Aksi Solidaritas Para Ibu Menyikapi Kekerasan Seksual

Jadilah Polisi Bagi Diri Sendiri

Ketua Bhayangkari Kalbar, Niken Manohara Sulistyanto berpartisipasi dalam aksi solidaritas menyikapi kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Jalan Ahmad Yani Pontianak, Minggu (15/5). MARSELINA EVY-RK

eQuator.co.id – Seperti biasa, Minggu pagi, area Car Free Day Jalan Achmad Yani Pontianak dipadati warga berolahraga. Di tikungan arah Jalan Purnama, tepatnya di halaman depan kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Pontianak, tampak berkelompok ibu-ibu.

Dilihat dari baju kaos yang dikenakan, mereka adalah para istri polisi yang tergabung dalam organisasi Bhayangkari. Kemudian terlihat juga ibu-ibu dari komunitas warga Tionghoa Pontianak, Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Pontianak. Kemudian ada juga dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kalbar. Ada juga rekan-rekan dari Jurnalis Perempuan Katulistiwa dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Mereka semua berpartisipasi dalam aksi solidaritas menyikapi maraknya kasus pelecehan seksual dan tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pada kesempatan itu, terlihat para ibu-ibu dari berbagai komunitas tersebut ber-selfie ria di depan boot ungu bergambar telapak tangan besar dan bertuliskan ‘stop kekerasan terhadap perempuan dan anak’.

Kegiatan ini diinisiasi Jurnalis Perempuan Katulistiwa dan AJI bekerjasama dengan KPAID Kalbar.

Aksi solidaritas menyikapi maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak ini melibatkan sedikitnya 20 organisasi independent dan institusi pemerintah. Dalam pelaksanaannya, acara ini menyajikan orasi yang disampaikan Niken Manohara Sulistyanto, Ketua Bhayangkari Kalbar, istri Kapolda Brigjen Pol Arief Sulistyanto.

“Jagalah diri dan lingkungan kita, untuk diajak bersama-sama menjaga agar jangan sampai menjadi korban pelecehan atau kekerasan seksusal. Jadilah polisi bagi diri sendiri,” tegas Niken.

Ketika ditanya mengenai tips bagi pasangan suami istri yang sama-sama bekerja, istri Brigjen Pol Arief Sulistyanto dengan tegas mengatakan, kunci dari semua itu adalah keterbukaan. “Dalam keluarga, semua anggotanya harus saling terbuka satu sama lain. Hal ini bertujuan supaya tercipta kenyamanan dalam berkomunikasi. Kalau sudah nyaman, kita bisa cerita apa saja satu sama lain. Jadi kalau ada yang aneh sedikit, bisa langsung ketahuan,” ujar Niken sambil mengusap keringat di dahinya.

Upaya menjaga diri bagi wanita karier, kata Niken, wanita karier adalah wanita istimewa dengan tanggungjawab yang besar. “Jadi dia harus bisa menempatkan diri, baik itu di rumah maupun di luar rumah,” papar Niken sambil tersenyum.

“Wanita karier itu punya pendidikan yang lebih tinggi. Maka dia harus bisa lebih baik dalam melindungi diri dan anak-anaknya, sehingga menjadi contoh bagi keluarga yang lain,” sambungnya.

Istri Wakil Walikota Pontianak, Yenie Arbiastutie Kamtono juga menyampaikan pendapatnya berkaitan dengan maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia, khususnya di Kota Pontianak. “Pemerintah terus-terusan menyampaikan imbauan di lingkungan keluarga melalui PKK,” kata Yenie.

Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kota Pontianak bersama PKK kecamatan dengan rantingnya sering melakukan sosialisasi terkait perlindungan terhadap anak. “Kami turun ke lapangan, sosialisasi kepada kader-kader PKK. Kita berharap mereka bisa masuk rumah tangga, sehingga kami para ibu saling melindungi dalam lingkungan kecil kami (rumah tangga),” jelas Yenie.

Dijelaskan Yenie, tempat lain yang cukup rawan kasus kekerasan, pelecehan anak dan perempuan ada di Tempat Penitipan Anak (TPA). Menurut Yenie, pengawasan di tempat penitipan anak merupakan tanggungjawab guru dan pengasuh. “Kami mengimbau kepada guru-guru atau yang bertanggung jawab, agar lebih waspada untuk mengawasi anak-anak kita dan memastikan mereka tetap aman,” tegasnya.

Mengenai wacana hukuman kebiri bagi para pelaku kejahatan seksual, Yenie menegaskan kalau dirinya setuju. “Saya setuju! Kalau tidak begitu, tidak ada efek jera,” ungkap wanita yang mengenakan jumpsuit garis-garis berwarna pelangi itu. (*)

Marselina Evy, Pontianak