Kali Pertama, Iran Unjuk Sistem Misil S-300

Ilustrasi NET

eQuator.co.id – TEHERAN – Parade Hari Militer Nasional Iran kemarin (17/4) menjadi ajang unjuk kekuatan. Teheran untuk kali pertama menunjukkan sistem misil S-300 milik mereka. Peralatan militer itu dipesan dari Rusia sejak 2007, tapi ditunda pengirimannya. Alasannya, Dewan Keamanan (DK) PBB mengajukan resolusi soal program nuklir Iran. Namun, begitu sanksi terhadap Iran dicabut, kontrak tersebut kembali berjalan.

Pembelian S-300 itu langsung mendapatkan kritik dari Israel maupun Amerika Serikat (AS). Namun, Iran bersikukuh bahwa pihaknya memerlukannya untuk melindungi diri sendiri. Termasuk di antaranya kemungkinan pengeboman ke fasilitas nuklir mereka. Radar di S-300 akan memberi mereka deteksi awal pesawat yang mendekati wilayah mereka.

Iran juga berencana membeli jet tempur Sukhoi Su-30 dari Rusia. Saat ini sudah banyak jet tempur Iran yang ketinggalan. Akibat sanksi nuklir yang dijatuhkan DK PBB, Iran tidak bisa membeli peralatan tempur. ”Kekuatan militer, politik, dan ekonomi kami tidak ditujukan untuk melawan negara-negara tetangga dan negara-negara Islam,” ujar Hassan Rouhani, presiden Iran.

Rouhani menambahkan bahwa Iran memang harus meng-upgrade kemampuan militernya. Baik itu personel maupun peralatannya. Salah satu alasannya adalah memanasnya konflik di negara-negara Timur Tengah. Menurut Rouhani, Iran harus memberikan bantuan kepada negara-negara sekutunya dari serangan teroris maupun Israel. ”Jika esok negaramu menghadapi bahaya terorisme dan zionisme, kekuatan yang akan memberikan jawaban positif adalah Republik Islam Iran,” tegasnya.

Dulu, imbuh Rouhani, Iran juga memberikan bantuan saat Iraq diserang Islamic State (IS) atau ISIS. Militan ISIS mencuat di Iraq sejak Juni 2014. Iran selama ini juga memberikan bantuan terhadap Presiden Syria Bashar al-Assad.

Bukan hanya AS dan Israel yang tidak senang dengan rencana Iran memperbarui peralatan militernya. Arab Saudi merasakan hal serupa. Saudi selama ini menuding Iran telah ikut campur dalam konflik di negara-negara Arab. Bukannya selesai, campur tangan Iran justru membuat konflik kian parah. Saudi memutuskan hubungan diplomatis dengan Iran sejak Januari lalu. Tepatnya setelah Saudi mengeksekusi imam Syiah Nimr al-Nimr. (AFP/Reuters/BBC/sha/c9/kim)