eQuator.co.id – Hidup semakin keras. Tak terkecuali untuk anak-anak. Sudah lah awan gelap kejahatan seksual rentan memayungi mereka, beberapa diantaranya harus membantu perekonomian keluarga sambil mengejar ijazah dasar.
Seorang bocah yang karib disapa Aan harus merelakan masa kecilnya yang seharusnya nyaman dan indah. Alih-alih bermain bersama teman sebayanya, demi mengais rupiah, pelajar kelas 3 SD di Kampung Arang, Kubu Raya, itu harus disengat terik matahari plus menginjak aspal panas setiap harinya. Ia berjualan koran.
Perempatan Sungai Raya Dalam-kantor Polda Kalbar target area Aan mengasong koran. Kamis (26/5) tengah hari, ia sedang beristirahat, menyandarkan tubuh ke dinding kaca galeri ATM BNI Kubu Raya. Aan merogoh uang ronyok di saku celana merah seragam sekolahnya.
“Baru saja jualan Bang. Baru laku belasan koran lah,” tuturnya kepada Rakyat Kalbar. Tangan Aan penuh uang kecil, pecahan Rp1.000 dan Rp2.000.
Dalam sehari, rata-rata dia mampu menjual 25-30 lembar koran. Perkoran ia meraih untung Rp200. “Setor ke bos Rp1.800. Lumayan lah hasilnya untuk bantu Mamak,” ujar Aan, polos.
Pekerjaan ini bukan baru dilakoni Aan. Sudah hampir setahun dia melakukannya. “Mulai kerja setelah pulang sekolah sampai menjelang Magrib,” ungkapnya.
Nasib Aan memang tak seperti rata-rata anak seusianya yang pulang sekolah langsung bisa bermain. Meski harus berkerja keras, ia tak meninggalkan kewajiban sebagai pelajar. Aan menyempatkan diri untuk belajar saat istirahat berjualan. Disambung kembali malam menjelang tidur. Berkat kegigihannya, Aan terhitung berprestasi.
“Waktu kelas 1 saya juara satu. Kelas 2 dan 3 ini pernah juara dua dan tiga,” bebernya.
Uang hasil jual koran digunakan untuk membayar semua kebutuhan sekolah. Rupiah yang didapat ibunya yang bekerja di rumah makan untuk kebutuhan sehari-hari keluarganya.
Tak banyak percakapan yang terjalin dengan Aan. Ia tampak terburu-buru menyudahi istirahat. Bergegas menuju lampu merah simpang rezekinya.
“Sudah dulu Bang. Saya lanjut jualan lagi, belum laku 30 koran nih,” ucapnya, kemudian berlalu.
Dari kejauhan, Aan tampak bersemangat menjajakan koran-korannya ke setiap pengendara yang berhenti di traffic light arah Supadio-Pontianak. Meski banyak yang cuek, ia tak menyerah. Aan merupakan potret semangat kehidupan, kontras dengan seorang lelaki usia produktif yang menengadahkan mangkok kecil ke setiap pengemudi kendaraan di sisi lain simpang empat tersebut. (*)
Ocsya Ade CP, Kubu Raya