Wakil Ketua Komisi XI, Achmad Hafisz Tohir di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar, Senin (1/8). ISFIANSYAH

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Komisi V dan XI DPR RI melakukan kunjungan kerja (Kunker) di Kalbar, Senin (1/8). Kunjungan kali ini menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur dan payung hukum wilayah perbatasan.

DPR menginisiasi dibentuknya lembaga setingkat Kementerian Khusus untuk daerah perbatasan. “Pada saat penutupan masa sidang, DPR sudah menyepakati pembentukan tim pengawas pembangunan daerah perbatasan dan hal ini disepakati seluruh lintas Komisi. Tujuannya memperjuangkan Undang-Undang tentang Perbatasan,” kata H. Sukiman, S.Pd, MM, anggota Komisi XI DPR di kantor Gubernur Kalbar.
DPR berharap ada salah satu kementerian yang khusus menangani perbatasan. “Kalau bisa, disahkan dalam paripurna, adanya Kementerian Khusus Perbatasan,” katanya.
Indonesia memiliki 14 provinsi yang berbatasan langsung dengan Negara lain. Sebanyak 41 kabupaten dan sekitar 200 kecamatan yang berbatasan dengan negara tetangga. “Saya minta Undang-Undang Perbatasan menjadi insiatif serta prioritas untuk disahkan,” tegasnya.
“Kementerian PDT saja ada, kenapa perbatasan yang berhubungan dengan kedaulatan negara tidak ada. Makanya ini harus jadi prioritas,” sambung Sukiman.

Pajak Masuk Daerah
Meningkatkan perekonomian, Gubernur Drs. Cornelis, MH mengusulkan dibangunnya Inland Port atau pelabuhan darat di Perbatasan Entikong. Sementara Malaysia sudah mempersiapkan Inland Port sejak lama.
Demikian juga Pelabuhan Laut Internasional, Gubernur Cornelis sudah membicarakannya dengan Menteri Perhubungan agar dibangun di Mempawah.
“Perlunya pembangunan Inland Port Entikong, karena sangat strategis sebagai jalur perdagangan antarnegara. Demikian juga dengan pembangunan Pelabuhan Laut di Mempawah. Jika memang PT Pelindo tidak bisa membangun, maka yang akan membangun Kementerian Perhubungan dan pengelolaannya oleh Pelindo,” tegas Cornelis.
Kedua pelabuhan itu sangat mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) Kalbar. Apalagi Kalbar berbatasan langsung dengan negara lain. “Saat ini, salah satu pemicu kecilnya PAD Kalbar, adanya peraturan pemerintah yang melarang ekspor tambang sebelum ada pengolahan,” jelas Gubernur Cornelis.
“Tidak boleh eksport tambang mentah. Harus ada pengolahan. Jadi daerah tambang ini sebelum Pak SBY turun pun, sudah ada peraturan pemerintahnya. Ini juga membuat PAD berkurang,” sambungnya.
Persoalan lain, kenaikan pajak di pelabuhan mencapai dua kali lipat dari sebelumnya. Khususnya pelabuhan yang membawa CPO.
“Kita dikomplain negara lain. Karena pelabuhan CPO ini dianggap merusak lingkungan. Sehingga pajaknya dinaikan dua kali lipat. Sebenarnya ini juga sudah saya jelaskan, saat saya berkunjung ke Amsterdam,” tegas Cornelis.
Gubernur Cornelis juga menyoroti pajak perusahaan plat merah yang beroperasi di Kalbar, kantornya di Jakarta. Sehingga pajaknya dibayar ke Pemerintah Provinsi DKI.
“Mestinya ada regulasi pemerintah pusat terkait hasil pajak yang didapat dari perusahaan plat merah operasional di Kalbar, untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kalau memang bisa, bayarlah pajaknya di Kalbar. Kalaupun tidak bisa, bagi hasilnya minimal masuk Kalbar. Supaya bisa mendongkrak PAD kita,” tegas Cornelis.
Dibeberkan Cornelis, perusahaan plat merah di Kalbar, terutama di daerah perbatasan, seperti Border Aruk, Entikong dan Badau. Belum lagi jalur Trans Kalimantan, jumlahnya banyak. Putaran uangnya bisa mencapai ratusan miliar.
“Dananya masuk ke pusat. Di kita yang masuk paling hanya untuk gaji karyawan doang, yang lain bayar ke Jakarta,” ungkap Cornelis.
Wakil Ketua Komisi XI, Achmad Hafisz Tohir mengatakan berjanji akan menyampaikan ungkapan Gubernur Cornelis ke instansi terkait setingkat pusat, dalam hal ini Dirjen Pajak.
“Kita akan sampaikan, apakah ada regulasi yang mengatur tentang pembayaran pajak BUMN yang bekerja di daerah. Tentunya ini adalah masukan yang berharga,” katanya.

