Indonesia Mengalami Masa Buruk

Harkitnas, Seruan Manifesto Reformasi Membahana

Mahasiswa KAMMI melakukan teatrikal dalam rangka memperingati Harkitnas di Bundaran Tugu Digulis Untan, Jumat (20/5). NURHIJRIA MAHARANI-RK

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), mahasiswa menggelar berbagai aksi. Salah satunya dilakukan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di Tugu Digulis Untan (20/5) sore. Aksi yang dimulai sekitar pukul 16.30 WIB itu mengusung isu Manifesto Reformasi.

Koordinator aksi KAMMI, Rahmat Saiful mengatakan, dilihat dari 18 tahun lalu perjalanan bangsa Indonesia mengalami masa terburuk dalam sejarah pemerintah saat Presiden dijabat Soeharto. Presiden yang berkuasa hingga 32 tahun tersebut membangun bangsa menggunakan dana pinjaman. Ternyata di era presiden sekarang ini pun hutang tersebut masih dirasakan rakyat Indonesia. “Total hutang Indonesia saat itu sebesar USD 171 Miliar, sehingga menyebabkan krisis moneter pada 1996 dan puncaknya pada 1998. Masa itu telah berakhir ketika Soeharto turun dari kursi kepemimpinannya akibat demo besar-besaran dari mahasiswa dan masyarakat,” terangnya.
Masa Reformasi menjadi harapan bagi bangsa Indonesia untuk terbebas dari politisi busuk, pejabat korup, dan pengusaha hitam. Trio ini ternyata masih pembegal reformasi hingga saat kini. Momen Harkitnas harus dimulai dengan keinsafan dan visi perjuangan baru. “Tiga begal reformasi telah membuat jalan reformasi tersesat dan masyarakat menderita juga terhegemoni. Bila kondisi ini berlajut, bangsa Indonesia bisa bangkrut dan tercabik-cabik. Karenanya bangsa Indonesia butuh visi perjuangan baru, sehingga ada arah perlawanan dan perbaikan,” ujarnya.
Manifesto Reformasi adalah visi perjuangan baru mahasiswa dan rakyat Indonesia dalam upaya menyelamatkan serta mewujudkan kejayaan Indonesia. Manifesto Reformasi terdiri atas sembilan poin perjuangan yang menjadi koreksi atas beragam kondisi yang melenceng dari enam visi reformasi 1998.
Dalam aksinya, massa aksi KAMMI menggunakan pakaian ala petani dan mengenakan caping di kepala. Kemudian sebagian lainnya membawa cangkul dan kertas karton di leher yang bertuliskan Pejabat Korupsi, Pejabat Busuk, Pengusaha Hitam. Mereka memperagakan aksi tali rafia yang diikat ke leher, sebagai simbol bahwa tiga begal reformasi mencekik petani, mahasiswa, rakyat, dan buruh. “Aksi Manifesto Reformasi ini dilakukan serentak diseluruh di Indonesia,” jelas Rahmat.

Sebelumnya, pada pagi hari Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak menggelar apel bendera dalam rangka memperingati  Harkitnas di halaman Kantor Wali Kota. Apel tersebut dipimpin langsung Wali Kota Pontianak, H Sutarmidji SH MHum. “Semoga kita semua bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya,” ujarnya saat memberi memberikan sambutan.

Pria yang akrab disapa Midji ini menjelaskan, makna Harkitnas bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Komitmen sejak Kebangkitan Nasional adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bentuk negara ini dinilai paling ideal bagi Indonesia yang memiliki wilayah laut seluas 99 ribu kilometer dan sekitar 17 ribu pulau-pulau. Sedangkan ideologi Pancasila sebagai perekat pemersatunya.“NKRI adalah harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi,” ucapnya.

Era globalisasi dan teknologi informasi, masyarakat harus mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya. Ia mengajak seluruh masyarakat untuk senantiasa mengkampanyekan penggunaan produk-produk dalam negeri. Untuk mampu bersaing dengan produk luar, produsen dalam negeri hendaknya meningkatkan kualitas produknya supaya mereka secara tidak langsung ikut berperan menjaga kesatuan Republik Indonesia. “Kalau bukan kita yang mencintai produk kita sendiri, siapa lagi. Untuk itu, kualitas produk-produk dalam negeri harus mampu bersaing dan tidak kalah dengan produk-produk luar,” tutur Midji. (ria/agn)