Siswi Korban Dugaan Pencabulan Mencari Keadilan, Kirim Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi

RUANGAN PE. Inilah isi dalam kantor PE di Kota Pontianak yang diduga sebagai TKP pelecehan seksual yang dialami F, seorang pelajar SMK setempat. Foto diambil Senin (305). MARSELINA EVY-RK

eQuator.co.id – Minggu (12/6), siswi salah satu SMKN di Kota Pontianak menulis surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia memasrahkan nasibnya sebab upaya mencari keadilan atas pencabulan yang diduga dilakukan dosen Fakultas Ekonomi Untan, Dian Patria, terhadap dirinya telah dilakukan. Berikut isi surat terbuka yang dikirim kepada wartawan Rakyat Kalbar, Achmad Mundzirin, tersebut:

 

Bapak Presiden yang terhormat, 

Nama saya VS umur 16 tahun, pelajar SMKN di Kota Pontianak. Saya tidak tahu apakah Bapak akan membaca surat saya ini atau tidak. Bagi saya, hanya dengan menulis surat inilah berharap mendapat keadilan untuk diri saya dan keluarga saya setelah harga diri, martabat, dan kehormatan sebagai perempuan dan anak Indonesia dilecehkan, dihancurkan, dan diinjak-injak oleh seorang Aparatur Sipil Negara yang bekerja sebagai pendidik di sebuah Perguruan Tinggi di Kalimantan Barat. 

Sejak umur 8 tahun saya sudah terbiasa hidup dengan perjuangan keras agar terus bisa bersekolah. Jika Allah SWT pun telah memanggil ibu yang telah melahirkan saya, saya juga tidak pernah menyesalinya. Saya yakin Allah telah menentukan jalan hidup saya dengan membentuk saya sebagai pribadi yang mandiri, kuat, dan tahan menghadapi segala cobaan. Semua pekerjaan pun telah saya lakoni sejak kecil. Mulai dari membantu Bapak bertanam sayuran, menjadi tukang kue keliling, bahkan untuk bisa sekolah masuk SMP hingga ke SMK saya juga bekerja sampingan sebagai tukang setrika baju. 

Walau hidup dalam kekurangan, saya juga terus merawat dan mencari nafkah untuk ayah saya yang sejak lima tahun belakangan terbaring sakit. Sadar bahwa hidup berdua dengan ayah saya sudah sangat berat, saya harus bekerja apa saja sepulang sekolah untuk mengumpulkan rupiah agar kami bisa makan. Yang penting, uang yang saya kumpulkan itu dari jerih payah dan keringat yang halal untuk kami makan.

Bapak Presiden yang terhormat, saya tahu betapa banyak Bapak Presiden telah memberikan jaminan sosial untuk  orang dan keluarga seperti saya. Kendati selama ini kami tidak pernah mendapatkannya, saya juga tidak pernah menuntut, bahkan tidak pernah mengharapkannya, karena saya dan Bapak saya yakin rezeki yang kami dapat setiap hari adalah bagian dari ketentuan Allah yang harus kami syukuri.

Saya tidak pernah menyesali keadaan hidup kami, dan saya juga tidak pernah meminta agar Allah Tuhan Yang Maha Kuasa menghidupkan kembali ibu agar saya bisa mendapatkan pelukan hangat yang menenteramkan jiwa dan agar saya bisa berbaring di pangkuan ibu menangis mengadukan apa yang telah saya alami. Satu-satunya hal yang paling saya sesali adalah kenapa harus magang di tempat pelaku dan kenal dengan pelaku bejat yang tidak bermoral tersebut. 

Hari ini, saya hanya memohon dengan segenap pengharapan pada Bapak Presiden, tolong beri saya keadilan dan perlindungan. Kehormatan saya sebagai anak dan perempuan telah dihancurkannya. Dan ketika saya melaporkannya ke Polresta Pontianak, saya justru yang dibully keluarga pelaku dan Penasehat Hukumnya. Diintimidasi hingga ke sekolah. 

Bapak Presiden, apakah saya salah ketika saya memilih melaporkan pelaku ke pihak berwajib dan menolak menerima sejumlah uang yang ditawarkan pelaku agar bisa membawa ayah saya berobat? 

Dan, apakah seorang dosen yang punya kekayaan dan kekuasaan bisa kebal dari hukum hingga laporan saya ke polisi tidak pantas untuk ditanggapi? Apakah karena saya seorang anak kecil yang berjuang sendiri untuk bisa hidup dan sekolah demi kehidupan dan masa depan yang lebih baik?

Atau, salahkah saya menuntut kedilan untuk diri saya? Atau bahkan saya telah salah karena telah lancang menulis surat ini kepada Bapak Presiden? Sebagai bagian dari anak Indonesia, saya tidak menuntut hak dari Negara. Saya hanya memohon keadilan dari kasus yang menimpa saya, masa depan saya yang tercabik-cabik, dan kejelasan status hukum saya. 

Saya memohon maaf jika saya banyak bertanya, tapi setidaknya luka di hati saya tidak semakin membengkak. Saya tidak ingin mati lagi, bunuh diri atau apapun. Saya ingin tamat sekolah dan terus bekerja agar bisa mendapatkan uang yang banyak dimana kelak saya bisa membawa ayah saya berobat ke rumah sakit. Terima kasih Bapak Presiden. 

                                                                 

Pontianak, 12 Juni 2016