Iklim Tak Menentu, PETI Tak Terkendali

Cornelis: Berbuatlah

TEKEN MoU. Cornelis bersama perwakilan APP dan Yayasan Belantara menandatangani MoU pengembangan lanskap berkelanjutan untuk mendukung pertumbuhan hijau di Provinsi Kalbar, Rabu (29/6). Humas Pemprov for Rakyat Kalbar

eQuator.co.id – Penebangan hutan secara massif sejak dekade 80-an dan polusi akibat industrialisasi di negara-negara maju dituding mempengaruhi iklim dunia. Karena itu semua orang harus peduli menanami kembali hutan akibat deforestasi.

Gubernur Kalbar Cornelis mengajak masyarakat dunia untuk merancang pembangunan ramah lingkungan dan pengembangan green economic.  Antara lain dengan menanam komoditas ramah lingkungan seperti kemiri sunan (Reutealis trisperma) untuk mencegah deforestasi (pembabatan hutan).

“Kalimantan ini paru-paru dunia, jadi kita perlu membangun perekonomian dan industri ramah lingkungan di daerah dengan menanam pohon. Dengan demikian akan mempengaruhi perubahan iklim yang ekstrim sekarang ini,” ajak Cornelis pada Pertemuan Publik Satuan Tugas GCF Indonesia di Pontianak, Rabu (29/6).

Diingatkannya, Kalbar yang sebenarnya sudah masuk musim kemarau ternyata masih hujan. Eropa juga iklimnya tidak bisa diprediksi, akibatnya krisis bahan pangan akibat iklim.

“Iklim bisa terkendali apabila tumbuhan dan pohon-pohon dijaga. Karena itu kita wajib menjaga pohon-pohon dan hutan-hutan yang masih ada,” tambah Cornelis.

Salah satu komoditi yang memiliki kanopi sempurna adalah kemiri sunan, yang buahnya merupakan bahan bakar nabati (BBN) ramah lingkungan. Seperti juga sawit sebagai bahan bakar nabati, buah kemiri sunan dapat dikembangkan sebagai sumber BBN.

Pertemuan dihadiri senior advisor GCF dan representatif dari sekretariat GCF Colorado, Prof. William Boyd, para Gubernur anggota GCF Indonesia, Bupati/Walikota se-Kalimantan Barat, dan Pimpinan NGO Internasional.
Dalam pertemuan untuk persiapan pertemuan tahunan GCF di Jalisco, Mexico, 29 Agustus – 1 September 2016 nanti, Gubernur Cornelis adalah koordinator nasional satuan tugas Gubernur-Gubernur untuk iklim dan hutan (GCF Task Force).

Anggotanya meliputi Papua, Papua Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Aceh dan Kalimantan Barat. Karena itu Cornelis meminta seluruh pemangku kepentingan di Kalbar untuk membantu pengawasan, perencanaan dan pengelolaan serta pemanfaatan hutan.

DAMPAK PETI

Gubernur Kalbar menyatakan, akan mengakselerasi pencapaian penurunan deforestasi baik secara nasional maupun provinsi. Salah satu upaya nyata yang harus dilakukan untuk menjaga hutan, dimulai dari lingkungan pribadi. Yakni dengan menanam pohon-pohon di pekarangan yang bisa menghasilkan bahan pangan.

Cornelis mengingatkan, iklim yang tidak menentu berpengaruh pada musim tanam. Akibatnya menurunnya hasil tanaman pangan menimbulkan kemiskinan, mengurangi pendapatan, pengangguran dan sebagainya.

“Di Kalbar, PETI (pertambangan emas tanpa ijin) hampir tidak terkendali. Padahal yang paling berbahaya pengaruh zat kimia seperti mercuri yang efeknya terhadap manusia setelah puluhan tahun,” ungkap Cornelis.

Untuk itu Gubernur mengajak seluruh elemen baik pemerintah maupun non government organization (LSM) untuk tidak saling menyalahkan, melainkan mencari jalan keluar karena seluruh dunia punya andil merusak hutan dan merusak iklim.

“Sudahlah, NGO jangan selalu menyalahkan pemerintah terkait kerusakan hutan, tetapi mari sama-sama berbuat. Berhenti kita saling menyalahkan, tapi bagaimana kita menolong masyarakat, menolong dunia dari ancaman deforestasi,” tegasnya lantang.

Salah satu dampak efek rumah kaca adalah asap juga membuat perubahan iklim. Begitu juga air condition, lemari es atau pending, gas parfum dan gas buangan karbon lainnya.

“Namanya gas buangan itu tidak mudah dihilangkan  sehingga mengotori udara,” ucapnya.

Pemerintah, kata Cornelis, sudah melakukan upaya untuk mengurangi perubahan iklim. Hanya saja belum maksimal. Karena itu diharapkan setiap pekarangan rumah warga harus ditanami pohon.

“Kita harus lebih proaktif lagi. Dengan menjaga iklim secara bersama-sama, dan sehingga menjaga hutan sedikit enjoy,” tuturnya.

Gubernur juga menjelaskan, enam Provinsi GCF ini memiliki tutupan dan kawasan hutan 58 persen dari total kawasan. Dan tutupan hutan di Indonesia 64 persen berupa lahan hutan gambut dalam.

Tahun 2014, GCF berkomitmen menurunkan tingkat deforestasi hingga 80 persen. Pada 2020 jika tersedia dukungan pendanaan yang berbasis kinerja yang layak, memadai dan berjangka panjang baik melalui sumber pasar maupun non pasar.

Cornelis mendorong pengembangan inisiatif kemitraan dengan sektor swasta yang memanfaatkan peluang yang tersedia melalui program tingkat jurisdiksi. Dan menjamin bahwa sebagian besar pendanaan berbasis performa yang akan diberikan kepada wilayah hukum mereka, didedikasikan bagi masyarakat yang bergantung pada hutan, petani miskin, dan masyarakat adat.

Sementara itu, Prof Wiliam Boyd menyatakan keenam provinsi yang tergabung dalam GCF telah menyepakati aksi-aksi implementasi dari deklarasi Rio Branco. Deklarasi tersebut telah ditandatangani oleh 26 negara bagian.

Boyd menuturkan, target utama dari deklarasi Rio Branco adalah negara bagian maupun provinsi anggota, termasuk Provinsi Kalbar, adalah menurunkan laju deforestasi hingga 80 persen pada 2020.

“Target itu akan mengurangi laju deforestasi dari rata-rata 323.749 hektar menjadi rata-rata 64.749 hektar per tahun pada 2020,” pungkas Boyd. (*)

Isfiansyah, Pontianak