Berwirausaha Berasaskan Pancasila, Dorong Pemuda Kalbar Wujudkan Industri Kreatif

Anggota DPR RI, Karolin Magret Natasa memaparkan tentang peluang berwirausaha sangat luas di Kalbar, pada diskusi Titik Temu: Setiap Masalah Ada Solusi ke-6 di Rumah Radakng, Jalan Sultan Abdurrahman Pontianak, Kamis (2/6). OCSYA ADE CP

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Konsep “industri kreatif” atau saat ini dikenal dengan “ekonomi kreatif” mengacu pada kreatifitas dan pengetahuan. Banyak kalangan wirausaha saat ini terkesan terlalu memaksakan diri, yang penting jualan, dapat untung.

Padahal itulah yang membuat usaha tidak berkembang. Karena cenderung bersifat musiman. Kreatifitas dan pengetahuan merupakan modal dasar, agar perekonomian khususnya sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat berkembang, serta bersaing secara nasional maupun internasional.

Itulah salah satu poin penting yang menjadi topik diskusi Titik Temu: Setiap Masalah Ada Solusi ke-6 yang diselenggarakan Rakyat Kalbar, Pon TV dan HIPMI Kalbar, bekerjasama dengan Panitia Pelaksana Daerah Boelan Boeng Karno 2016 di Rumah Radakng, Jalan Sultan Abdurrahman Pontianak, Kamis (2/6).

Titik Temu: Setiap Masalah Ada Solusi kali ini mengangkat tema, “Peran Pemerintah dan Lembaga Keuangan dalam Menggerakkan UMKM dan Industri Kreatif di Kalbar”.

Diskusi ini diikuti ratusan wirausaha muda dan mahasiswa Kalbar. Menghadirkan berbagai nara sumber berkompeten dari kalangan pemerintah, lembaga keuangan/bank, aparat keamanan/TNI, para pendidik dan anggota DPR RI.

Mengingat, diskusi ini bertepatan dengan momen Hari Lahir Pancasila dan Festival Boelan Boeng Karno 2016, tema yang didiskusikan lebih fokus menyasar pada geliat ekonomi kreatif generasi muda usia produktif. Sebagai implementasi salah satu poin yang digariskan dalam ide Tri Sakti Sang Proklamator Indonesia, Bung Karno.

Seperti biasa, diskusi dibagi dalam beberapa segmen, termasuk tanya jawab antara narasumber dan audiens.

Anggota DPR RI, dr Karolin Margret Natasa mengatakan peluang berwirausaha sangat luas. Banyak usaha yang diinisiasi anak muda. “Ide kreatif kunci sukses usaha. Kalau bisa yang orisinil,” kata legislator PDI Perjuangan itu.

Dikatakan Karolin, saat ini Indonesia baru memiliki dua persen pengusaha lokal. Sementara negara yang sehat dan kuat, mesti memiliki sekitar 20 persen pengusaha. “Agar bisa menyerap tenaga kerja dan memiliki ketahanan ekonomi,” ujar Karolin yang sudah dua periode menjabat anggota DPR.

Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kalbar, Dwi Suslamanto, mengaku masih ada beberapa masalah yang harus diatasi untuk mendorong warga berwirausaha. Meskipun akhir-akhir ini rekomendasi BI secara umum ditanggapi positif.

“Kendala kita adalah SDM, infrastruktu fisik dan non fisik, jaringan air bersih dan energi listrik. Mata pencarian penduduk basisnya masih bergantung pada alam. Kemudian entrepreneur jumlahnya masih sedikit, progresnya juga rendah,” kata Dwi.

Sementara dimata Staff Ahli Bidang Ekonomi Kodam XII Tanjungpura, Kolonel Armed I Ketut Sumarta, secara umum Kalbar sangat aman. “Situasi aman, pergerakan bidang usaha dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat seharusnya berjalan lancer,” katanya dalam diskusi Titik Temu.

Perwakilan BPS Kalbar, Sugeng menjelaskan, ekonomi kreatif merupakan sebuah konsep, memafaatkan kreatifitas dan pengetahuan sebagai aset utama mengerakan ekonomi. “Data terakhir tahun 2014, UMKM jumlahnya 37 ribu. Secara nasional, jumlahnya baru 1,7 persen,” katanya.

