eQuator.co.id – Pontianak-RK. Penerimaan siswa baru tahun ajaran 2016/2017, Ombudsman Kalbar menemukan sekolah yang diduga melanggar aturan.
Ombudsman memantau proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat menengah, meliputi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Pontianak, MAN 2 Pontianak dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 1 Pontianak. Bahkan juga memantau PPDB di beberapa sekolah negeri di bawah naungan Pemkot Pontianak.
Pemantauan yang dilakukan pada 11 dan 12 Juli 2016, terdapat sekolah yang berada di bawah naungan Kanwil Kemenag Kalbar melakukan praktik yang tidak sesuai dengan aturan. Temuan yang menjadi catatan Ombudsman, sekolah mewajibkan siswa untuk membeli seragam baru (dikelola koperasi). Seragam sekolah dijual tidak transparan (tidak ada rincian harga).
“Bahkan tidak ada pengecualian bagi siswa yang tidak mampu, atau siswa yang menerima hibah (pemberian) seragam dari keluarga atau teman,” ungkap Budi Rahman, Asisten Pencegahan Ombusman Perwakilan Kalbar, Kamis (14/7).
Selain itu, temuan mengenai penentuan biaya tidak melalui rapat antara orangtua/wali siswa dan komite sekolah. Adanya penarikan biaya sarana prasarana tanpa ada rincian barang yang dibeli dan alokasi peruntukannya. Kemudian tidak adanya informasi penerimaan PPDB gratis (tidak dipungut biaya). “Selain itu, tidak adanya sarana dan prasarana menyampaikan pengaduan di sekolah,” ujar Budi.
Ombudsman menindaklanjutinya temuannya itu dengan melakukan pertemuan di Operation Room Kanwil Kemenag Kalbar, Selasa (12/7). Kemudian melakukan Rapat Koordinasi (Rakor) bersama Kakanwil Kemenag Kalbar dan pihak-pihak terkait lainnya.
Ombudsman menyarankan, tidak mewajibkan siswa untuk membeli seragam di sekolah. Kecuali almamater, baju batik, olahraga dan atribut sekolah. “Karena barang-barang tersebut tidak dijual atau didapatkan di toko atau pasar secara bebas,” ungkap Budi.
Pihak sekolah harus membolehkan siswa baru memakai seragam pemberian (hibah dari teman atau keluarganya). Tentunya spesifikiasi seragam tersebut sesuai dengan yang ditentukan pihak sekolah.
“Seragam yang bisa dibeli di pasar (seragam pramuka, putih abu-abu dan putih biru) diperbolehkan membelinya dimana saja. Sekolah hanya memberikan aturan spesifikasi seragam,” jelas Budi.
Saran lainnya, keringanan (baik dari besaran biaya, cara membayar dan lain-lain) bagi siswa yang tidak mampu secara ekonomi. Sekolah harus membuat aturan yang jelas tentang kriteria siswa tidak mampu. Dilengkapi dengan persyaratan secara administrasi (surat menyurat). “Kriteria siswa tidak mmapu ini disosialisasikan (diinformasikan) pada saat daftar ulang,” tegas mantan wartawan ini.
Pihak sekolah juga diminta membuat transparansi rincian biaya (harga) seragam sekolah. Kemudian transparansi rincian biaya (harga) kebutuhan sarana dan prasarana yang dimusyawarahkan dengan pihak orangtua dan komite sekolah.
“Pihak sekolah harus membuat laporan realisasinya dan disampaikan kepada orangtua/wali siswa,” ujar Budi.
Jauh lebih penting, pihak sekolah harus memajang informasi PPDB gratis (tidak dipungut biaya). Menyediakan sarana dan prasarana menyampaikan pengaduan di sekolah yang dilengkapi dengan petugas penerimaan pengaduan, alur dan nomor handphone. “Kemudian memaparkan mekanisme menyampaikan pengaduan,” tegas Budi.
Saran dan masukan dari Ombudsman Kalbar tersebut disikapi positif. Kanwil Kemenag dan jajarannya yang menghadiri Rakor, termasuk Kepala MAN 1 Pontianak, Kepala MAN 2 Pontianak, Kepala Mts Negeri 1 Pontianak dan Kepala Mts Negeri 2 Pontianak) siap dan berkomitmen melaksanakan apa yang diinginkan Ombudsman.
“Kami berterima kasih atas saran dan masukan yang disampaikan Ombudsman,” ujar Nana Kusnadi, Kepala MAN 1 Pontianak. Usai Rakor, para kepala sekolah berjanji segera melakukan perbaikan.
Kepala Kanwil Kemenag Kalbar, Syahrul Yadi berjanji akan mensosialisasikan hasil pertemuannya dengan Ombudsman ke seluruh Kantor Kemenag di 14 kabupaten/kota.
Laporan: Isfiansyah
Editor: Hamka Saptono