eQuator.co.id – Pontianak-RK. Mungkin tak takut dikenai hukuman pidana, ada saksi yang memberikan keterangan berbeda-beda di dua pengadilan. Meski objek hukumnya sama: sengketa belasan hektar tanah di Parit Haji Muksin II, Kabupaten Kubu Raya.
Diberitakan sebelumnya, dalam sidang pidana pemalsuan berita acara balik batas tanah itu di Pengadilan Negeri (PN) Pontianak belum lama ini, pengusaha Siman Bahar mengakui telah membeli tanah tersebut dari pengusaha Heri Bertus yang menggunakan nama anaknya, Robin, sebagai pemilik tanah. Kemudian, Siman juga menggunakan nama anaknya, Yohanna Livia, sebagai pemilik tanah.
Namun, bidang-bidang tanah itu terlebih dulu diakui The Kun Seng, Erick Martio, dan Saponaria Lim, sebagai milik mereka. Seiring sidang pidana di PN Pontianak, Yohanna tiba-tiba mengajukan gugatan melalui kuasa hukumnya, Samsil SH, ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Pontianak. Ia menginginkan agar sertifikat Kun Seng, Erick, dan Saponaria, dibatalkan.
Dalam perjalanannya, PN Pontianak memutuskan bahwa terdakwa Abdul Syukur bersalah telah memalsukan tanda tangan Robin dalam proses pembuatan berita acara balik batas tanah tersebut. Hanya saja, PTUN Pontianak memilih melanjutkan persidangan meski sertifikat Yohanna telah beraroma pidana menyusul penjara 8 tahun penjara potong masa tahanan yang mendera Syukur.
Belakangan, Sang Kuasa Hukum, Samsil melampirkan keterangan Robin dan Heri Bertus tanggal 21 Maret 2016 yang dituangkan sebagai surat penyataan sebagai bukti tambahan saat melakukan gugatan ke PTUN. Berkas tersebut diberi tanda P:12.
Di dalam surat itu, Robin menyatakan tidak keberatan atas peniruan tanda tangannya dalam proses pembuatan berita acara balik batas tanah oleh Abdul Syukur. Padahal, dalam persidangan Abdul Syukur, Robin sendiri telah menjadi saksi dan keterangannya diambil di bawah sumpah. Dalam sidang itu, ia menyatakan tidak kenal, tidak pernah memberikan kuasa, bahkan dirinya tidak menerima dengan pemalsuan yang dilakukan Abdul Syukur.
Menyikapi keterangan berbeda dalam Sidang PTUN maupun PN ini, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Tanjungpura Pontianak, Dr. Hermansyah menyatakan, hal itu tentu saja tak dibenarkan. “Putusan pengadilan itu sepanjang sudah ingkrah atau sudah ada putusan tetap berarti sifatnya mengikat. Merupakan kebenaran hukum,” tegasnya ketika dimintai tanggapan, kemarin.
Imbuh dia, “Mengikat, yakni terhadap diri para pihak tadi. Kemudian dia juga mengikat pihak lain termasuk pokok persoalan perkara. Dimana, dalam hukum acara, bisa dijadikan alat bukti yang sempurna. Karena keterangan saksi dan ahli yang sempurna di bawah sumpah”.
Nah, perbedaan keterangan saksi, yang notabene di bawah sumpah, dalam satu persidangan dengan persidangan lainnya berarti sama saja Si Saksi telah memberikan keterangan palsu. “Membuat keterangan palsu itu dapat dipidanakan,” pungkas Hermansyah. Sayangnya, Samsil yang melampirkan berkas tersebut sebagai bukti tidak mengangkat selulernya tadi malam.
Laporan: Achmad Mundzirin
Editor: Mohamad iQbaL