Bangun Jembatan Parallel

Di hari yang sama, Komisi V DPR dan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kalbar meninjau lokasi pembangunan jembatan parallel Landak. Pembangunan jembatan direncanakan berdampingan dengan jembatan Landak, menghubungkan wilayah Pontianak Timur dan Pontianak Utara.

“Kita mendukung rencana pembangunan jembatan parallel ini,” tegas Lasarus, S.Sos, M.Si, Wakil Ketua Komisi V yang juga memimpin rombongan wakil rakyat dari Senayan itu. Anggota DPR RI Dapil Kalbar itu mengatakan, yang dibutuhkan saat ini adalah komitmen dan waktu eksekusi. “Pembangunan jembatan ini jangan hanya wacana. Tadi kita sudah rapat, bandara selesai Desember, pelabuhan tinggal izin, jembatan juga begitu. Tinggal nanti (tadi) malam kita tanya Walikota Pontianak, lahannya kapan bisa dibebaskan,” tegas Lasarus.

Legislator PDI Perjuangan itu juga menyinggung pembangunan Jembatan Kapuas III. Dia menjelaskan, prosesnya sedang berjalan. “Meski tidak menjadi salah satu agenda kunjungan Komisi V kali ini, namun pembangunan Jembatan Kapuas III tetap menjadi salah satu pembahasan. Tetap kita koordinasikan. Sekarang sudah tahap pembebasan lahan. Prosesnya terus berjalan,” tegasnya.

Lasarus berharap kedua proyek jembatan ini (jembatan parallel Landak dan Jembatan Kapuas III) mulai di-groudbreaking pada 2017. “Anggarannya kita tanggung sama-sama (pusat dan daerah). Nanti kita bicarakan. Pokoknya kunjungan ini hasilnya positif,” ujar Lasarus.

Anggota Komisi V H. Syarif Abdullah Alkadrie, SH, MH mengatakan, Jembatan Landak satu-satunya alternatif keluar-masuknya barang dan orang di Kota Pontianak.

“Kalau tol Kapuas sudah ada Jembatan Kapuas II, sementara jembatan Landak ini satu-satunya. Alternatif lain hanya ada feri penyeberangan, itu pun belum maksimal. Kalau misalnya Jembatan Landak ini ditutup karena ditabrak tongkang seperti di Jembatan Kapuas I kemarin, maka arus transportasi keluar-masuk Kota Pontianak bisa lumpuh semua,” tegasnya.

Karena itulah, Komisi V menginginkan komitmen dari berbagai pihak untuk mewujudkan pembangunan jembatan parallel Landak tersebut.

Lasarus dan rombongan Komisi V terlihat berdiskusi dengan Kepala Dinas PU Kalbar, Ir. Jakius Sinyor, MT di lokasi pembangunan jembatan paralel Landak. Mereka beteduh dari sengatan matahari di deretan ruko yang berjarak hanya sekitar 20 meter dari pinggir Jalan Sultan Hamid II.

“Pemerintah provinsi merencanakan pembangunan jembatan parallel akan berdampingan dengan jembatan Landak yang sudah ada,” kata Jakius.

Rencana pembebasan lahan yang sudah dibangun Ruko, dipertanyakan Komisi V. Menurut Jakius, membutuhkan koordinasi mendalam semua pihak, termasuk Pemkot Pontianak.

“Kita mesti komunikasi dengan pemerintah kota. Mengenai pembebasan lahan, kita minta penjelasan dari Pemerintah Kota Pontianak,” jelas Jakius sambil menunjuk deretan Ruko yang akan dibebaskan.

Jakius menegaskan, pembangunan jembatan parallel merupakan salah satu proyek pembangunan yang menjadi perhatian serius Dinas PU Kalbar. “Jembatan parallel Landak-Kapuas akan mengurai padatnya kendaraan di Kota Pontianak,” tegasnya.
Laporan: Isfiansyah, Iman Santosa

Editor: Hamka Saptono