Menyikapi ungkapan perwakilan BPJS, Sekertaris Badan Penanaman Modal dan PTSP Kalbar, M Yusuf mengatakan, ke depan para pengusaha harus berdaya saing. Salah satu misi BPM dalam RUPM, mendorong tumbuhnya kewirausahaan masyarakat. “Dari progres yang ditetapkan, kita sudah mencapai target 100 persen lebih pada tahun 2015,” katanya.

Sementara Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kalbar, Marsianus SY mengatakan, adanya pengakuan 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila, dia berharap sendi-sendi ekonomi harus berasaskan Pancasila. UUD 45 Pasal 33 menjabarkan, perekonomian disebut sebagai usaha bersama berasaskan kekeluargaan.

“Artinya apa? Berkoperasilah. Sudahkah kita berkoperasi? Selama ini pemahaman sangat dangkal, koperasi diasumsikan dengan (lembaga) pinjam uang. Bukan, koperaai ada produsen, konsumen, jasa dan simpan pinjam. Simpan pinjam salah satu dari koperasi. Kalau kita setuju dengan ekonomi Pancasila, mari masuk koperasi,” ajak Marsianus.

Kadispora Kalbar, Syawal Bondoreso menjelaskan, begitu presiden memerintahkan setiap tahun mencetak pengusaha muda, September mendatang dia akan membentuk Forum Kewirausahaan Pemuda. Syawal mengaku, dalam waktu sekian bulan, sudah terdapat 185 pengusaha yang berusia 16-30 tahun tergabung di Forum Kewirausahaan Pemuda.

“Terobosan kita tahun ini, membuat pondok pemuda di samping kantor Dispora Kalbar. Semua urusan pemuda dilayani di situ. Pelatihan, bantuan permodalan dari kementerian, bantuan peralatan maupun untuk kelompok pemuda ada di situ juga,” jelas Syawal.

Menyikapi peluang usaha yang disampaikan para narasumber dari kalangan pemerintah itu, Ketua Bidang Kesehatan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif HIPMI Kalbar, M Rizal Edwin mengaku siap bersinergi dengan siapa saja. “Landasan kita, membentuk kader-kader baru kewirausahaan yang siap bersaing,” ujarnya.

Menanggapi keinginan HIPMI tersebut, perwakilan BRI Kalbar, Aprilian mengatakan, lembaganya menyentuh seluruh aspek rakyat Indonesia. BRI selalu berinovasi menjangkau rakyat.

“Soal permodalan, bukan hanya KUR, Februari lalu kita mengadakan lomba teras berwirausaha. Dimana setiap mahasiswa mengirim propoal bisnis, yang sekiranya layak akan dilombakan secara nasional,” katanya.

Apa yang dilakukan BRI itu, upaya mendorong kalangan pemuda untuk berwirausaha. “Pemenangnya kemarin juga kita kirim ke Jepang untuk studi banding. Mungkin di bulan Agustus, akan digulirkan kembali. Kita juga memfasilitasi dan mempertemukan suplier, distribusi dan pembeli. Tidak hanya secara domestic, tapi juga ke luar negeri,” kata Aprilian.

Sementara perwakilan Bank Kalbar, Al Amin mengatakan, membantu pengembangan UMKM, sudah cukup banyak dilakukannya. Pola pembinaan, kredit untuk mikro hingga Rp50 juta, Rp50 juta-Rp500 juta untuk usaha kecil, Rp500 juta-Rp5 miliar usaha menengah.

“Kita Bermitra dengan beberapa pelaku usaha. Kita mensosialisasikan kewirausahaan, mempromosikan produk-produk binaan. Saran kami, membiasakan melakukan transaksi walau pun kecil, itu akan menjadi catatan untuk memisahkan uang pribadi dan uang hasil usaha. Bankjuga bisa mengukur kemampuannya,” jelas Al Amin.

Sedangkan perwakilan Dispenda Kalbar, Iwan mengatakan semua usaha tidak hanya mengandalkan modal. “Adik-adik harus punya grand idea, jaringan dan menguasai teknologi. Kalau mau jadi pengusaha, harus ada kepercayaan,” jelas Iwan.

Laporan: Fikri Akbar

Editor: Hamka Saptono