eQuator.co.id – Pontianak-RK. Diantara pria berseragam biru tua, tampak seorang wanita cantik berbaju merah putih. Senyum manis terlihat di bibirnya saat bertemu pandang.
Rambut panjangnya yang lurus diikat seperti ekor kuda. Sang dokter mengenakan stiletto pink. Awal bulan lalu, wartawan Rakyat Kalbar juga bertemu dengannya di halaman Mapolda, Jalan Achmad Yani. Masih dalam rangkaian kegiatan yang sama, memusnahkan barang bukti Narkoba jenis sabu.
Kali ini bertemu kembali di halaman kantor Direktorat Reserse Narkoba Polda Kalbar, Jalan Zainudin, Kamis (26/5). Dialah dr Tian Awal petugas Bid Rehab Badan Narkotika Nasional (BNN) Kalbar.
Setelah beberapa kata sambutan dan pembacaan kronologis penangkapan, Tian beranjak dari duduknya. Dia melangkah ke balik meja. Dengan sigap, wanita berusia awal 30-an itu menyiapkan gelas petri dan pipet, serta sendok di atas meja. Setelah plastic kemasan teh disobek oleh anggota polisi, dia mengambil sedikit kristal putih itu menggunakan sendok. Tian meletakannya di atas gelas petri. Sambil menjelaskan tugasnya, dia mengenakan sarung tangan. Lalu dimulailah pengetesan barang bukti yang diduga sabu itu.
“Pada pengujian ini, saya menggunakan cairan simon a dan simon b. Hasilnya dapat dilihat, barangnya berubah warna jadi biru tua,” jelas Tian.
“Pada yang satu ini, saya menggunakan cairan marques, dapat kita lihat, barangnya berdesis, seperti terbakar. Juga mengeluarkan asap,” sambungnya sambil mengangkat kedua gelas petri.
Dalam wawancara terpisah, Tian menjelaskan, penyalahgunaan narkotika terjadi ketika dipakai tidak sesuai dosis. Dunia farmasi dan kedokteran menggunakan narkotika dalam campuran obat. “Misalnya ada kandungan morfin atau opium di dalam obat bius,” ujar Tian.
Dokter cantik ini mengajak semua yang hadir pada pemusnahan barang bukti sabu tangkapan Polda Kalbar seberat 5,15 Kg itu untuk membayangkan rasa sakit saat operasi, jika tidak dibius. “Hal ini legal. Karena sesuai dengan resep dokter, sudah dihitung dosisnya,” katanya.
Sabu secara keilmuan medis, dikenal sebagai jenis amfetamin. Termasuk dalam obat untuk meredakan rasa sakit. Efek menggunakan sabu secara berlebihan, mempengaruhi sistem kerja otak. Sabu menguasasi sistem halusinasi dalam otak. Efek yang dialami oleh pengguna, tidak merasa sakit, merasa tidak punya beban, “nge-fly, istilah gaulnya,” jelas Tian sambil tersenyum.
Organ pertama yang akan mengalami kerusakan sebagai dampak pemakaian sabu adalah paru-paru. Hal ini disebabkan cara pakai atau cara mengkonsumsi sabu dengan model diisap. Paru-paru yang terkontaminasi, lama-lama akan terbakar, kotor dan berlubang-lubang. Dalam jangka panjang organ yang ikut rusak adalah selaput otak, jadi bocor. “Seperti orang merokok. Paru-parunya yang pertama kena,” jelas Tian.
Ketika ditanya mengenai ciri-ciri pemakai, Tian menjelaskan, tidak ada ciri fisik khusus. “Efeknya pada fisik kelihatan, tergantung pada lamanya pemakaian dan imunitas tubuh masing-masing pemakai,” jelasnya.
Paling jelas terlihat saat pemakai menggunakan sabu, mampu tidak tidur sampai lebih dari 20 jam. “Misalnya, dia pakai sore. Semalaman mampu melek, karena merasa sudah didopping,” papar Tian.
Efek lainnya, pemakai tersebut tidak merasa lapar dan jamak terjadi tidak mau mandi. “Kalau efek sabunya habis, akan kuat tidur. Bangun tidur emosinya akan meningkat,” tambahnya.
Tian menyebutkan, penggunaan narkoba akan menimbulkan kecanduan. “Gak bisa hanya sekedar just for fun,” ungkapnya tegas. Hal Itu hanyalah sugesti yang dihembuskan antar pecandu.
Semua hal yang diungkap oleh Tian, dibenarkan Dita, mantan pengguna sabu. “Pernah saya tidak tidur dua malam berturut-turut dan masih berasa segar aja,” katanya.
Alasan Dita menggunakan sabu, dipakai sebagai dopping. Terutama untuk menyelesaikan pekerjaan di kantornya. Dita merasa dirinya bukan pecandu, karena dia tidak rutin menggunakan. “Ini just for fun kok atau kalau pas ngerasa butuh aja,” ujarnya sambil menghembuskan asap rokok.
Menurut dokter Tian, seseorang akan di disebut pecandu, jika sudah pernah menggunakan Narkoba lebih dari dua kali. Tian menegaskan, semua Narkoba memberikan efek yang sama. Pada akhirnya akan mempengaruhi sistem kerja otak. Yang membedakan tiap jenis Narkoba, hanya kadar atau dosisnya. Level paling rendah, ganja. Sabu menempati tempat di posisi sedang. Level tertinggi adalah opium dan morfin.
Laporan: Marselina Evy
Editor: Hamka Saptono