Kepercayaan Masyarakat Meningkat

Jakarta-RK. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapat modal bagus dalam menunaikan tugas kepemimpinannya, memasuki satu setengah tahun pemerintahan berjalan.

Tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Jokowi mengalami kenaikan cukup signifikan. Survei yang dilakukan Saiful Murjani Research dan Conslting (SMRC) menyebutkan, per Maret 2016, tingkat kepercayaan masyarakat kepada Jokowi mencapai 72 persen. “Itu artinya, kepuasan terhadapnya kembali seperti saat pertama dilantik yang mencapai 74 persen,” kata Direktur Eksekutif SMRC, Djayadi Hanan di Jakarta, Minggu (17/4).

Angka tersebut meningkat drastis dibandingkan Desember 2015 lalu, hanya 63 persen. Bahkan, pada Juni 2015, angka kepercayaan kepada Jokowi sempat berada diangka 55 persen.

Kepercayaan tersebut muncul dilandasi dengan kepuasan masyarakat terkait kinerjanya. Di mana 59 persen masyarakat mengaku puas atas apa yang dilakukan mantan Walikota Solo tersebut. Tak hanya itu, bahkan 81 persen masyarakat mengaku optimis, jika arah pembangunan negara saat ini berada di jalan yang benar.

Penilaian positif tersebut lahir, kata Djayadi, merupakan buah dari kinerja pemerintah dalam membangun infrastruktur dan layanan kesehatan yang terjangkau. “BPJS ini membuat orang yang sakit berat sekalipun, seperti menemukan solusi,” terangnya. Selain itu, kepuasan juga lahir dari sektor pendidikan.

Dia melihat, fakta tersebut sebagai modal bagus Jokowi untuk menjalani sisa pemerintahannya. Apalagi, kepercayaan tersebut terjadi merata, baik secara demografi maupun afiliasi politiknya. “Bukan hanya dari pertai pengusung, beberapa simpatisan partai pendukung Prabowo pun mulai menaruh kepercayaan. Hanya PKS dan Gerindra yang belum puas,” imbuhnya. Namun terkait keyakinan terhadap kepemimpinan Jokowi, 55 persen pemilih Gerindra menaruh keyakinan.

Pengamat politik Indonesia dari Australian National University, Marcus Mietzner mengatakan, meski menjadi modal bagus, dia meminta agar Jokowi tidak terlena dengan angka-angka tersebut. Pasalnya dia melihat, setidaknya ada empat persoalan yang berpotensi membalikkan situasi di kemudian hari.

Pertama terkait inflasi. Menurut Marcus, inflasi selalu berkorelasi dengan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Inflasi saat ini yang rendah memang memuaskan masyarakat. Namun menurutnya, hal tersebut lebih disebabkan karena situasi minyak dunia yang murah.

“Jika sudah kembali normal, hal itu akan sangat menyulitkan pemerintah,” ujar Marcus mengingatkan.

Pengalaman tersebut, lanjutnya, pernah dirasakan presiden SBY pada tahun 2008. Di mana harga minyak dunia tinggi, memaksa SBY menaikkan harga BBM yang membuat kepercayaan merosot drastis. “Beruntung 2009 harga minyak dunia turun, sehingga SBY bisa menurunkan kembali harga minyak,” tuturnya.

Persoalan kedua yang harus diwaspadai, stabilitas politik. Keberhasilan Jokowi menggandeng musuh-musuh politiknya memang membuat stabilitas politik nasional terjaga. Namun jika ditarik ke belakang, koalisi ramping merupakan janji Jokowi. “Ini memudahkan lawan politiknya di 2019 nanti untuk menyudutkannya,” terangnya.

Ketiga terkait BPJS. Menurutnya, rendahnya iuran saat ini tidak akan mencukupi kebutuhan anggaran. Apalagi, diprediksi pengguna BPJS ke depannya akan semakin banyak dan membuat anggaran semakin bengkak. Sehingga, Marcus mempresiksi, BPJS akan menjadi persoalan serius dalam beberapa tahun ke depan.

Terakhir yang menyangkut infrastruktur. Meski banyak infrastruktur yang dibangun, namun mayoritas baru pada tahapan peluncuran. Bahkan tidak sedikit di antaranya yang terkendala pembebasan tanah atau lahan. Sehingga diprediksi, akan banyak proyek yang belum selesai pengerjaannya hingga tahun 2018 mendatang.

“Ini yang akan ditagih masyarakat. Ini cukup beresiko juga,” kata pria berkebangsaan Australia tersebut. Terlebih, keuntungan ekonomi dari pembangunan yang banyak dilakukan di luar Jawa itu, tidak dirasakan diwaktu yang cepat.

Sementara itu, Josep Kristiadi sepakat jika ada banyak persoalan yang berpotensi membalikkan keadaan. Yang paling terlihat saat ini menurutnya adalah defisif Rp300 Triliun dalam APBN 2016. Jika tidak segera dicarikan solusinya, hal tersebut bisa menjadi persoalan besar.

Untuk itu, dia meminta agar tingginya kepercayaan dan stabilitas politik saat ini dimanfaatkan Jokowi untuk mengambil alih kepemimpinan, dan mengambil keputusan-keputusan besar. “Salah satunya Tax Amnesty. Jokowi harus meyakinkan tax amnesty bisa segera dilakukan,” ujar Josep. (Jawa Pos/JPG)